Beranda blog Halaman 1925

Perseteruan DPRA dan Pemerintah Aceh Hanya Sandiwara, Pokir Akhirnya Diakomodir

0
Ketua FPMPA Muhammad Jasdi, (foto: Dok Ist)

Nukilan.id – Drama bertajuk “benci-benci namun rindu jua” patut disematkan dalam adegan sandiwara yang kini dilakonkan oleh legislatif dan eksekutif Aceh. Pasalnya, di publik legislatif dalam hal ini seakan-akan begitu memprotes keras kebijakan – kebijakan Pemerintah Aceh yang tak betul, namun pada dasarnya yang dilakukan adalah mencolek bagian-bagian yang tak begitu subtansial untuk menutupi subtansi persoalan yang mesti dilakukan legislatif sebenarnya.

“Adegan berjudul penolakan Raqan Pertanggungjawaban Gubernur T.A. 2020 tersebut sebenarnya bukanlah sesuatu yang luar biasa dari kinerja DPRA dalam menjalankan fungsi pengawasan, karena berdasarkan UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah hingga UUPA sendiri, tak ada konsekuensi hingga sanksi sama sekali bagi pemerintah daerah apabila pertanggung jawabannya ditolak legislatif. Apalagi, sampai hari ini tidak ada satupun subtansi persoalan yang ditemukan dan ditindaklanjuti ke ranah yang lebih serius. Publik hari ini kembali terkecoh, karena masih ada beberapa PR utama DPRA dalam menjalankan fungsi pengawasannya namun pandangan publik seakan sengaja dialihkan kepada persoalan pertanggung jawaban ini, dikarenakan pembagian kue refokusing DPR Aceh minim peluang mendapat bagian, sehingga tentunya mereka tidak berkenan menjadi pihak yang bertindak mencuci piring yang telah dikotori,” ungkap koordinator Gerakan Mahasiswa Pemuda Aceh (GMPA) Muhammad Jasdi kepada media, Jum’at (03/08/2021).

Menurut pria yang akrab disapa Jhon itu, pergelokan penolakan pertanggungjawaban Gubernur itu sendiri seakan-akan sengaja disetting dengan cara dramatis mungkin sehingga sedramatis mungkin agar publik tertarik dan terfokus perhatiannya.

“Inikan sengaja disetting ibarat pertandingan persahabatan bola dengan skor 5-4 yang menunjukkan DPRA menang tipis atas Gubernur sehingga begitu menarik bagi publik, dan seakan menjelaskan hak angket semakin tak mungkin dilanjutkan. Padahal di lain hal ada PR penting dalam pengawasan DPRA yang terbaikan. Beberapa diantara persoalan tersebut diantaranya kejelasan pengawasan yang dilakukan DPRA terkait kinerja-kinerja Pansus Tindak Lanjut temuan BPK RI dan Pansus Pengadaan Barang dan Jasa serta kejelasan tindak lanjut hak angket yang tertunda,” jelasnya.

Menurut Jhon, seharusnya pansus DPRA terkait persoalan temuan BPK sudah membongkar ke publik semua temuan yang belum ditindaklanjuti dan hasil tinjauan ke Lapangan. Begitu juga halnya dengan Pansus PBJ yang seyogyanya juga telah membongkar semua persoalan terkait pengadaan barang dan jasa di ULP Aceh yang didengung-dengungkan ada monopoli hingga pelanggaran tersebut.

“Faktanya hingga saat ini yang disampaikan Pansus DPRA itu juga pinggir-pinggirnya doank, sementara temuan-temuan yang didapatkan tak kunjung ditindaklanjuti ke tahap yang lebih serius. Bahkan temuan tersebut berpotensi dijadikan alat negosiasi untuk memuluskan rindu bertajuk ‘proyek pokir’. Jadi, perumpamaan ‘dilikeu tampa Ngon Jaroe Wie, Dilikot Gusuk Ngon Joe Neun’ sangat tepat dengan adegan yang tengah dimainkan DPRA saat ini,” katanya.

Tak hanya itu, Sijhon juga menyinggung persoalan perdebatan di tataran pansus DPRA terkait tindak lanjut temuan BPK RI dan eksekutif tentang waktu menindaklanjuti temuan.

“Inikan ada 2 versi, disatu sisi masih berpegangan 60 hari kerja yakni sampai tanggal 22 Juli 2021, namun secara jelas di dalam UU Nomor 15 tahun 2004 dan Peraturan BPK nomor 2 Tahun 2017 disebutkan waktunya 60 hari kelender atau sampai tanggal 3 Juli 2021. Intinya jika mengacu pada aturan itu terdapat lebih dari 96 dari 245 temuan BPK RI belum ditindaklanjuti pada batas waktu yang ditetapkan. Apa langkah kongkret DPRA selanjutnya, inikan harus dipertanyakan apalagi temuan yang belum ditindaklanjtuti itu tak disampaikan ke publik, padahal DPRA sudah ke lapangan dan fakta yang ditemukan bisa jadi lebih detail,” tambahnya.

