Beranda blog Halaman 1973

BAS Dorong Keluarga Akidi Tio Ikut Bantu Aceh

0
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Brigade Anak Serdadu (DPD BAS) Aceh, Drs. Isa Alima.

Nukilan.id – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Brigade Anak Serdadu (BAS) Aceh, Drs. Isa Alima mengapresiasi kemurahan hati dan kepedulian sosial dari Keluarga Alm. Akidi Tio yang telah menyumbangkan dana yang sangat fantastis sekali yaitu 2 trilliun kepada masyarakat Palembang.

Hal ini disampaikan Isa Alima sambil ngopi pagi di sebuah warung kopi di kawasan kota Banda Aceh (Selasa, 26/7/2021)

“Disamping itu kita juga akan sangat mengapresiasi lagi jikalah keluarga Alm. Akadi Tio juga ada sedikit peduli ke masyarakat Aceh,” ungkapnya.

Meskipun sekarang beliau memang merupakan warga Palembang Sumatera Selatan (Sumsel). Namun, kata Isa Alima, beliau dulunya juga pernah di Aceh dan membuka usaha di Aceh, tepatnya di Kota Langsa yang dulu masih di bawah Kabupaten Aceh Timur.

Sebab itu, Isa Alima sangat berharap hal ini dapat disahuti oleh keluarga besar Alm. Akadi Tio yang ada di Aceh maupun di luar Aceh.

“Besar harapan kita kiranya hal ini dapat disauti oleh keluarga Alm. Akidi Tio dan juga keluarga-keluarga lainnya yang ada di Aceh maupun di luar Aceh,” ujarnya.

Karena, kata dia, bagaimanapun juga masyarakat Aceh sangat berimbas secara ekonomis dari tragedi pandemi Covid-19 sekarang ini.

“Konon lagi Aceh termasuk dalam zona miskin se Sumatera hal ini menambah rasa pilu yang amat sangat,” pungkas Isa Alima yang juga mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten Pidie ini.[]

[Wawancara Khusus] Kepala BPS Aceh: Narasi Termiskin Bukan dari BPS

0
Kepala BPS Provinsi Aceh Ihsanurijal S.Si, M.Si

Nukilan.id – Pemerintah Aceh masih tetap menjadi daerah termiskin di Sumatera, capaian kemiskinan sebesar 15,33 persen. Angka 15,33% tersebut turun dibanding Per September 2020 sebesar 15,43%.

Wawancara khusus media Nukilan.id dengan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh Ihsanurijal, S.Si, M.Si terkait Indikator kemiskinan makro yang BPS rilis diantaranya adalah Persentase Penduduk Miskin, Jumlah Penduduk Miskin dan Kedalaman serta Keparahan Kemiskinan.

Berikut petikan Wawancara khusus Ihsanurijal, S.Si, M.Si (Ihsanurijal) dengan media online Nukilan (Nukilan) yang dilakukan senin (26/7/2021) di Banda Aceh.

Nukilan: Dari aspek apa saja yang menyebabkan Aceh tetap dinobatkan sebagai provinsi termiskin se-Sumatra

Ihsanurijal: Perlu kami sampaikan bahwa narasi provinsi termiskin se-Sumatera bukan berasal dari BPS. Dalam setahun BPS secara serentak diseluruh indonesia merilis sebanyak dua kali terkait profil kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran (kondisi maret dan september). Indikator kemiskinan makro yang BPS rilis diantaranya adalah Persentase Penduduk Miskin, Jumlah Penduduk Miskin dan Kedalaman serta Keparahan Kemiskinan. Sedangkan ketimpangan pengeluaran diukur melalui Gini Ratio dan Ukuran Bank Dunia.

Pada bulan Juli ini BPS secara nasional telah merilis profil kemiskinan untuk kondisi bulan Maret 2021. Dimana seperti kita ketahui, persentase penduduk miskin untuk bulan Maret 2021 di Aceh sebesar 15,33 persen, dimana angka ini turun dibanding kondisi September 2020 yang sebesar 15,43 persen. Indikator inilah yang sering digunakan dan dibandingkan antar wilayah oleh pengguna data menurut sudut pandangnya masing-masing.

