Beranda blog Halaman 3

Listrik Aceh Tamiang Belum Stabil, Warga Terpaksa Bakar Kayu dan Gunakan Genset

0
Suasana malam di jalan lintas Kuala Simpang-Langsa gelap gulita karena listrik masih padam (FOTO: Nizar Aldi/detikSumut)

NUKILAN.ID | KUALA SIMPANG – Pemulihan pasokan listrik di Aceh Tamiang pascabanjir masih belum merata. Hingga Kamis (11/12/2025) pagi, sejumlah kawasan di kabupaten tersebut masih berada dalam kondisi gelap gulita. Aliran listrik baru pulih di beberapa titik di Kecamatan Kuala Simpang, ibu kota Aceh Tamiang.

Menurut laporan detikSumut, lampu mulai terlihat menyala di beberapa rumah, ruko, dan perkantoran dari kawasan jembatan sungai Tamiang hingga melewati Mapolres Aceh Tamiang pada Rabu (10/12) malam. Namun, sebagian besar permukiman warga di sepanjang jalur tersebut masih belum mendapat pasokan listrik.

Ketiadaan penerangan membuat banyak warga, terutama para pengungsi yang tinggal di tenda di pinggir jalan, menyalakan api dengan membakar papan bekas rumah yang rusak diterjang banjir bandang. Di beberapa rumah dan warung sekitar Mapolres Aceh Tamiang, warga juga mengandalkan lampu emergency dan genset sebagai sumber penerangan sementara.

Kondisi gelap tak hanya terjadi di Aceh Tamiang. Hingga perbatasan dengan Kota Langsa, suasana malam masih dipenuhi kegelapan. Di wilayah Kota Langsa sendiri, aliran listrik juga dilaporkan masih padam di sebagian besar kawasan, termasuk hingga ke pusat kota.

Sebagaimana diberitakan oleh Detik.com, seorang warga bernama Dedy menggambarkan betapa sulitnya kondisi warga pada malam hari sejak banjir melanda. Ia menyebut aliran listrik mulai pulih hanya dalam beberapa hari terakhir.

“Sejak awal memang mati lampu, gelap kalau malam, makanya banyak yang bakar kayu, ada juga buat lampu dari botol minuman,” ungkap Dedy.

Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Aceh Tamiang, Zuwan Fakhri, membenarkan bahwa listrik masih padam di mayoritas wilayah. Ia menyebut pemerintah kabupaten telah berkoordinasi dengan PLN untuk mempercepat pemulihan jaringan.

“Udah kita minta PLN bisa nyalakan semua secepatnya,” kata Zuwan Fakhri melalui pesan singkat.

Gubernur Aceh Sebut Ada Laporan 80 Ton Bantuan untuk Wilayah Tengah Hilang

0
Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem saat memberikan keterangan kepada awak media usai menetapkan perpanjangan status tanggap darurat bencana hidrometeorologi Aceh, di Pendopo Gubernur Aceh, di Banda Aceh, Rabu malam (10/12/2025). (Foto: ANTARA)

NUKILAN.IDBANDA ACEH – Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima laporan mengenai hilangnya sekitar 80 ton bantuan logistik yang dikirimkan ke wilayah tengah Aceh.

“Saya dengar berita burung atau berita tidak valid ya, ada 80 ton hilang entah kemana. Kita turunkan semua di Bener Meriah,” ujar Mualem dalam konferensi pers di Banda Aceh, Rabu malam.

Pernyataan tersebut disampaikan usai ia menetapkan perpanjangan status tanggap darurat bencana hidrometeorologi Aceh, dalam konferensi pers yang berlangsung di restoran Pendopo Gubernur Aceh.

Mualem menjelaskan bahwa ia belum dapat memastikan kebenaran laporan tersebut. Karena itu, ia meminta agar persoalan ini diperiksa kembali bersama pihak TNI dan Polri.

“Kita cek dulu apa betul atau tidak. Yang baru dengar berita burung, tidak kita percayakan. Nanti bersama-sama ini ada pak Pangdam, ada pak polisi, apakah betul atau tidak,” katanya.