Tak hanya itu, begitupun dengan pansus PBJ, mana temuan pelanggaran yang akan ditindaklanjuti, kecuali rekomendasi mempercepat serapan anggaran agar anggaran pokir dapat terealisasi. Bahkan kenapa DPRA tak berani meminta lembaga berkompeten melakukan audit forensik terkait PBJ di Pemerintahan Aceh.

“Ini adalah dasar bahwa sangat pantas dikatakan semua skema yang dilakukan tak lebih untuk negosiasi memuluskan laju realisasi pokir,”lanjutnya.

Akhirnya Pokir DPRA Dieksekusi

Masih kata Jhon, fakta menunjukkan bahwa “adegan rindu” bertajuk Pokir dewan sudah di akomodir, sehingga semakin jelas bahwa ternyata DPRA selama ini hanya berteriak di depan masyarakat saja, tetapi di belakang terbukti melakukan deal-dealan politik dengan gubernur, bagaimana tugas pengawasan bisa berjalan apabila kucing dan tikus masih makan bersama.

Berdasarkan pantauan kami, pasca adegan sandiwara legislatif dan eksekutif berhasil dan bisa jadi negosiasi drama telah tercapai, para koordinator pokir dewan sudah mulai memasuki gedung BPBJ.

“Info yang kami telusuri, semua pekerjaan Pokir dewan yang ditender dikoordinir oleh salah satu kasi di BPBJ inisial AU. Dimana tugas saudara AU ini menjembatani para dewan dengan para pokja, dan saudara AU memaksa para pokja untuk memenangkan paket pokir sesuai arahan dewan. Bisa jadi ini bagian terkait dari isu tentang kehadiran mendadak kepala ULP atas panggilan ke gedung DPRA tengah malam pasca pembahasan RPJ yang sempat tersebar di medsos,” bebernya.

Pengarahan pemenang dalam tender yang dilakukan berpotensi melanggar Perpres Nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

“Apabila pokir dewan di akomodir apa nantinya tidak melanggar hukum dalam pelaksanaan lelang apabila dilakukan pengarahan dan pengaturan khusus seperti itu. Ditambah lagi dengan penggunaan otsus yang diperuntukkan untuk pokir yang nilainya di bawah Rp. 500 juta atau bahkan PL juga sudah ditayang di ULP saat ini.

Menurutnya, Qanun tentang pelaksanaan Dana Otsus yang dibuat sendiri oleh DPRA yang membatasi penggunaan otsus Rp. 500 juta agar penggunaan otsus terukur dan tidak dipergunakan untuk hal receh-receh.

“Sumber mayoritas program pokir DPRA itu sebelumnya hampir semua dari Otsus, dan tidak terjadi perubahan karena belum dilakukan APBA Perubahan. Tapi, fakta menunjukkan di LPSE sebagian pokir yang telah tayang anggarannya Rp. 200 juta ke bawah. Inikan berpotensi melanggar Qanun Penggunaan Otsus yang telah dibuat oleh legislatif sendiri yang menyatakan penggunaan otsus harus untuk program yang besarannya minimal Rp.500 juta dan sampai detik ini Qanun itu masih berlaku, belum dirubah,”pungkasnya.

Doa Paling Mustajab di Hari Jum’at

0

Nukilan.id – Jum’at mubarok. Hari Jumat adalah hari spesial bagi umat Islam.

Jumat adalah hari keenam dalam satu pekan. Kata Jumat diambil dari Bahasa Arab, Jumu’ah yang berarti beramai-ramai, diambil dari tata cara ibadah kaum Muslim yang dilakukan pada hari ini. Jumu’ah memiliki akar sama dengan Jama’ yang berarti banyak dan juga Jima’ yang artinya bergabung.

Jumat juga merupakan hari di mana Nabi Adam AS diciptakan dan dicabut nyawanya, terompet Malaikat Israfil ditiupkan, berakhirnya kehidupan manusia di dunia dan beberapa peristiwa besar lainnya yang terjadi di hari Jumat.

Dikutip dari Nu.or.id, hari Jumat adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak shalat, zikir, shalawat, dan ibadah lainnya.

Di antara hal yang sangat dianjurkan dilakukan di hari Jumat adalah memperbanyak doa baik di malam harinya ataupun di waktu siangnya. Sebagaimana dijelaskan banyak hadits Nabi, terdapat satu waktu di antara satu kali 24 jam di hari Jumat yang sangat manjur untuk dibuat berdoa.

Ulama mengisitilahkan waktu tersebut dengan “Sa’atul Ijabah” (waktu terkabulnya doa). Barangsiapa berdoa di waktu tersebut, maka segala permintaannya akan terkabul.

Dalam hadits riwayat Al-Bukhari disebutkan sungguh Rasulullah SAW menyebut hari Jumat kemudian berkomentar perihal Jumat, ‘Pada hari itu terdapat waktu yang tidaklah seorang Muslim menemuinya dalam keadaan beribadah seraya ia meminta kepada Allah sesuatu hajat, kecuali Allah mengabulkan permintaannya.’ Rasulullah memberi isyarat dengan tangannya bahwa waktu tersebut sangat sebentar,” (HR Al-Bukhari).