Kepada para pengguna data kami selalu menyampaikan masukan, bahwa untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh lebih baik jika membandingkan kondisi antar wilayah harus dilihat kondisi dan indikator-indikator lainnya, sehingga akan memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh. Sekali lagi, bahwa BPS hanya menampilkan informasi secara apa adanya sesuai potret sebenarnya di lapangan sesuai dengan metodologi yang ada dan bisa dipertanggungjawabkan.

Nukilan: Bagaimana metode BPS menerapkan survei untuk mengetahui miskin dan tidaknya di provinsi Aceh.

Ihsanurijal: BPS sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam menghasilkan statistik dasar dalam bentuk data statistik lintas sektoral yang bersifat data makro. Dengan menggunakan metodologi statistik yang berstandar internasional dan prinsip independensi, BPS menghasilkan berbagai indikator strategis (sosial ekonomi) yang akan digunakan dalam perencanaan dan evalausi program pembangunan, termasuk didalamnya data kemiskinan makro.

Indikator kemiskinan makro BPS dihasilkan melalui Survei Sosial ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan setiap bulan Maret dan September secara nasional.

Sebenarnya indikator kemiskinan hanya Salah satu saja dari banyak informasi yang dihasilkan dari Susenas seperti indikator pendidikan, kesehatan, kependudukan, perumahan dan lain-lain.

Untuk mengukur kemiskinan makro, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach). Hal ini tidak hanya digunakan di Indonesia. Sesuai dengan rekomendasi PBB dan lembaga lainnya seperti World Bank, banyak negara yang menggunakan pendekatan ini utamanya negara-negara berkembang.

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan & bukan makanan).

Untuk Makanan ada 52 komoditas yang digunakan dan bukan makanan ada 47 komoditas (perdesaan) dan 51 komoditas (perkotaan). Setiap daerah dan setiap waktu memiliki Garis Kemiskinan yang berbeda. Pada Maret 2021 Garis Kemiskinan di Aceh sebesar 541.109 per orang per bulan.

Metode ini dipakai BPS sejak TAHUN 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu (apple to apple).

Nukilan: Apakah sampel yang di ambil oleh BPS memadai dalam penerapan survei di Aceh? Berapa jumlah sampel dari 5 juta penduduk Aceh?

Ihsanurijal: Metode sampling yang digunakan dalam SUSENAS sedemikian rupa telah didesain oleh BPS RI, sehingga secara statistik akan mampu menghasilkan estimasi yang memiliki akurasi tinggi. Kerangka sampel Susenas terdiri dari kerangka sampel Blok Sensus dan Rumah Tangga yang proporsional terhadap jumlah penduduk dan memperhatikan tingkat kesejahteraannya. Sehingga dengan kata lain sampel SUSENAS mewakili semua lapisan di masyarakat mulai dari lapisan bawah sampai atas dan hasilnya merupakan gambaran makro suatu wilayah. Pada bulan Maret jumlah sampel SUSENAS di Aceh berjumlah 13.510 rumah tangga atau setara dengan sekitar 57 ribu penduduk yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Aceh. Dengan jumlah sampel sebanyak itu, secara statistik sudah sangat optimal dalam menghasilkan sebuah estimasi populasi.

Nukilan: Kenapa harus selalu provinsi Aceh yang menjadi tolak ukur miskin, sedangkan provinsi tidak memiliki wilayah yang dikelola, dari pengelolaan itu sepenuhnya berada dibawah Bupati dan walikota masing- masing dari Kab/kota?

Ihsanurijal: Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa BPS setiap tahunnya merilis profil kemiskinan setiap Maret dan September. Perlu dipahami, terkait dengan jumlah sampel bahwa untuk bulan September hanya mampu menggambarkan estimasi tingkat nasional dan provinsi, sedangkan untuk Maret mampu menggambarkan kondisi tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Tentunya indikator tingkat provinsi merupakan gambaran makro rata-rata dari seluruh kabupaten/kota yang ada.