Menurutnya, bantuan untuk wilayah Bener Meriah–Aceh Tengah sudah disalurkan secara maksimal, tetapi ia menekankan perlunya memastikan apakah seluruh bantuan tersebut sampai ke penerima yang tepat.

Ia juga mengakui banyak donatur telah menyalurkan bantuan untuk masyarakat terdampak bencana di Aceh, namun kemungkinan adanya ketidaktepatan penyaluran di lapangan tetap perlu diantisipasi. Karena itu, ia meminta semua pihak di daerah tengah Aceh, termasuk para relawan, agar menyalurkan bantuan secara adil dan sesuai kebutuhan.

“Kita juga mohon kepada Bapak Tagore Bupati Bener Meriah, supaya dengan seadil-adilnya membagi sembako. Karena kita tahu bahwa Bener Meriah tempat mereka hantar, karena di situ ada bandara yang boleh kita gunakan,” tutup Mualem.

Aceh Akan Terima Tambahan 10.000 Ton Beras dari Pemerintah Pusat

0
Ilustrasi beras. (Foto: Tempo)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Pemerintah pusat menyetujui penyaluran tambahan 10.000 ton beras untuk Provinsi Aceh. Kebijakan ini merespons permohonan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang terdampak banjir dan longsor.

Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional, Andi Amran Sulaiman, mengatakan bahwa pemerintah pusat mengabulkan permintaan tersebut sebagai bagian dari dukungan pemulihan pascabencana.

“Alhamdulillah, atas nama Pemerintah Pusat kami menyetujui permohonan 10.000 ton beras dari Pak Gubernur Mualem untuk Aceh. Ini merupakan alokasi khusus untuk mendukung pemulihan pascabencana, di mana stok beras nasional kita saat ini sangat cukup, bahkan kami siapkan tiga kali lipat lebih tinggi dari permintaan Mualem,” ujar Amran dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/10/2025).

Amran menjelaskan bahwa penyaluran tambahan beras itu akan dilaksanakan dalam pekan ini oleh Perum Bulog Divre Aceh. Distribusinya dilakukan melalui mekanisme bantuan pangan dan stabilisasi pasokan harga (SPHP) agar tepat sasaran sekaligus menjaga keterjangkauan harga beras di daerah tersebut.

Tambahan 10.000 ton ini melengkapi alokasi awal 10.614 ton beras yang telah ditetapkan untuk Aceh, sebagai bagian dari program darurat nasional untuk tiga provinsi di Sumatera: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dengan total alokasi 34.000 ton.

Permohonan ini diajukan seiring penanganan dampak bencana yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur pertanian di Aceh.

Amran memastikan cadangan beras pemerintah (CBP) dalam kondisi aman. Per 8 Desember 2025, stok beras nasional di gudang Perum Bulog mencapai 3,68 juta ton. Jumlah ini disebut sebagai yang tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir dan jauh melampaui rata-rata stok akhir tahun yang biasanya berada di kisaran 1,2–1,5 juta ton.

Dengan stok tersebut, kata Amran, pemerintah memiliki cadangan tiga kali lipat dari kebutuhan bulanan nasional.

“Dengan stok 3,68 juta ton, kita punya cadangan tiga kali lipat dari kebutuhan bulanan nasional. Jadi permohonan 10 ribu ton ini sangat kecil dibandingkan stok kita. Aceh akan kami pastikan tercukupi, dan seluruh Indonesia tetap aman hingga panen raya Maret-April 2026,” ujarnya.

Muslim Ayub Dorong Pembangunan Barak Darurat untuk Korban Banjir dan Longsor di Aceh

0
usk2024Anggota Komisi XIII DPR RI, Muslim Ayub. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | JAKARTA – Anggota Komisi XIII DPR RI, Muslim Ayub, meminta pemerintah segera membangun barak hunian sementara bagi warga terdampak banjir bandang yang kembali melanda sejumlah wilayah di Aceh. Ia menilai kebutuhan barak darurat ini sangat mendesak agar penanganan korban dapat dilakukan secara lebih tertib, cepat, dan tepat sasaran.

