NUKILAN.id | Banda Aceh – Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh nomor urut 2, Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhlullah, mengusung visi besar untuk periode 2025-2030. Visi mereka adalah “Terwujudnya Aceh Islami, Maju, Bermartabat, dan Berkelanjutan”, dengan salah satu misi utama di sektor pertanian dan kelautan. Mereka berencana membangun lumbung pangan dan mengembangkan kawasan pertanian berbasis korporasi sebagai upaya meningkatkan produktivitas di sektor tersebut.
Menanggapi gagasan ini, Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si., IPU, pakar pertanian dari Universitas Syiah Kuala, memberikan pandangannya saat diwawancarai Dialeksis pada Kamis (26/9/2024). Menurut Agussabti, ide pembangunan lumbung pangan dan kawasan pertanian berbasis korporasi memang menarik, tetapi perlu diimplementasikan dengan penuh kehati-hatian.
“Ide ini harus dipastikan tidak membuat petani kecil tersingkir dari ekosistem pertanian Aceh. Mereka harus tetap menjadi bagian dari perubahan ini,” kata Agussabti.
Agussabti juga menekankan bahwa pembangunan infrastruktur saja tidak cukup untuk mengatasi masalah produktivitas di sektor pertanian Aceh. Menurutnya, ada beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian serius dalam implementasi kebijakan ini.
“Kita tidak hanya bicara soal infrastruktur, tetapi juga peningkatan kapasitas petani. Mereka harus memiliki akses terhadap teknologi pertanian terkini. Selain itu, penguatan rantai pasok dari hulu ke hilir sangat penting agar pertanian Aceh dapat bersaing,” jelasnya.
Selain itu, Agussabti menyarankan pengembangan sistem pertanian pintar berbasis teknologi digital. Menurutnya, Aceh memiliki peluang besar untuk menjadi pionir dalam penerapan pertanian presisi di Indonesia.
“Pertanian presisi akan membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan produktivitas lahan meningkat. Ini adalah langkah strategis yang perlu dipertimbangkan oleh para pemimpin masa depan Aceh,” tambah Agussabti.
Agussabti juga menyoroti pentingnya diversifikasi komoditas pertanian di Aceh. Ia menegaskan bahwa terlalu fokus pada satu komoditas, seperti padi, bisa menjadi bumerang bagi keberlanjutan sektor pertanian.
“Kita perlu memperluas fokus ke komoditas bernilai tinggi yang sesuai dengan agroklimat Aceh, seperti kopi gayo atau nilam. Ini akan meningkatkan pendapatan petani dan memberikan daya saing baru bagi Aceh di pasar nasional dan internasional,” ujarnya.
Tak hanya di sektor pertanian, Agussabti juga memberikan catatan penting terkait pengelolaan sumber daya laut Aceh. Menurutnya, pembangunan di sektor kelautan harus dilakukan dengan pendekatan yang berkelanjutan.
“Budidaya perikanan yang ramah lingkungan dan pengelolaan sumber daya laut yang bijaksana sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Kita tidak bisa hanya memikirkan hasil jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat di masa depan,” tutup Agussabti.
Pasangan Muzakir Manaf dan Fadhlullah diharapkan dapat mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pakar, demi mewujudkan Aceh yang lebih maju dan sejahtera, terutama di sektor pertanian dan kelautan yang menjadi andalan perekonomian daerah.
Editor: Akil