Catatan MaTA: Tidak Ada Alasan Berhentikan JKA

Share

Nukilan.id – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengetakan, tidak ada alasan bagi Pemerintah Aceh untuk menghentikan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Karna JKA merupakan salah satu program unggulan Pemerintahan Irwandi-Nova.

Hal ini meliputi pemenuhan akses layanan kesehatan gratis yang lebih mudah, berkualitas dan terintegrasi bagi seluruh rakyat, pemberian santunan untuk kalangan masyarakat usia lanjut, pembangunan Rumah Sakit Regional tanpa menggunakan utang Luar Negeri (Loan), serta mengembalikan ruh JKA yang pernah dirasakan oleh rakyat Aceh,” kata Koordinator MaTA Alfian kepada Nukilan.id Selasa, (22/3/2022).

“Jika mareka utarakan dengan alasan anggaran tidak cukup, jelas tidak mendasar. Rakyat Aceh sangat paham terkait anggaran saat ini, jangan dikira apa yang mareka utarakan rakyat terima dan percaya,” sebut Alfian.

Menurutnya, tidak ada alasan bagi pemerintah menghentikan JKA. Walaupun dipaksakan untuk penghentian layanan JKA, maka patut diduga Anggaran Aceh 2022 sudah dibajak oleh para kartel dan ini menjadi kewajiban bagi rakyat aceh untuk melawan secara menyeluruh.

Alfian mengatakan, dari pelayanan untuk warga yang  sudah mendapatkan layanan JKA, masih banyak keluhan. Seharusnya warga aceh mendapatkan layanan kesehatan yang lebih, karna pemerintah aceh tiap tahun melakukan subsidi ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Ini menjadi masalah yang tidak pernah dituntaskan oleh pemerintah sejak tahun 2010 JKA di berlakukan,” kata Alfian.

Oleh karena itu, persoalan penting yang harus segera terselesaikan, secara administrasi maupun penegakan hukum. Karna secara tranparansi, Pemerintah Aceh sampai saat ini tidak memiliki data, berupa nama dan alamat yang pernah mendapatkan layanan JKA.

Anehnya lagi, sejak tahun 2010 pemerintah tidak pernah serius ingin tau dan data tersebut kesannya sangat tertutup dan di kuasai oleh BPJS. Sedangkan pihak BPJS sangat susah untuk diakses oleh publik hanya tau jumlah jiwa tapi siapa pasien dan alamatnya yang terima layanan JKA sangat tertutup,” ucap Alfian.

“Ada fase yang menurut kami perlu di bongkar secara serius, mulai tahapan verifikasi data, kontrak, layanan, klem pihak rumah sakit ke BPJS dan tahapan akuntabilitas dan transparansi. tahapan ini sangat rawan terjadi tindak pidana korupsi,” Tegas Alfian.

Ia menyampaikan seperti pada tahun 2016 rekonsiliasi dengan pihak BPJS Kesehatan, hanya tercatat 2.066.979 jiwa sebagai peserta JKRA. Artinya ada 460.061 jiwa data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang fiktif tetapi Pemerintah Aceh tetap membayar ke BPJS.

“Akibat adanya 460.061 jiwa data NIK yang fiktif, telah terjadi kerugian keuangan Aceh pada saat itu sebanyak Rp 63,4 miliar dari total Rp 506 miliar anggaran JKRA. parah lagi yang sampai saat ini belum ada kepastian hukumnya,” ungkapnya.

Dilanjutkan dengan fase kontrak, kami mendengar ada indikasi terjadi komitmen fee, siapa yang terima selama ini, Aparatur Penegak Hukum (APH) perlu memastikan apa benar atau tidak terjadi sehingga tidak menjadi liar sebagaimana dari dulu sampai sekarang berkembang,” tutur Alfian.(Irfan)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News