Menurut Muslim, upaya penanganan bencana tidak cukup berhenti pada proses evakuasi dan penyaluran bantuan. Ia menekankan perlunya manajemen penampungan yang terstruktur sehingga tidak terjadi tumpang tindih data serta keterlambatan bantuan.

Kondisi para pengungsi yang saat ini tersebar di posko-posko darurat, masjid, kolong jembatan, tenda darurat, hingga menumpang di rumah kerabat, dinilai sangat memprihatinkan. Ia menegaskan bahwa relokasi sementara ke barak menjadi kebutuhan mendesak.

“Pembangunan barak sementara sangat penting agar korban memiliki tempat tinggal yang teratur dan aman. Hal ini juga akan memudahkan pihak berwenang dalam melakukan pendataan secara terpadu serta mendistribusikan bantuan dengan lebih efisien,” ujar Muslim Ayub, di Jakarta, Rabu 10 Desember 2025.

Ia menambahkan, persoalan serupa hampir selalu muncul setiap kali banjir bandang menerjang Aceh: warga kehilangan rumah, mengungsi secara terpencar, dan kesulitan memperoleh kebutuhan dasar seperti makanan, layanan kesehatan, hingga logistik.

Muslim meyakini, barak sementara yang terpusat akan mempercepat penanganan korban, mempermudah koordinasi antar-instansi, dan membuat proses distribusi bantuan berjalan lebih transparan.

“Dengan barak yang terstruktur, korban lebih terorganisir dan kebutuhan mereka dapat dipenuhi dengan lebih baik. Ini bukan hanya soal hunian sementara, tetapi soal menjaga keselamatan dan martabat warga yang terdampak,” tambahnya.

Ia berharap pemerintah daerah dan pemerintah pusat segera merespons usulan tersebut dengan memulai pemetaan lokasi, merancang fasilitas, serta memobilisasi anggaran darurat. Menurutnya, Aceh membutuhkan pendekatan penanggulangan bencana yang tidak hanya reaktif, tetapi juga sistematis dalam menghadapi bencana berulang.

Usulan ini juga menjadi pengingat agar pemerintah memperkuat tata kelola penanganan bencana, khususnya di wilayah-wilayah yang rentan banjir bandang, sehingga masyarakat tidak terus-menerus menjadi korban siklus bencana yang sama.

“Korban butuh kepastian tempat tinggal sementara yang layak. Negara harus hadir secara nyata,” tutup Muslim Ayub.

AHY Sebut Kebutuhan Anggaran Rehabilitasi Pascabencana di Sumatra–Aceh Lampaui Rp 50 Triliun

0
Banjir yang melanda Aceh Tamiang. (Foto: Antara/Erlangga Bregas Prakoso)

NUKILAN.ID | JAKARTA- Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), memperkirakan kebutuhan anggaran untuk memperbaiki infrastruktur pascabencana di wilayah Sumatra–Aceh mencapai lebih dari Rp 50 triliun.

Dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (9/12/2025), AHY mengungkapkan bahwa perhitungan awal tersebut merupakan hasil komunikasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Saya baru saja kemarin berkomunikasi dengan Menteri Pekerjaan Umum. Kalkulasi awalnya membutuhkan anggaran Rp 50 triliun. Kalkulasi awal ya, ini tentu tidak bisa saya katakan definitif karena masih terus berkembang,” ujarnya.

AHY menjelaskan bahwa estimasi tersebut dihitung untuk kebutuhan percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi setelah masa tanggap darurat berakhir. Saat ini, status tanggap darurat bencana masih diperpanjang selama 14 hari.

Ia menegaskan bahwa perencanaan anggaran sejak dini menjadi penting mengingat besarnya biaya yang diperlukan untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat banjir, longsor, dan bencana lainnya.

“Di sinilah akan membutuhkan anggaran yang juga tidak sedikit. Jadi tentunya sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, kami semua disuruh menghitung, disuruh mempersiapkan dengan baik,” kata AHY.