Nukilan: Apakah dalam survei yang dilakukan melibatkan kab/kota dalam penentuan survei yang dilakukan BPS Aceh?

Ihsanurijal: Dalam tata kelola kegiatan di BPS, pelaksanaan pendataan seperti SUSENAS ini dilaksanakan oleh seluruh BPS Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Aceh. Terkait metodologi survei menjadi kewenangan BPS RI, untuk selanjutnya diaplikasikan diseluruh BPS provinsi dan Kabupaten/Kota. Sedangkan BPS Provinsi lebih banyak kepada penjaminan kualitas, melaksanakan supervisi dan lain-lain, agar pelaksanaan pendataan yang dilakukan oleh BPS Kabupaten/Kota berjalan sesuai metodologi dan aturan yang sudah digariskan dan menggambarkan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Dalam melaksanakan tugasnya BPS selalu memegang teguh nilai-nilai luhur BPS yaitu Profesional, Integritas dan Amanah serta menjaga Independensi terhadap kepentingan tertentu.[]

Reporter: Irfan

BBMKG: 48 Kali Gempa di Aceh dan Sumut Dalam Sepekan Terakhir

0
Ilustrasi (Foto: Shutterstock)

Nukilan.id – Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan, Hartanto, ST, MM, Minggu, menjelaskan sebaran gempa bumi di wilayah Sumatera Utara dan Aceh.

Pada pekan keempat Juli 2021, umumnya gempa terjadi di daerah sekitar Sesar Sumatera dan sebagian lagi di wilayah subduksi di Pantai Barat Sumatera.

“Kejadian kegempaan periode ini lebih banyak dibandingkan dengan kejadian gempa bumi pada pekan lalu,” katanya.

Terhitung mulai 16 hingga 22 Juli 2021, kata Hartanto, data gempa bumi yang terjadi di wilayah Sumatera Utara dan Aceh didominasi oleh kejadian gempa bumi di darat sebanyak 36 kejadian dan dilaut 12 kejadian.

Analisis PGR 1 Chichi Nurhafizah menyebutkan berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, kegempaan yang terjadi Magnitudo lebih kecil 4.0 sebanyak 43 kejadian dan kekuatan gempa dengan magnitudo diatas 4.0 sebanyak 5 kejadian.

Kedalaman gempa yang terjadi cukup bervariasi dimana kedalaman lebih kecil 60 Km sebanyak 41 kejadian dan menengah atau diatas 60 Km sampai 300 Km sebanyak 7 kejadian.

Sementera itu, peneliti muda Balai Besar MKG Wilayah I Medan, Marzuki Sinambela menjelaskan dari 48 kejadian gempa itu, terdapat tiga kejadian yang signifikan dan dirasakan.

Gempa tersebut yakni, gempa Dairi pada 19 Juli 2021 pukul 20:56:43, gempa Nias Utara pada 20 Juli 2021, pukul 10:34:27 WIB dan gempa di Nagan Raya, Aceh pada 21 Juli 2021 pukul 16:10:22 WIB.

“Tidak ada kerusakan bangunan dan korban jiwa yang diakibatkan dari 3 gempa bumi yang dirasakan itu,” ujarnya.[bogordaily]

Stok Vaksin Covid Menipis di Aceh, 6 Puskesmas Mulai Kosong

0
Ilustrasi Vaksin Covid-19.(SHUTTERSTOCK)

Nukilan.id – Stok vaksin Covid-19 Sinovac mulai menipis di sejumlah wilayah di Aceh. Bahkan, ada yang sudah kosong seperti yang dialami enam Puskesmas di Kabupaten Aceh Utara. Pemerintah pusat diharapkan segera menyuplai kebutuhan dosis vaksin Covid-19.

“Stok masih ada, tapi diperkirakan dalam dua hingga tiga hari ke depan. Banyak kabupaten/kota yang hampir habis dosis vaksinnya,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Aceh, Iman Murahman, dilansir dari Antara, Senin (26/7/2021).

“Kalau daerah lain rata-rata juga sudah menipis. Kita lihat stok punya provinsi itu hanya tersisa sekitar 1.900 dosis lagi di gudang,” tambahnya.