Tidak ada keterangan hadits Nabi yang secara tegas menjelaskan penentuan waktu ijabah tersebut, bahkan beberapa di antaranya saling berlawanan. Karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai penentuan waktunya.

Menurut mayoritas ulama madzhab Syafi’i, waktu ijabah yang paling diharapkan adalah waktu di antara duduknya khatib di atas mimbar sebelum ia berkhutbah dan salamnya Imam jamaah shalat Jumat. Pendapat tersebut bertendensi kepada hadits riwayat Imam Muslim dan Imam Abi Dawud yang menyebutkan waktu berdoa yang diijabah adalah waktu di antara duduknya imam sampai selesainya shalat Jumat,’” (HR Muslim dan Abi Dawud).

Mengenai rentang waktu sebagaimana diterangkan hadits tersebut, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan bahwa waktu ijabah tersebut tidak keluar dari rentang waktu ini, bukan keseluruhan rentang waktu tersebut, karena waktu ijabah sangat singkat sekali.

Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa cara berdoa saat khutbah berlangsung adalah dengan dibaca dalam hati, tidak perlu diucapkan dengan lisan. Demikianlah penjelasan mengenai waktu yang paling ampuh untuk berdoa di hari Jumat. Perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini tidak bisa dihindarkan.

Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan waktu ijabah terjadi. Oleh karena itu, sebaiknya selama hari Jumat berlangsung kita dianjurkan untuk senantiasa memperbanyak doa dan ibadah serta melepas urusan-urusan duniawi, dengan harapan dapat menjumpai waktu ijabah yang sangat sebentar tersebut. [bisniscom]

Pelayanan Kesehatan Kurang Optimal, DPRA Usul Kembalikan Program JKA

0
Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Muslim Syamsuddin, ST, M.A.P, (Foto: Nukilan/Hadiansyah)

Nukilan.id – Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Muslim Syamsuddin, ST, M.A.P, menyampaikan bahwa, pelaksanaan pelayanan kesehatan di Aceh masih kurang optimal dilaksanakan. Hal ini disebabkan masih banyaknya keluhan masyarakat Aceh terkait pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Dalam undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyatakan bahwa, memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta kontrol pelaksanaan program jaminan kesehatan di provinsi Aceh dipandang perlu untuk kembali melaksanakan program JKA yang dipandang efektif dan efesien dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada seluruh masyarakat Aceh,” kata Muslim dalam sidang paripurna DPRA tahun 2021 dalam rangka persetujuan penetapan rancangan qanun usul inisiatif DPRA di Aula Utama DPRA Banda Aceh, Kamis (2/9/2021).

Menurut Muslim, perubahan qanun Aceh nomor 4 tahun 2010 tentang kesehatan merupakan usul inisiatif DPRA yang telah ditetapkan oleh dewan perwakilan rakyat Aceh sebagai rancangan qanun usul inisiatif DPRA bertujuan untuk mewujudkan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) sesuai amanat undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh jo. qanun Aceh nomor 4 tahun 2010 tentang kesehatan serta meningkatkan pelayanan untuk mencapai derajat kesehatan rakyat Aceh yang optimal penting dilakukan perubahan guna melengkapi dan menyesuaikan norma-norma yang terkandung di dalam qanun kesehatan Aceh.

“Dalam rangka mewujudkan peningkatan pelayanan optimal bagi masyarakat Aceh di bidang kesehatan, maka Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Aceh (BPJKA) sebagai organ/badan/instansi yang berwenang mendapatkan pengaturan lebih lanjut terkait tugas dan kewenangannya di dalam perubahan qanun kesehatan, disamping itu penting pula untuk mengatur pembentukan organ kontrol internal sebagai pengawas dalam melaksanakan tupoksi BPJKA guna menjamin pelaksanaan pelayanan kesehatan yang optimal bagi rakyat Aceh,” jelasnya.

Oleh karena itu, Muslim menegaskan bahwa, pemerintah Aceh dipandang perlu untuk memiliki komitmen dan konsistensinya untuk berpegang teguh pada undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh dalam melaksanakan penyelesaian berbagai permasalahan yang muncul atas pelaksanaan program BPJS kesehatan yang selama ini terjadi.

“Perubahan ini bertujuan untuk memberikan pengaturan lebih lanjut untuk mengatur secara mandiri penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Aceh sebagaimana telah pernah diterapkan dan berhasil dilaksanakan oleh pemerintah Aceh terdahulu, sehingga perubahan qanun nomor 4 tahun 2010 tentang kesehatan ini ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui program JKA yang dipandang penting untuk dikembalikan dan diberikan kepada seluruh rakyat Aceh,” pungkasnya.