Meski Presiden telah meminta percepatan pelaksanaan perbaikan, AHY mengingatkan agar langkah cepat tidak mengorbankan mutu pembangunan.

“Tidak boleh ada hal-hal yang tidak kita lakukan secara cepat tapi juga tidak boleh gerasa-gerusuh (terburu-buru) karena membangun kembali juga bukan berarti yang penting cepat, tapi juga harus kualitasnya bagus,” katanya menambahkan.

AHY juga menargetkan agar infrastruktur yang dibangun ulang nantinya memiliki ketahanan lebih baik sehingga tidak mudah terdampak bencana di masa depan.

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, juga menyampaikan perhitungan kebutuhan anggaran nasional untuk perbaikan rumah dan fasilitas umum yang rusak akibat banjir di Aceh dan sejumlah wilayah Sumatra, yakni sebesar Rp 51,82 triliun.

Ia merinci bahwa khusus Aceh, kebutuhan anggaran mencapai Rp 25,41 triliun, mencakup kerusakan rumah hingga lahan pertanian. BNPB mencatat total 37.546 rumah rusak dengan kategori sedang hingga berat.

Sementara itu, Sumatra Utara membutuhkan Rp 12,88 triliun untuk perbaikan infrastruktur terdampak banjir. Adapun Sumatra Barat memerlukan Rp 13,52 triliun, meski beberapa daerah di provinsi tersebut telah menunjukkan kondisi yang lebih baik kecuali dua kabupaten yang membutuhkan penanganan khusus.

Mendagri Jelaskan Rangkaian Keberangkatan Umrah Bupati Aceh Selatan di Tengah Bencana

0
Mendagri Jelaskan Rangkaian Keberangkatan Umrah Bupati Aceh Selatan di Tengah Bencana. (Foto: Kemendagri)

NUKILAN.ID | JAKARTA — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memaparkan secara rinci kronologi keberangkatan umrah Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, dalam konferensi pers Kemendagri di Jakarta, Selasa (9/12/2025).

Menurut Tito, Mirwan telah mengajukan izin ke luar negeri pada 22 November 2025, jauh sebelum banjir dan longsor melanda sejumlah wilayah di Sumatera.

“Tanggal 24 November mulai terjadi banjir dan longsor di beberapa wilayah. Tanggal 27 November Gubernur menetapkan tanggap darurat,” ujarnya.

Namun, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menolak permohonan izin tersebut pada 28 November karena provinsi sedang berada dalam status darurat bencana. Tito menegaskan bahwa permohonan itu berhenti di tingkat provinsi dan tidak pernah sampai ke pemerintah pusat.

Setelah penolakan itu, Mirwan sempat kembali ke Aceh dan melakukan kegiatan membantu warga terdampak bencana. Meski demikian, pada 2 Desember, ia tetap berangkat menunaikan ibadah umrah melalui Bandara Sultan Iskandar Muda.

Tito mengungkapkan bahwa dirinya langsung menghubungi Mirwan setelah mengetahui keberangkatan tersebut. Dalam percakapan itu, Mirwan mengakui tidak memiliki izin resmi.

“Saya tanyakan apakah ada izin keberangkatan. Yang bersangkutan mengaku pernah mengajukan tetapi tetap berangkat,” ujarnya.

Karena tindakan itu dianggap melanggar ketentuan, Kemendagri menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada Mirwan selama tiga bulan. Untuk menjaga kelangsungan pemerintahan, Wakil Bupati Baital Mukadis ditunjuk sebagai pelaksana tugas bupati sesuai regulasi.

Sebelumnya, Mirwan telah menyampaikan permohonan maaf melalui media sosial. Ia mengakui keberangkatannya memicu kegaduhan di tengah publik.

‎”Dengan segala kerendahan hati, menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan serta kekecewaan banyak pihak. Terutama kepada Presiden Prabowo Subianto, Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Muzakir Manaf, dan seluruh masyarakat Aceh Selatan,” ujarnya.