Ia mengaku, pihaknya sudah beberapa kali menyurati Kementerian Kesehatan RI terkait penambahan vaksin. Pekan lalu, pihaknya menyampaikan permohonan penambahan 100 ribu dosis vaksin, tetapi yang tiba di Aceh hanya 37 ribu dosis. Sementara proses penyuntikan vaksin Covid-19 di Aceh pernah mencapai 48 ribu orang per hari, kata Iman.

“Kalau sekarang penyuntikan rata-rata bisa mencapai 15-20 ribu dosis per hari. Jadi kalau yang sampai hanya 37 ribu dosis, paling hanya bertahan dua atau tiga hari habis,” katanya.

Jika tidak ada penambahan dosis vaksin dari pemerintah pusat dalam beberapa hari kedepan, maka sentral-sentral vaksinasi massal dan Puskemas di kabupaten/kota akan tutup pelayanan vaksinasi.

“Hingga saat ini untuk cakupan vaksinasi Covid-19 di Aceh baru mencapai 16 persen dari target pemerintah sebanyak 4 juta jiwa penduduk Aceh,” tukasnya.[suarasumut.id]

Mendagri Minta Pemda Segera Cairkan Insentif Tenaga Kesehatan

0
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian di Bekasi. (Foto: Puspen Mendagri)

Nukilan.id – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta para kepala daerah segera mencairkan insentif untuk tenaga kesehatan (nakes). Ia mengungkapkan, masih ada wilayah yang mencatatkan realisasi anggaran penanganan Covid-19 dalam jumlah rendah, termasuk pencairan insentif nakes.

“Tolong insentif tenaga kesehatan ini baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota, provinsi untuk tenaga kesehatan yang menjadi tanggung jawab provinsi, kemudian tenaga kesehatan yang ada di kabupaten/kota menjadi tanggung jawab kabupaten/kota ini segera untuk dicairkan,” kata Tito dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (26/7/2021).

Menurut Tito, Presiden Joko Widodo sangat memperhatikan insentif tenaga kesehatan. Anggaran untuk insentif nakes telah dituangkan dalam komponen dana alokasi umum (DAU) di daerah-daerah. Dananya pun sudah ditransfer oleh Menteri Keuangan. Oleh karenanya, tanggung jawab pencairan insentif nakes kini berada di tangan pemda.

Kendati demikian, Tito menyebutkan, ada sejumlah provinsi yang telah mencairkan insentif nakes, seperti Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Jawa Barat, dan Gorontalo.

“Yang sudah mencairkan nanti saya akan buat surat ucapakan terima kasih,” ucap Tito.

“Tapi yang belum ya saya tunggu, kita tunggu. Ini adalah tanggung jawab kita untuk mendorong nakes mendapatkan insentifnya,” tuturnya.

Selain insentif nakes, Tito juga mendorong kepala daerah untuk mempercepat penyerapan anggaran penanganan Covid-19 lainnya seperti pembagian masker, kegiatan vaksinasi, hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

“Sesuai Peraturan Menteri Keuangan, 8 persen dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) itu adalah komponen APBD itu dialokasikan minimal 8 persen untuk penanganan pandemi Covid,” kata Tito.

Sebelumnya, Tito mengungkapkan, terdapat 19 provinsi yang bermasalah dalam penyerapan anggaran kesehatan, salah satunya terkait insentif tenaga kesehatan.

Ia menduga, beberapa kepala daerah bahkan tak tahu soal realisasi anggaran penanganan Covid-19.

“Bisa saja kepala daerah memang tak mengetahui persoalan realisasi anggaran penanganan Covid-19. Kami beberapa kali ke daerah banyak yang tidak tahu posisi saldonya seperti apa,” kata Tito, seperti diberitakan Kompas.id, Senin (19/7/2021).

Tito mengaku telah mengirim surat teguran kepada 19 pemerintah provinsi yang bermasalah.

Ke-19 provinsi tersebut yakni Aceh, Sumatra Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Bali, dan NTB.

Kemudian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.[kompas.com]

Mobil Dinas Pakai Dana Otsus, Azhar: Gubernur Aceh Tidak Tepati Janji

0
Anggota Banggar DPR Aceh Ir. Azhar Abdurrahman. (Foto: Ist.)

Nukilan.id – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Aceh Azhar Abdurahman meminta Gubernur Aceh Nova Iriansyah bertanggungjawab atas pembelian mobil dinas dari sumber anggaran Otonomi Khusus (otsus) Aceh.

“Jangan berdalih penggunaan dana otsus untuk penunjang pelayanan langsung kepada masyarakat, seperti pengadaan pembelian mobil untuk dayah dan pesantren, nyatanya sampai hari ini Gubernur tidak menepati janji, apalagi merealisasikannya,” Kata Azhar Abdurrahman kepada nukilan.id diruang kerja komisi I Gedung DPRA, Banda Aceh, senin, (26/7/2021).

Dijelaskan Azhar, pada awal tahun 2020 lalu publik mengkomplain pogram pemerintah Aceh untuk pengadaan pembelian mobil 100 unit melalui SKPA. Publik menilai tidak tepat, karena kondisi saat itu masih marak soal pandemi covid 19.

Namun–katanya–Gubernur Aceh Nova Iriansyah merespon komplain publik, dan menyampaikan pengadaan pembelian mobil di setiap SKPA akan dialihkan untuk pesantren dan dayah yang ada di Aceh.

Qanun no 1 tahun 2018 tentang tata cara pengelolaan dana bagi hasil minyak dan gas bumi dan penggunaan dana otsus. pasal 12A Huruf 4, Dana Otsus tidak dapat digunakan untuk kegiatan sarana dan prasarana Aparatur, kecuali untuk penunjang pelayanan langsung kepada masyarakat.

“Segera antarkan mobil-mobil yang dibeli dengan dana otsus kedepan gedung DPRA, agar kita serahkan kepada pimpinan pesantren dan dayah,” ujar Azhar.

Reporter: Irfan

Pos Indonesia Salurkan 4.261 Ton Beras Bantuan PPKM untuk Aceh

0
Petugas sedang mengambil dan mengatur beras PPKM untuk dibagikan kepada masyarakat penerima, di Kantor Pos Cabang Banda Aceh, Minggu (25/7/2021) (Foto: Antara/Rahmat Fajri)

Nukilan.id – Kantor PT Pos Indonesia menyalurkan bantuan beras pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) 2021 sebanyak 4.261 ton untuk 426.174 masyarakat Aceh melalui delapan cabang PT Pos di Provinsi Aceh.

Kepala Kantor PT Pos Indonesia Cabang Banda Aceh Fendi Anjasmara, mengatakan bantuan beras PPKM tersebut diberikan kepada dua kelompok masyarakat, antara lain yang masuk dalam daftar penerima PKH (program keluarga harapan) dan kelompok penerima BST (bantuan sosial tunai).

“Bantuan beras PPKM yang disalurkan per KPM (keluarga penerima manfaat) itu seberat 10 kilogram. Jadi untuk Aceh ini harus tersalurkan sebanyak 4.261.740 kilogram atau sebanyak 4.261 ton se Aceh,” kata Fendi Anjasmara di Banda Aceh, Senin (26/7/2021).

Selain beras PPKM, sebagian warga juga mendapatkan bantuan sosial berupa uang tunai senilai Rp 600 ribu per penerima, jumlah itu terhitung untuk bulan Mei dan Juni 2021.

Fendi menyebutkan, jumlah penerima bantuan beras PPKM untuk seluruh wilayah di Aceh sebanyak 426.174 KPM, terbagi dari penerima PKH 240.238 KPM, dan dari kelompok penerima BST mencapai 185.936 KPM.

Dirinya merincikan, khusus untuk wilayah kerja kantor pos Banda Aceh yakni Kota Banda Aceh, Sabang dan Aceh Besar totalnya 43.097 penerima atau setara dengan beras sebanyak 430 ton yang harus disalurkan.