Reporter: Hadiansyah

AHY Menyapa 13 Ketua DPC Demokrat dan Perempuan Petani di Bireuen

0
(Foto: Nukilan/JI)

Nukilan.id – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, menyapa secara virtual 13 Ketua DPC dan petani Perempuan di SDN 14 Bireuen, Gampong Meunasah Gadung, Kota Juang, Kabupaten Bireuen, Jum’at (3/9/2021).

Pada kesempatan itu AHY menyampaikan agar kader utama partai Demokrat di Aceh agar terus menjalankan amanah rakyat, dan selalu peduli pada mereka yang terdampak Covid-19.

“Kader utama Partai harus terus bergerak membantu Rakyat,” kata AHY.

Kehadiran 13 Ketua DPC sekaligus mengisi bulan Bakti Partai Demokrat, selain mengunjungi perempuan petani binaan Demokrat, rombongan 13 Ketua DPC bersama anggota DPR RI H. Muslim, SHi juga melakukan kunjungan donor darah dan pelaksanaan Vaksin.

AHY juga menyinggung keberadaan Muslim di Aceh yang punya kualitas sebagai kader utama, agar terus bersama-sama kader partai melakukan yang terbaik untuk Partai.

AHY juga menyampaikan apabila dirinya sangat mengingat Bireuen, karena pada Ramadhan lalu sempat berkunjung ke Kota Juang ini.

13 DPC yang disapa secara khusus oleh AHY adalah:

  • HT. Ibrahim ST.M.M (Ketua DPC Aceh Besar)
  • Arif Fadillah, S.I.KOM.M (Ketua DPC Kota Banda Aceh)
  • H. Herman, SE (Ketua DPC Aceh Barat)
  • Mirnawati, SE (Ketua DPC Aceh Timur)
  • T. Sopianus, SE (Ketua DPC Kota Lhokseumawe
  • Tantawi SHI (Ketua DPC Aceh Utara)
  • DR. Muzakkar A. Gani (Ketua DPC Bireuen)
  • Indra Nasution (Ketua DPC Kota Sabang)
  • Drh. Nurdiansyah Alasta (Ketua DPC Aceh Tenggara)
  • Syahyuzar Aka. (Ketua DPC Kota Langsa) – – Rajudin (Ketua DPC Gayo lues)
  • T.Hasyimi Puteh (Ketua DPC Aceh jaya)
  • Hasdian Yasin (Ketua DPC Simeulue)

[red]

(Foto: Nukilan/JI)

Duduk Perkara Dosen Unsyiah Saiful Mahdi Dikriminalisasi Usai Kritik Kampus

0

Nukilan.id – Seorang dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi terancam mendekam di balik jeruji penjara dalam perkara pencemaran nama baik yang dituduhkan kepadanya.

Kuasa hukum Saiful, Syahrul Putra Mutia menjelaskan, duduk perkara kasus ini berawal dari kritik Saiful terhadap proses penerimaan tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 25 Februari 2019.

Saiful mengkritik proses rekrutmen lantaran dirinya mengetahui adanya berkas peserta yang diduga tak sesuai persyaratan, namun tetap diloloskan oleh pihak kampus.

“Itu dikritik Saiful Mahdi melalui Whatsapp grup,” ujar Syahrul, dalam konferensi pers virtual, Kamis (2/9/2021).

Adapun kalimat kritik yang dilayangkan Saiful sebagai berikut:

“Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi”.

Syahrul menjelaskan, kata “korup” yang disampaikan Saiful mempunyai makna adanya sistem yang salah, dalam hal ini pelaksanaan tes CNPS dosen di lingkungan Fakultas Teknik.

Akan tetapi, kata “korup” tersebut dimaknai berbeda, yakni sebagai tuduhan adanya praktik korupsi oleh Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufiq Mahdi.

Tak terima atas kritik tersebut, Taufiq lantas melaporkan Saiful ke Polrestabes Banda Aceh dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Setelah dilaporkan, Saiful kemudian menjalani pemeriksaan. Tepat pada 2 September 2019, pihak penyidik Polrestabes Banda Aceh menetapkan Saiful sebagai tersangka pencemaran nama baik, dengan menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE.

Dalam perjalanan kasus ini, Saiful kemudian tetapkan bersalah dengan vonis 3 bulan penjara dan denda Rp 10 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 4 April 2020.

Saiful sendiri tak diam diri atas vonis tersebut. Ia kemudian mengajukan banding, namun ditolak. Begitu juga dengan upaya hukum kasasi yang juga ditolak.

Selanjutnya, tepat pada hari ini, Kamis, pihak Kejaksaan Negeri Banda Aceh dijadwalkan akan melakukan eksekusi putusan sebagai tindak lanjut vonis yang telah dijatuhkan ke Saiful.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyebut, putusan hukum yang diterima Saiful tak lepas dari kesewenangan dalam proses persidangan.

Di mana seorang ahli dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang dihadirkan dalam persidangan tersebut menyatakan, jika Saiful tak bisa dipidana. Akan tetapi, putusan majelis hakim berkata lain.