Kunjungi Aceh Tamiang, Anies Baswedan Hibur Anak Korban Banjir dengan Dongeng di Tenda Pengungsian

0

NUKILAN.ID | KUALA SIMPANG – Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus mantan calon presiden, Anies Baswedan, menghabiskan malam bersama anak-anak korban banjir di Aceh Tamiang, Selasa (9/12/2025). Di dalam tenda pengungsian yang remang, Anies menghibur anak-anak dengan mendongeng sambil menyerahkan bantuan logistik di salah satu wilayah terdampak paling parah.

Di Dusun Landuh, keceriaan masa kecil seakan hilang tertutup kelelahan setelah berhari-hari tinggal di tenda darurat. Namun malam itu, suasana berubah ketika Anies—yang disapa Abah oleh sebagian warga—duduk bersila, dikelilingi puluhan anak. Dengan cahaya senter sebagai penerang, ia membawakan kisah seorang anak bernama Badu yang gemar berbohong hingga akhirnya benar-benar digigit buaya.

Bagian paling penting dari dongeng itu ia tekankan melalui interaksi langsung.
“Apa pelajarannya di sini? Tidak boleh apa? Bohong,” ucap Anies.
Anak-anak serempak menjawab lantang, “Harus jujur.”

Tawa pun pecah ketika Anies memperagakan bagian-bagian cerita, membuat anak-anak lupa sejenak pada situasi sulit yang mereka hadapi. Mengenakan rompi biru bertuliskan weAreHumanies dan syal bermotif hitam putih, Anies terlihat hangat di tengah kesederhanaan tenda, tempat pakaian dan tas warga menggantung pada kayu penopang.

Malam itu, tenda yang biasanya muram berubah menjadi ruang penuh senyum dan pesan moral tentang kejujuran.

Selain berbagi cerita dengan anak-anak, Anies juga meninjau salah satu desa yang mengalami kerusakan terparah. Kunjungan tersebut tidak dipublikasikan secara luas, hanya terlihat melalui sebuah unggahan akun TikTok “Apa Aja”.

Di desa tersebut, ia berada di sebuah pondok pesantren yang masih berdiri kokoh meski banyak rumah warga rata oleh air bah dan hantaman kayu besar dari pegunungan. Di dekatnya, sebuah masjid masih berdiri teguh di antara puing-puing.

Saat berbicara dengan seorang ustadz, Anies menyebut banjir Aceh Tamiang sebagai cobaan berat. Ia menilai keberadaan pesantren turut melindungi permukiman warga.

“Tadi bapak bilang kayu ini dengan akar-akarnya, iya ini artinya kayu ini kan langsung dari hutan ada yang sudah terpotong-potong juga ya,” ucapnya.

Ia menambahkan, “InshaAllah, dalam suasana seperti ini berbicara hikmah memang sulit. Tapi kita percaya hikmah itu ada.”

Anies juga mengingatkan bahwa lokasi itu pernah terkubur pada 2005, namun ia yakin pondok pesantren tersebut akan terus berkembang.

“Ini justru jadi catatan dan sejarah bahwa daerah ini pernah diterpa gempa, pernah dilanda suasana seperti saat ini, terus bangkit. Pondok pesantren ini semakin tua semakin kokoh. Biar masjid ini menjadi simbol. Namanya masjid apa?” tanyanya.

Ustadz menjawab, “Masjid Assunnah, Pesantren Darul Mukhlisin.”

Banjir bandang dan longsor yang melanda 12 kecamatan di Aceh Tamiang menimbulkan korban besar. BPBD Aceh Tamiang mencatat 58 warga meninggal, 23 hilang, dan lebih dari 262.000 jiwa harus mengungsi. Laporan BNPB juga menyebut total korban bencana di Sumatra mencapai 961 orang meninggal dan 293 hilang.

Ketua PWI Langsa, Putra Zulfirman, menyampaikan kondisi kesehatan para pengungsi menurun. Banyak warga, terutama anak-anak, mulai terserang ISPA, demam, penyakit kulit, serta gangguan pencernaan akibat sanitasi buruk.

“Warga yang mengungsi banyak mengalami ISPA, batuk, demam, penyakit kulit, dan gatal-gatal. Anak-anak juga mulai mengalami gangguan pencernaan akibat kondisi lingkungan yang tidak higienis,” ujarnya.

Seorang pengungsi juga menuturkan keterbatasan fasilitas dasar. “Kami sudah seminggu di tenda, anak-anak sering batuk dan demam. Air bersih sangat terbatas.”

Di tengah situasi sulit itu, dongeng sederhana dan kunjungan Anies memberi sedikit hiburan sekaligus pengingat bahwa nilai kejujuran dan semangat bangkit tetap harus dijaga. Di balik riuh tawa anak-anak dan kokohnya masjid yang tersisa, terpancar harapan kecil bagi Aceh Tamiang untuk kembali bangkit.

Bukan Saatnya Gengsi: Sumatera Butuh Bantuan Dunia

0
Tampak foto udara yang diambil menggunakan drone ini menunjukkan wilayah yang terdampak banjir bandang di Aceh Tamiang, Pulau Sumatra, Kamis 4 Desember 2025. (AP Photo/Binsar Bakkara)

NUKILAN.ID | OPINI – Bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatra kembali memperlihatkan betapa rentannya masyarakat ketika negara tidak bergerak cukup cepat merespons situasi darurat. Di tengah kerusakan yang meluas dan ribuan warga yang dipaksa mengungsi, keputusan untuk menolak bantuan internasional bukan hanya tidak bijaksana, tetapi juga berpotensi memperpanjang penderitaan warga yang masih berjuang untuk bertahan hidup.

Kerusakan infrastruktur yang parah, terhambatnya distribusi logistik, hingga beban anggaran daerah yang kian menipis menunjukkan bahwa kapasitas pemerintah daerah sudah berada di ambang batas. Beberapa kepala daerah bahkan menyurati Presiden untuk meminta bantuan langsung dari pemerintah pusat karena mengaku tidak mampu menangani situasi dengan sumber daya yang mereka miliki. Pada titik ini, jelas bahwa krisis seperti ini tidak bisa dibebankan hanya kepada daerah. Ketika skala bencana melampaui kemampuan lokal, maka seluruh mekanisme nasional harus diaktifkan—termasuk membuka ruang bagi bantuan internasional.

Pengalaman Indonesia pada masa lalu sebenarnya menawarkan pelajaran berharga yang tidak seharusnya dilupakan. Tsunami Aceh 2004 menjadi bukti kuat bahwa keterbukaan terhadap bantuan global justru mempercepat proses pemulihan. Ketika itu, lebih dari 50 negara datang membantu, membawa dukungan finansial, teknis, dan kemanusiaan. Kolaborasi global tersebut memungkinkan percepatan rekonstruksi infrastruktur, normalisasi layanan publik, serta rehabilitasi jangka panjang yang berjalan dengan lebih terukur dan transparan. Berkat dukungan tersebut, Aceh bangkit jauh lebih cepat dibanding banyak prediksi awal. Sejarah ini seharusnya menjadi rujukan strategis bagi pemerintah hari ini untuk melihat bahwa bekerja bersama dunia bukanlah kelemahan, melainkan bentuk keberanian moral untuk mengutamakan keselamatan warga.

Lebih jauh, penting untuk ditegaskan bahwa menerima bantuan asing bukanlah pelanggaran kedaulatan. Indonesia telah mengatur secara jelas peran komunitas internasional dalam penanggulangan bencana melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 serta Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008. Regulasi tersebut dirancang agar negara dapat memaksimalkan semua sumber daya ketika bencana berada di luar kemampuan daerah atau bahkan nasional. Mengabaikan peluang bantuan asing berarti tidak memanfaatkan instrumen hukum yang memang dibuat untuk melindungi rakyat.