“Bantuan beras PPKM ini sudah mulai kita salurkan sejak 22 Juli lalu hingga ditargetkan selesai pada 31 Juli 2021 nanti. Prosesnya juga dilakukan secara bertahap,” ujarnya.

Kemudian, lanjut Fendi, untuk wilayah kerja kantor Pos Cabang Lhokseumawe yakni Kabupaten Aceh Utara, Bireuen dan Kota Lhokseumawe sebanyak 118.743 KPM atau setara 1.187 ton beras.

Melalui wilayah kantor cabang pembantu Takengon yakni mencakup Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah sebanyak 16.409 penerima atau beras yang harus disalurkan untuk daerah tersebut seberat 164 ton.

Selanjutnya, untuk wilayah kerja kantor Pos Cabang Langsa yang mencakup Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang dan Kota Langsa sebanyak 68.985 KPM atau sebanding dengan 689 ton beras.

Dari kantor Pos Cabang Meulaboh mencakup Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Jaya dan Simeulue terdapat 37.797 penerima atau setara 377 ton beras yang harus disalurkan.

Lalu, sambung Fendi, melalui wilayah kerja kantor Pos Cabang Sigli yang memegang Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya terdapat 59.722 penerima atau dengan beras PPKM yang harus diserahkan sebanyak 597 ton.

Sementara Kantor Pos Cabang Kutacane yang membawahi Kabupaten Aceh Tenggara dan Gayo Lues ada 26.233 KPM, artinya beras yang harus disalurkan di daerah itu seberat 262 ton lebih.

Terakhir, untuk wilayah kerja kantor Pos Cabang Blangpidie mencakup Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Kota Subulussalam terdapat 55.189 penerima, maka beras PPKM yang harus disalurkan untuk empat daerah itu kurang lebih sebanyak 551 ton.

“Jadi secara keseluruhan penerima beras PPKM ini se Aceh sebanyak 426.174 KPM, maka beras yang harus disalurkan sebanyak 4.261.740 kilogram, atau setara 4.261 ton,” kata Fendi.

Dalam kesempatan ini, Fendi berharap kepada masyarakat Aceh untuk selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes) seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan saat melakukan pengambilan bantuan sosial tersebut.

“Kami harapkan apapun kondisinya harus disiplin prokes baik diminta atau tidak, masyarakat harus menaati itu demi keselamatan kita semua dari penyebaran COVID-19,” demikian Fendi Anjasmara.[Antara]

Akademisi: Rakyat Aceh Menunggu Kejaksaan dan Polda Usut Korupsi di Aceh

0
Akademisi Usman Lamreueng. (Foto: Ist.)

Nukilan.id – Akademisi Usman Lamreung mengatakan, situasi Aceh saat ini tidak sedang baik-baik saja, dan hehadiran KPK ke Aceh jangan sekedar berwisata, setelah melakukan penyelidikan bulan yang lalu, tidak ada informasi tindak lanjutnya.

“Kehadiran KPK di Aceh penting untuk menguak penyelewengan dana di Aceh. Kemiskinan terus terjadi karena perencanaan yang salah. Indikasi korupsi terjadi dimana-dimana. Penyelidikan KPK memang butuh waktu. Tapi jangan juga KPK hanya berwisata ke Aceh. Tidak ada follow up tindak lanjut dari penyelidikan. Karena indikasi korupsi sudah mengerikan, masyarakat Aceh sudah menderita puluhan tahun.” Kata Usman Lamreueng pada diskusi publik “Kemiskinan, Dana Refocusing dan KPK di Aceh” di Banda Aceh, Senin (26/7/2021).

Menurutnya, Kemiskinan Aceh ini sangat terkait dengan pengelolaan keuangan. Di Aceh sering sekali terjadi SiLPA setiap tahun. Terjadinya SiLPA karena perencanaan Aceh yang salah. Karena perencanaan yang salah, makanya pengentasan kemiskinan tidak terencana. Ini bisa diusut, karena roda pemerintah Nova Iriansyah berjalan tidak sesuai dengan Qanun RPJM Aceh.

“Berdasarkan fakta tersebut, seharusnya DPRA harus mengajukan Mosi Tidak Percaya kepada Gubernur. Karena menjalankan roda pemerintah dari Aceh Hebat menjadi Aceh Bereh,” kata Usman.

Usman menguraikan bahwa tingkat kemiskinan Aceh tidak turun-turun, pengangguran tinggi, penyaluran dana refocusing tidak transparan, karena tidak fokus. Pemerintah Aceh tidak jelas saat ini. Ditambah komunikasi publik pemerintah Aceh buruk sekali.

Diakhir paparannya, Usman juga mengingatkan Kejaksaan dan Polda Aceh untuk serius juga menuntaskan kasus dugaan korupsi di Aceh. Masyarakat Aceh menunggu kinerja kedua lembaga ini.[]

Banggar DPR Aceh Sebut 3 SKPA Belanja Mobil dan Sarana ASN Pakai Dana Otsus

0
Azhar Abdurrahman. (Irfan/nukilan.id)

Nukilan.id – Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar rapat bersama dengan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) terkait adanya temuan pelanggaran Qanun penggunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dilakukan SKPA untuk pembelian mobil serta sarana dan prasarana Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menggunakan dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh tahun 2020.

“Ini kejahatan yang sangat besar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2020 oleh Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA),” kata Anggota Banggar DPR Aceh Ir. Azhar Abdurrahman kepada Irfan dari nukilan.id diruang kerja komisi I DPRA senin, (26/7/2021) kemarin.

Kata Azhar, penggunaan dana otsus tersebut melanggar Qanun no 1 tahun 2018 tentang tata cara pengelolaan dana bagi hasil minyak dan gas bumi dan penggunaan dana otsus. Pasal 12A Huruf 4, Dana Otsus tidak dapat digunakan untuk kegiatan sarana dan prasarana Aparatur, kecuali untuk penunjang pelayanan langsung kepada masyarakat.

Sekretaris fraksi Partai Aceh Azhar Abdurahman menyebut ini adalah temuan terbesar yang ditemukan oleh DPRA, terkait pembelian mobil dinas, pengadaan sarana dan prasarana aparatur lainnya.

“Mereka sangat jahat, terutama tim Pemerintah Aceh, ada drama yang dimainkan sejak awal, dan ada mafia yang bermain di setiap SKPA untuk meraup keuntungan pribadi”. ujarnya

Dijelaskan Azhar yang pernah menjabat bupati 2 periode di Aceh Jaya itu, sedikit ada 3 dinas SKPA yang menggunakan dana otsus untuk pengadaan mobil, saran dan prasarana antara lain;
1. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK)
2. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan.
3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh.

“Ketiga dinas ini menggunakan anggaran dana Otsus yang besar dalam pembelian sarana dan prasarana fasilitas Aparatur,” jelas Azhar.

Azhar menyebutkan juga sama halnya dengan dinas lainnya dalam penggunaan realisasi dana Otsus mungkin juga sama seperti yang sudah didapatkan ini, karna mereka satu paket didalam SKPA.

“Ini menunjukan Pemerintahan saat ini tidak peka dengan keadaan, terutama kepekaan terhadap masyarakat miskin dan terus berleha-leha dengan kebutuhan sendiri,” kata Azhar.

Untuk itu–Azhar berharap semua yang menggunakan dana otsus harus dikembalikan kepada masyarakat, sesuai dengan Qanun Aceh, karna qanun ini di bahas oleh kedua belah pihak antara eksekutif dan legislative untuk penunjang pelayanan langsung kepada masyarakat.

Rincian 3 SKPA yang menggunakan dana Otsus untuk belanja ASN, antara lain:

Dinas lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh
1. Belanja modal pengadaan kendaraan bermotor perorangan dari dana otsus tahun 2020 sebesar Rp. 1.696.000.000, sisa 92 juta.
2. Belanja modal pengadaan kendaraan bermotor penumpang terealisasi dari SiLPA Otsus sebesar Rp.673.000.000 dan tersisa sisa 53 juta.
3. Belanja modal pengadaan kendaraan bermotor khusus, Terealisasi dari Otsus Rp. 326.000.000, sisa 24 juta.
4 Belanja modal pengadaan kendaraan bermotor beroda dua, Terealisasi Anggaran dari silpa otsus Rp. 762.175.000, dan sisa Rp 42 juta.

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh
1. Pengadaan kendaraan dinas/operasional, Terealisasi SiLPA otsus Aceh Rp. 1.645.920.000, sisa Rp 129 juta
2. Pemeliharaan rutin/berskala kendaraan dinas operasional, Terealisasi silpa Migas, Rp. 687.673.991, sisa Rp 333 juta

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh
1. Uang lembur PNS, Terealisasi silpa Otsus Rp. 259.981.500, sisa 11 juta
2. Belanja alat tulis kantor (ATK), Terealisasi silpa Otsus RP. 328.613.652, Sisa 16 juta
3. Belanja pengadaan komputer, terealisasi silpa Otsus Rp. 34.254.000
4. Belanja modal pengadaan peralatan jaringan terealisasi Otsus Rp. 175.120.000, sisa 479.000.
5. Belanja modal pengadaan meja kerja pejabat, terealisasi silpa Otsus Rp. 28.789.600, sisa 771.000

Reporter: Irfan

KPK Minta Industri Jasa Keuangan Kendalikan Gratifikasi

0
Foto: kpk.go.id

Nukilan.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya pencegahan korupsi khususnya melalui pengendalian gratifikasi pada industri jasa keuangan. Hal ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) KPK Nomor 19 tahun 2021 tanggal 23 Juli 2021 tentang Pengendalian Gratifikasi Terkait Industri Jasa Keuangan.

Dalam SE tersebut, KPK mengingatkan lembaga jasa keuangan dilarang memberikan gratifikasi kepada Pegawai Negeri (Pn) atau Penyelenggara Negara (PN) yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan tugas atau kewajibannya, baik secara langsung atau disamarkan dalam bentuk fee marketing, collection fee, refund, atau penamaan lainnya.

Lembaga jasa keuangan sebagai entitas korporasi wajib melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar, dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana korupsi.

Tidak dilakukannya hal tersebut menjadi penilaian kesalahan korporasi yang dapat berimplikasi pertanggungjawaban pidana korporasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

Sebelumnya, pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD yang diwakilkan oleh Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) telah bersama-sama berkomitmen untuk menciptakan budaya antigratifikasi, di antaranya larangan bagi bendahara instansi pemerintah menerima collection fee dari Lembaga Jasa Keuangan. Kesepakatan dilakukan pada Rapat Koordinasi Nasional tahun 2018 dan ditindaklanjuti pada Rapat Koordinasi pada Oktober 2020.

KPK juga mengimbau bahwa pemberian berupa insentif untuk mendukung upaya promosi, pengembangan pasar, dan kegiatan operasional jasa keuangan lainnya yang berkaitan dengan instansi pemerintahan/BUMN/BUMD hanya dapat diberikan kepada instansi, yakni melalui mekanisme yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak diberikan secara langsung kepada individu Pn/PN.

Selain itu, KPK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Nota Kesepahaman nomor 48 tahun 2021 telah melakukan kerja sama dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor jasa keuangan. Salah satu kegiatannya adalah penerapan program pengendalian gratifikasi dengan mendiseminasikan pencegahan korupsi kepada lembaga jasa keuangan yang berada di bawah pengawasannya.

Jika karena kondisi tertentu, Pn/PN tidak dapat menolak gratifikasi, maka wajib melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

KPK berharap Pn/PN dapat menjadi panutan bagi masyarakat dengan tidak melakukan permintaan, pemberian, dan penerimaan gratifikasi. Sehingga, dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan, kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana.

Untuk informasi lebih lanjut terkait mekanisme dan formulir pelaporan atas penerimaan gratifikasi dapat diakses pada tautan https://gratifikasi.kpk.go.id. Pelaporan gratifikasi dapat disampaikan kepada KPK melalui aplikasi pelaporan gratifikasi online (GOL) pada tautan https://gol.kpk.go.id atau surat elektronik di alamat pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id. []