“Ini serangan balik kepada Pak Saiful,” tegas Isnur.[kompas.com]

Berkumpul di Kota ‘Juang’, Mayoritas DPC Kukuhkan Dukungan untuk Muslim

0

Nukilan.id – 13 Ketua DPC yang tergabung dalam Forum DPC Bersatu berkumpul di Bireuen dalam rangka Rapat Konsolidasi menjelang Musyawarah Daerah (MUSDA) ke V Partai Demokrat Aceh yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.

Konsolidasi ini bertujuan untuk kembali menyamakan pendangan dan komitmet untuk menyukseskan MUSDA dan mengukuhkan dukungan kepada Sdr. Muslim, SHI, MM untuk diusulkan menjadi calon Ketua Demokrat Aceh, periode 2021-2026.

Ketua Forum DPC Bersatu, T. Ibrahim mengatakan bahwa, mayoritas DPC berkumpul dalam rangka silaturahmi jelang MUSDA dan membahas beberapa hal penting diantaranya mematangkan kembali dukungan kepada Sdr. Muslim.

“Kami siap menyukseskan MUSDA dan telah bersepakat mengusulkan Bang Muslim sebagai Nahkoda Demokrat Aceh yang akan datang’’.

Ia menambahkan bahwa komitmen dan dukungan terhadap Muslim telah diformalkan dalam bentuk surat dukungan yang akan segera diserahkan ke Steering Committee (SC) Panitia Musda.

“13 DPC telah menandatangani surat pernyataan Dukungan resmi, dan senin kami akan antar langsung ke SC”, tutup Ketua Fraksi Partai Demokrat Aceh ini.

Sementara itu, Ketua DPC Bireuen, Muzakkar A. Gani yang hadir dalam rapat menambahkan bahwa, forum Silaturahmi ini juga membahas beberapa hal antara lain penting nya Regenerasi kepemimpinan dalam menghadapi situasi yang sangat dinamis di Aceh.

“Agenda-agenda politik ke depan sangat padat dan efektifitas roda organisasi menjadi penting. Kami kira Bang Muslim sosok yang tepat untuk mengemban amanah ini”, imbuh Bupati Bireuen ini.

13 DPC Partai Demokrat yang hadir adalah HT. Ibrahim ST.M.M (Aceh Besar), 2. Arif Fadillah, S.I.KOM.M (Banda Aceh), H. Herman, SE (Ketua DPC Aceh Barat), Mirnawati, SE (Aceh Timur), T. Sofianus, SE (Lhokseumawe), Tantawi SHI (Aceh Utara), DR. Muzakkar A. Gani (Bireuen), Indra Nasution (Sabang), Drh. Nurdiansyah Alasta (Aceh Tenggara), Syahyuzar Aka (Langsa), Rajudin (Gayo lues), T.Hasyimi Puteh (Aceh jaya), dan Hasdian Yasin (Ketua DPC Simeulue). Turut hadir Calon Ketua yang diusulkan, Muslim, SHI, MM yang juga Anggota DPR-RI asal Dapil 2 Aceh.

Acara berlangsung penuh keakraban dan diakhiri makan malam bersama. []

Begini Nasib Tambang Emas Blok Wabu Usai Dilepas Freeport

0

Nukilan.id – Kementerian ESDM belum menyerahkan pengelolaan Blok Wabu ke Holding BUMN Industri Pertambangan, MIND ID. Padahal rencananya blok tambang emas tersebut dikelola PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

Blok Wabu merupakan blok tambang emas atau kawasan yang pernah digunakan Freeport saat menambang batu emas di Papua.

Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak mengatakan, Blok Wabu masih di bawah kendali Kementerian ESDM usai dilepaskan Freeport ke negara.

“Soal Wabu, banyak yang bertanya ke saya soal wabu, wabu itu posisinya ya di Kementerian ESDM. Belum ada apa-apa di kami,”ujar Orias dalam konferensi pers, dikutip Rabu (1/9/2021).

Dia menjelaskan, penawaran Blok Wabu atau suatu area pertambangan melalui proses yang panjang. Secara urutannya, investor akan menawarkan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, kemudian BUMN, BUMD, dan terakhir adalah swasta.

Untuk kasus Blok Wabu, pemerintah pusat sudah melakukan langkah mengakuisisi. Meski demikian, belum ada keputusan jika kawasan yang dinilai memiliki kandungan emas yang melimpah itu akan dikelola anggota Holding BUMN Pertambangan.

“Karena belum kasih ke kami, jadi kami gak bisa komentar banyak. Tapi posisinya masih di sana (Kementerian ESDM), belum ke mana-mana itu. Dan penawarannya seperti apa itu di Kementerian ESDM,” katanya.

Saat rapat dengan pendapat dengan Komisi VI DPR RI beberapa waktu lalu, Orias mengutarakan, Gubernur Papua telah menyurati pihaknya. Dalam isi surat itu, pemerintah daerah setempat menyerahkan Blok Wabu kepada MIND ID.

Karena itu, manajemen holding berencana akan menyerahkan Blok Wabu kepada ANTM. Penyerahan pun sesuai dengan arahan menteri BUMN Erick Thohir. Keinginan Erick Thohir agar ANTM boleh melakukan pengolahan tambang emas disambut baik oleh manajemen ANTM.

“Ada surat dari Gubernur yang menyerahkan pengelolaan ke MIND ID, tapi yang ahli emas adalah Antam, akan serahkan ke Antam tindak lanjuti,” ungkapnya. [okefinance]

Melalui Paripurna DPRA, Masa Persidangan III Resmi Dibuka

0
(Foto: Nukilan/Hadiansyah)

Nukilan.id – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar rapat paripurna pembukaan Masa Persidangan III DPRA Tahun 2021 di Aula Utama DPRA, Banda Aceh, Kamis (2/9/2021).

Rapat paripurna dibuka langsung secara resmi oleh Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin yang didampingi Wakil Ketua, Dalimi, Wakil Ketua, Hendra Budian dan Wakil Ketua, Safaruddin.

Dahlan Jamaluddin menyampaikan pada Masa Persidangan III DPRA tahun 2021 ini, sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah ditetapkan, baik dalam Bidang Legislasi, Anggaran maupun Pengawasan.

Berikut tugas dan fungsi DPRA dalam Bidang Legislasi, Anggaran dan Pengawasan:

A. Bidang Legislasi

1. Pembahasan 12 Rancangan Qanun Prolega Prioritas tahun 2021 bersama dengan pemerintah Aceh.

2. Pembahasan penetapan Qanun Prolega Prioritas tahun 2022.

3. Sosialisasi Qanun.

4. Pembahasan dan Penetapan Rencana Kerja Tahunan tahun 2022.

B. Bidang Anggaran

1. Pembahasan dan Penetapan Anggaran Qanun Aceh tentang Perubahan APBA tahun 2021.

2. Pembahasan dan penyampaian rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Platfon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2022.

3. Pembahasan dan penyampaian Qanun Aceh tentang APBA tahun 2022.

4. Pelaksanaan kegiatan reses III tahun 2021 pimpinan dan anggota DPRA.

C. Bidang Pengawasan

1. Pelaksanaan dan pembahasan terhadap pengadaan barang dan jasa pada biro pengadaan barang dan jasa oleh panitia khusus DPRA.

2. Pembahasan terhadap LHP BPK RI tahun 2020 oleh panitia khusus DPRA.

3. Pelaksaan dan fungsi pengawasan lainnya yang dilaksanakan oleh rapat kerja Komisi DPRA dengan pemerintah Aceh, kegiatan kunjungan kerja atau rapat audiensi dan silaturahmi serta kunjungan ke dapil dan menjumpai konstituen di daerah pemilihan masing-masing.

Reporter: Hadiansyah

7 Usulan Revisi Qanun Wali Nanggroe, Di Antaranya Jabatan WN Tidak Dibatasi Dua Periode

0
(Foto: Nukilan/Irfan)

Nukilan.id – Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus), Saiful Bahri menyampaikan Laporan Pansus Lembaga Wali Nanggroe Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam rangka Penetapan Rancangan Qanun Usul Inisiatif DPR Aceh yaitu Perubahan Ketiga Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe.

Penyampaian tersebut disampaikan pada sidang paripurna DPR Aceh, tahun 2021 dalam rangka persetujuan penetapan rancangan qanun usul inisiatif DPRA di Aula Utama DPRA Banda Aceh, Kamis (2/9/2021).

Juru bicara Pansus Wali Nanggro menjelaskan, Lembaga Wali Nanggroe telah dibentuk melalui Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe dan telah mengalami 2 (dua) kali perubahan melalui Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2013 dan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe, dan saat ini kembali menjadi usul prakarsa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Terhadap Perubahan Ketiga Atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe.

Kehadiran lembaga ini sangat diharapkan oleh banyak komponen rakyat Aceh, dapat mewakili sejarah peradaban dan kejayaan Aceh masa silam, sekaligus dalam konteks Negara Republik Indonesia dapat menjadi Pemimpin Rakyat Aceh yang terlepas dari struktur pemerintahan, namun dapat mewakili kehormatan, marwah serta martabat rakyat Aceh. Jelasnya

Saat ini, disamping masih ada yang menaruh harapan besar pada kelembagaan dan kedudukan Pemangku Wali Nanggroe, namun ada juga pandangan negatif yang di alamatkan kepada Lembaga Wali Nanggroe itu sendiri, karena perannya yang hampir tidak terlihat maupun karena kedudukannya yang masih mengambang dalam konstelasi kepentingan dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Aceh selama ini.

Hal ini sangat beresiko tinggi jika tidak dilakukan revitalisasi peran maupun kedudukan Lembaga dan Pemangku Wali Nanggroe dimasa depan, bahwa sesuatu kekhususan dan keistimewaan yang telah dimiliki lewat sebuah perjanjian hasil perjuangan rakyat Aceh selama hampir 30 (tiga puluh) tahun, dengan korban di pihak Aceh tercatat yaitu sekitar 35.000 jiwa (data Organisasi Lokal, Nasional maupun Internasional), akan sia-sia dan tidak bermakna.

Pansus Wali Nanggroe DPRA telah bersilaturahmi dengan Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al Haythar dan telah mendapatkan masukan baik secara lisan dan tulisan terhadap rencana Perubahan Ketiga Atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe, di antaranya:

1. Periodesasi jabatan Wali Nanggroe, hendaknya dalam Rancangan Qanun Wali Nanggroe periodesasi Jabatan Wali Nanggroe tidak dibatasi dalam 2 (dua) periode jabatan,

2. Kewenangan Wali Nanggroe dalam penegakan dinul islam, Kewenangan dalam Dinul Islam, agar tidak terjadi dualisme atau duplikasi kewenangan, hal ini sebaiknya dalam Rancangan Qanun Wali Nanggroe dapat diserahkan sepenuhnya kepada Majelis Permusyawatan Ulama (MPU) Aceh.

3. Kewenangan sebagai Pemimpin Adat sebaiknya dalam Raqan Wali Nanggroe lebih diperkuat lagi sehingga punya dampak dalam kehidupan masyarakat Aceh,

4. Hak keuangan wali nanggroe, harus dibuatkan dalam Raqan Wali Nanggroe ini, tentang Hak Keuangan Wali Nanggroe yang tidak terikat dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh. Sehingga ada standar Anggaran yang tersedia, sehingga peran dan kedudukan serta Kemuliaan Wali Nanggroe Aceh dapat lebih maksimal dalam kehidupan masyarakat Aceh.

5. Syarat Wali Nanggroe dan Waliyul Ahdi Wali Nanggroe, Kedudukan Wali Nanggroe Aceh yang diharapkan sebagai Lembaga Mulia dan terhormat serta merepresentasikan Kehormatan Rakyat Aceh masa kini dan masa depan.

6. Bendera dan lambang, dalam Raqan Wali Nanggroe hendaknya ada penegasan untuk Bendera dan Lambang Wali Nanggroe, yang dapat dikenali sebagai Ciri Khusus dan Istimewa oleh Rakyat Aceh,

7. Kewenangan dan peran wali nanggroe dalam kekhususan dan keistimewaan, Aceh memiliki 3 (tiga) perangkat Hukum; yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Keistimewaan Aceh serta Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang,

Qanun Aceh yang mengatur tentang Lembaga Wali Nanggroe belum mencerminkan Wali Nanggroe sebagai pemersatu rakyat Aceh dan penjaga Perdamaian Aceh, sehingga diperlukan perubahan atau pencabutan, sehingga eksistensi Wali Nanggroe sebagai pemersatu dan penjaga perdamaiana Aceh dapat terimplementasi sesuai amanah MoU Helsinki.

Reporter : Irfan

Laporan Reses, Capaian Kinerja dan Rancangan Qanun Inisiatif DPRA Masa Persidangan II 2021

0
(Foto: Dok. Ist)

Nukilan.id – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar rapat paripurna tahun 2021 dalam rangka Persetujuan Penetapan Rancangan Qanun Inisiatif DPRA dan Penyampaian Laporan Reses II Pimpinan dan Anggota DPRA serta Penutupan Masa Persidangan II tahun 2021.

Rapat paripurna tersebut dibuka langsung oleh Ketua DRPA, Dahlan Jamaluddin yang didampingi Wakil Ketua, Dalimi, Wakil Ketua, Hendra Budian dan Wakil Ketua, Safaruddin di Aulau Utama DPRA, Banda Aceh Kamis (2/9/2021).

Dalam rapat paripurna masa persidangan II DPRA tahun 2021 pada 7 Juni 2021 lalu, pimpinan DPRA telah menyampaikan rencana kegiatan yang telah ditetapkan dalam 10 Rencana Kerja Tahunan (RKT) DPRA tahun 2021.

Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin melalui Sekretaris Dewan (Sekwan) mengatakn bahwa, pelaksanaan reses merupakan amanah dari pasal 108 huruf i dan k Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dimana Pimpinan dan anggota DPRA harus menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.

Hal itu berdasarkan pasal 130 ayat (5) peraturan tata tertib DPRA dijelaskan bahwa reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan anggota yang bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat.

“Dalam pelaksanaan reses II tahun 2021 telah dilakukan pertemuan dan penyerapan aspirasi dari masyarakat. Setiap anggota DPRA telah menyusun dan merangkumnya serta telah diserahkan kepada pimpinan DPRA,” jelasnya.

Selanjutnya, kata Sekwan, kami akan menyerahkan rekapitulasi aspirasi dalam laporan pelaksanaan reses II tahun 2021 kepada pemerintah Aceh.

Selain itu, Sekwan juga menyampaikan beberapa kinerja yang telah dicapai oleh DPRA dalam masa persidangan II tahun 2021.

Adapun beberapa kegiatan pokok DPRA yang telah dilaksanakan sesuai RKT tahun 2021 yaitu:

1. Rapat paripurna DPRA dalam rangka penyampaian dan pembahasan rancangan qanun Aceh tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBA tahun anggaran 2020 yang pelaksanaan pembahasannya baik dalam rapat paripurna maupun pembahasan di tingkat alat kelengkapan dewan dimulai dari tanggal 7 Juni sampai dengan 20 Agustus 2021;

2. Rapat paripurna DPRA dalam rangka pembentukan dan penetapan panitia khusus biro pengadaan barang dan jasa;

3. Rapat paripurna DPRA dalam rangka penyampaian dan pembahasan rancangan qanun Aceh tentang perubahan kedua atas qanun Aceh nomor 12 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota yang ditunda pelaksanaannya dikarenakan belum ada hasil fasilitasi dari kementerian dalam negeri;

4. Pelaksanaan kunjungan kerja ke Daerah Pemilihan (Dapil) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (LHP-BPK RI) dimulai tanggal 8-15 Agustus 2021;

5. Pelaksanaan kegiatan reses II pimpinan dan anggota DPRA dimulai tanggal 22-29 Agustus 2021;

6. Rapat paripurna DPRA dalam rangka persetujuan penetapan rancangan qanun usul inisiatif DPRA.

Bukan itu saja, kata Sekwan, DPRA saat ini juga sedang melakukan pembahasan bersama dengan pemerintah Aceh terhadap rancangan qanun Aceh Prolega Prioritas tahun 2021 di tingkat alat kelengkapan dewan, yaitu:

1. Pembahasan Rancangan Qanun Aceh tentang pertanahan oleh Komisi I DPRA;

2. Pembahasan Rancangan Qanun Aceh tentang Perlindungan Lahan Pertanian berkelanjutan oleh Komisi II DPRA;

3. Pembahasan Rancangan Qanun Aceh tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Aceh oleh Komisi IV DPRA;

4. Pembahasan Rancangan Qanun Aceh tentang Perubahan atas Qanun Aceh nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal oleh Komisi VI DPRA.

Sementara itu, DPRA telah menetapkan program legislasi Aceh prioritas tahun 2021 melalui keputusan nomor 24/DPRA/2020 dalam rapat paripurna DPRA pada tanggal 30 desember 2020.

Ada 12 rancangan qanun yang ditetapkan menjadi prioritas pada tahun 2021, 8 rancangan qanun inisiatif DPRA dan 4 merupakan usulan Pemerintah Aceh,” sebutnya

Berdasarkan pasal 6 peraturan tata tertib DPRA, dijelaskan bahwa terhadap rancangan qanun yang berasal dari DPRA dapat diajukan oleh anggota DPRA, Komisi, Gabungan Komisi, atau Badan Legislasi yang dikoordinasikan oleh Badan Legislasi. Rancangan qanun tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRA untuk selanjutnya dilakukan kajian oleh badan legislasi DPRA.

Beberapa rancangan qanun yang telah diajukan oleh komisi, panitia khusus dan badan legislasi diantaranya :

1. Surat Badan Legislasi nomor 30/BANLEG/DPRA/V/2021 tanggal 5 Mei 2021 telah menyampaikan hasil kajian/telaahan terhadap naskah akademik dan draft rancangan qanun Aceh tentang hak ekonomi, sosial dan budaya rakyat Aceh.

2. Surat Badan Legislasi nomor 52/BANLEG/DPRA/VII/2021 tanggal 5 Juli 2021 perihal telaahan/kajian terhadap rancangan qanun Aceh tentang perubahan atas qanun nomor 4 tahun 2010 tentang kesehatan.

3. Surat Badan Legislasi nomor 60/BANLEG/DPRA/VIII/2021 tanggal 5 Agustus 2021 perihal telaahan/kajian terhadap rancangan qanun Aceh tentang perubahan ketiga atas qanun aceh nomor 8 tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe.

4. Surat Badan Legislasi nomor 66/BANLEG/DPRA/VIII/2021 tanggal 31 Agustus 2021 perihal telaahan/kajian terhadap rancangan qanun Aceh tentang pertambangan minyak dan gas alam rakyat Aceh.

5. Surat Badan Legislasi nomor 67/BANLEG/DPRA/IX/2021 tanggal 1 September 2021 perihal telaahan/kajian terhadap rancangan qanun Aceh tentang tata niaga komoditas Aceh.

6. Surat Badan Legislasi nomor 69/BANLEG/DPRA/IX/2021 tanggal 1 September 2021 perihal telaahan/kajian terhadap rancangan qanun Aceh tentang hak-hak sipil dan politik.

7. Surat Badan Legislasi nomor 68/BANLEG/DPRA/IX/2021 tanggal 1 September 2021 perihal telaahan/kajian terhadap rancangan qanun Aceh tentang bahasa Aceh.

Dan ke-7 rancangan qanun tersebut sudah diterima sebagai judul rancangan qanun inisiatif DPRA.

Reporter: Hadiansyah