Berbagai penelitian global juga menunjukkan bahwa keterlibatan internasional dalam penanganan bencana dapat mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi. Dukungan finansial untuk rekonstruksi terbukti mampu membantu aktivitas ekonomi kembali berjalan, termasuk bagi usaha mikro dan kecil yang menjadi tulang punggung masyarakat lokal. Pengalaman di berbagai negara, seperti pemulihan pascagempa Wenchuan di Tiongkok pada 2008, memperlihatkan bagaimana bantuan rekonstruksi mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah terdampak serta mempersingkat masa pemulihan. Semua itu berangkat dari kesadaran bahwa makin cepat infrastruktur pulih—jalan, jembatan, sekolah, fasilitas kesehatan—maka makin cepat pula masyarakat dapat kembali beraktivitas secara normal.

Pada akhirnya, pemulihan pascabencana bukan hanya soal membangun ulang bangunan yang runtuh. Ini tentang anak-anak yang harus kembali bersekolah, para orang tua yang perlu bekerja untuk menghidupi keluarga, guru dan murid yang menantikan lancarnya proses belajar, serta masyarakat yang ingin kembali menjalani hidup yang bermartabat. Setiap hari yang terlewati tanpa respons cepat adalah hari yang memperpanjang penderitaan.

Karena itu, skala kerusakan yang terjadi di Sumatra, ditambah keterbatasan fiskal daerah serta permintaan langsung dari para kepala daerah, sebenarnya cukup kuat untuk menjadi dasar penetapan status Bencana Nasional. Penetapan ini akan membuka jalan bagi koordinasi yang lebih luas, mobilisasi anggaran yang lebih besar, serta akses formal untuk menerima bantuan internasional yang dapat mempercepat pemulihan.

Menerima bantuan dunia bukanlah tanda lemahnya negara. Sebaliknya, itu adalah wujud kedewasaan politik serta komitmen kemanusiaan bahwa keselamatan rakyat harus ditempatkan di atas semua kepentingan lain. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sipil, organisasi kemanusiaan, hingga lembaga internasional harus bergerak bersama dalam bingkai kolaborasi yang tulus. Di tengah situasi di mana nyawa dipertaruhkan, yang diperlukan bukanlah gengsi, melainkan keberanian untuk membuka diri.

Sudah saatnya pemerintah melihat bencana ini sebagai panggilan kemanusiaan. Jika bantuan internasional dapat mempercepat pemulihan dan menyelamatkan lebih banyak warga, maka tidak ada alasan untuk menutup diri. Pada momen seperti ini, yang harus diutamakan hanyalah rakyat.

Penulis: Aldi

Mirwan MS Akan Jalani Magang di Ditjen Adwil Kemendagri Selama Pemberhentian Sementara

0
Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian. (Foto: Nukilan.id)

NUKILAN.ID | JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian resmi memberhentikan sementara Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, selama tiga bulan. Untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan, Tito menunjuk Wakil Bupati Baital Mukadis sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Aceh Selatan.

“Plt-nya yaitu Wakil Bupatinya Bapak Haji Baital Mukadis, menyatakan siap menjalankan tugas sebagai Plt,” ujar Tito di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025).

Tito menjelaskan, selama masa pemberhentian sementara, Mirwan MS akan menjalani pola pembinaan yang sama seperti yang diberlakukan kepada Bupati Indramayu Lucky Hakim. Program tersebut mencakup magang di Direktorat Jenderal Bina Administrasi Wilayah (Ditjen Adwil), serta mengikuti pendidikan bersama Satpol PP dan unsur lainnya.

“Mungkin yang bersangkutan belum terlatih bagaimana menangani krisis,” kata Tito.

Keputusan ini tak lepas dari polemik yang mencuat setelah Mirwan MS menjalankan ibadah umrah ketika wilayah Aceh Selatan tengah dilanda banjir dan warganya mengalami kesulitan. Sikap tersebut memicu kritik luas dari masyarakat dan disebut turut membuat Presiden Prabowo Subianto kecewa.

Sebelumnya, Mirwan MS telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Dalam pernyataannya, ia menegaskan penyesalan atas keputusan berangkat umrah di tengah bencana.

“Saya haji mirwan selaku bupati Aceh Selatan dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanannya, keresahan, dan kekecewaaan banyak pihak, terutama kepada bapak presiden republik indonesia Prabowo Subianto dan bapak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan juga bapak Gubernur Aceh Muzakir Manaf serta seluruh lapisan masyarakat indonesia, masyarakat aceh, dan masyarakat kabupaten aceh selatan pada khususnya,” kata Mirwan yang dikutip, Selasa (9/12/2025).

