Beranda blog Halaman 8

Mualem Tunjuk Muhammad MTA Jadi Juru Bicara Baru Pemerintah Aceh

0
Mualem Tunjuk Muhammad MTA Jadi Juru Bicara Baru Pemerintah Aceh. (FOTO: HUMAS ACEH)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) resmi menunjuk Muhammad MTA sebagai Juru Bicara Pemerintah Aceh. Penyerahan surat penugasan berlangsung di Banda Aceh, Jumat (14/11/2025).

Dalam penugasan tersebut, Muhammad MTA mendapat mandat untuk membantu menyampaikan kebijakan dan program Pemerintah Aceh kepada publik serta media. Ia akan bekerja berdampingan dengan juru bicara yang telah lebih dulu bertugas, Teuku Kamaruzzaman atau Ampon Man.

Mualem berharap kehadiran MTA dapat memperkuat hubungan pemerintah dengan masyarakat.

“Kami ingin komunikasi berjalan lebih baik, sehingga setiap informasi dapat dipahami dengan jelas oleh seluruh masyarakat Aceh,” ujarnya.

Muhammad MTA menyampaikan kesiapannya mengemban tugas baru itu. Ia menegaskan bahwa dalam waktu dekat akan memperkuat koordinasi dengan seluruh SKPA untuk memastikan keterbukaan informasi publik berjalan optimal.

Penunjukan ini menandai langkah baru Pemerintah Aceh dalam meningkatkan efektivitas komunikasi publik di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf.

Gelar Kehormatan untuk Mendagri Tuai Polemik, Ketua IKA IP USK Sindir Mentalitas Elit Aceh yang Abaikan Rekam Jejak

0
T Auliya Rahman
Ketua Ikatan Alumni Ilmu Pemerintahan USK, T. Auliya Rahman. (Foto: Dok. Pribadi)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Penganugerahan gelar kehormatan “Petua Panglima Hukom Nanggroe” kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian oleh Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haythar, pada Rabu, 12 November 2025, memunculkan perdebatan di tengah masyarakat.

Prosesi yang berlangsung di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Aceh Besar, itu menuai sorotan karena publik mempertanyakan kontribusi nyata Tito bagi Aceh.

Menanggapi polemik tersebut, