Saturday, April 20, 2024

Aceh Tidak Memiliki “Rumah Aman” Lindungi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Nukilan.id – Relawan Perempuan untuk Kemanusian (RPuK) Aceh, Azriana mengatakan bahwa, Aceh tidak memiliki “Rumah Aman” untuk menempatkan dan melindungi korban kekerasan terutama kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

“Aceh ini tidak ada rumah aman untuk menempatkan korban kekerasan terutama kekerasan seksual, supaya korban terlindungi,” kata Azriana dalam konferensi pers Masyarakat Sipil Aceh Untuk Menghapus Kekerasan Seksual di Albatross Kupi, peulanggahan, Kecamatan Kuta Raja, kota Banda Aceh, Kamis (27/5/2021) lalu.

Ia juga mengatakan, selain tidak memiliki “Rumah Aman”, Pemerintah Aceh juga tidak membangun mekanisme perlindungan perempuan dan anak di Aceh.

Baca juga: Masyarakat Sipil Aceh Minta Pemerintah Segera Revisi Qanun Jinayat

“Selain tidak ada rumah aman, mekanismenya juga tidak ada. Padahal boleh saja gedungnya tidak ada tetapi mekanisme dibangun,” tuturnya.

Menurut Azriana, banyak sumberdaya di masyarakat yang bisa digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan terutama kekrasan seksual.

“Tapi keduanya tidak ada, tidak ada rumah aman, tidak ada mekanisme,” tambahnya lagi.

Untuk itu, kata Azriana, kami mendorong pemerintah Aceh dalam waktu dekat, suapaya mekanisme perlindungan dan rumah aman untuk korban kekerasan seksual terutama anak bisa tersedia di Aceh.

“Bahkan, kalau bisa di kabupaten/kota juga ada,” ujarnya.

Baca juga: Terdakwa Pemerkosaan Dibebaskan, Pengacara: Penyidik Salah Tangkap

“Jadi, kalau terjadi kekerasan seksual, apalagi oleh anggota keluarga. Maka anak jangan dipulangkan lagi kekeluarga, itu akan buruk untuk pemulihan anak,” sambungnya.

Selain itu, Azriana mengatakan bahwa, Aceh baru saja menandatangani dan mengesahkan qanun nomor 9 tahun 2019 untuk penanganan perempuan dan anak, korban kekerasan serta termasuk qanun perlindungan anak. Menurutnya, Aceh terlalu banyak qanun. Namun, tidak ada implementasi dari qanun yang telah ditandatangani dan disahkan tersebut.

“Jadi Aceh ini terlalu banyak qanun tapi implementasinya tidak ada,” ungkapnya.

Baca juga: Mahkamah Syariah Aceh Vonis Bebas Terdakwa Pemerkosa Keponakan

Oleh karena itu, Azriana meminta pemerintah Aceh untuk berhenti membuat qanun, Tetapi jalankan qanun yang sudah ditandatangani dan disahkan tersebut.

“Jadi saat kita ingin pemerintah berhenti buat qanun, tetapi jalankan kebijakan kebijakan yang sudah ada. Jangan hanya ada di atas kertas saja,” tegasnya.[AW]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img