Mirwan mengakui bahwa keberangkatannya ke Tanah Suci di tengah bencana telah menyita perhatian publik dan menimbulkan kegaduhan. Meski begitu, ia menegaskan tidak berencana mengundurkan diri dan berkomitmen tetap bekerja dalam upaya penanggulangan bencana di Aceh Selatan. (XRQ)

Bupati Aceh Selatan Mirwan MS Dinonaktifkan Selama 3 Bulan, Wabup Baital Mukadis Resmi Jadi Plt

0
Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan MS bersama wakil bupati Aceh Selatan saat diwawancarai wartawan di ruang kerja Bupati Aceh Selatan, Tapaktuan, Selasa (18/2/2024) ( Foto : LarasNews.com)

NUKILAN.ID | JAKARTA –Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, resmi memberhentikan Mirwan MS dari jabatannya sebagai Bupati Aceh Selatan selama tiga bulan. Untuk memastikan roda pemerintahan di daerah tersebut tetap berjalan, Tito menunjuk Wakil Bupati Aceh Selatan, Baital Mukadis, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Aceh Selatan.

“Plt-nya yaitu Wakil Bupatinya Bapak Haji Baital Mukadis, menyatakan siap menjalankan tugas sebagai Plt,” ujar Mendagri Tito Karnavian di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025).

Tito menjelaskan, masa penunjukan tersebut berlaku mulai hari ini selama tiga bulan, sesuai dengan Surat Keputusan pertama mengenai pemberhentian sementara Mirwan Ms. SK itu juga telah dikirimkan kepada Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem.

Selama menjalani pemberhentian sementara, Mirwan MS akan mendapatkan pembinaan yang serupa dengan sanksi yang pernah diberlakukan kepada Bupati Indramayu Lucky Hakim. Termasuk di antaranya mengikuti magang di Direktorat Jenderal Bina Administrasi Wilayah (Ditjen Adwil) serta pelatihan bersama Satpol PP.

“Mungkin yang bersangkutan belum terlatih bagaimana menangani krisis,” kata Tito.

Polemik ini bermula dari keberangkatan Mirwan Ms untuk menunaikan ibadah umrah di saat wilayahnya terdampak banjir dan warganya mengalami kesulitan. Keputusan tersebut memicu reaksi keras publik, termasuk Presiden Prabowo Subianto.

Dalam sebuah pernyataan, Prabowo menyinggung kepala daerah yang dianggap “lari” dari tanggung jawab, meski tidak menyebut nama. Ia meminta Mendagri untuk segera memproses dan memberhentikan pejabat yang melakukan tindakan tersebut.

“Kalau yang mau lari, lari aja, copot itu. Mendagri bisa ya diproses. Bisa?,” ujar Prabowo. Ia juga menyebut tindakan meninggalkan tugas dalam situasi darurat sebagai bentuk desersi.

“Itu kalau tentara namanya desersi itu, dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah, waduh enggak bisa itu,” lanjutnya.

Sebelumnya, Mirwan Ms telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas keputusan berangkat umrah di tengah musibah banjir. Permintaan maaf itu ditujukan kepada pihak-pihak yang merasa kecewa, termasuk Presiden Prabowo, Mendagri Tito, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, serta masyarakat.

“Saya haji mirwan selaku bupati Aceh Selatan dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanannya, keresahan, dan kekecewaaan banyak pihak,” ujar Mirwan dalam pernyataannya, Selasa (9/12/2025).

Ia mengakui bahwa keputusannya menimbulkan kegaduhan serta memengaruhi stabilitas, namun berkomitmen tetap bekerja untuk penanggulangan bencana di Aceh Selatan.

“Kami berjanji akan terus bekerja bertanggung jawab terhadap Kabupaten Aceh Selatan pascabanjir. memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa yang akan datang,” kata Mirwan. (XRQ)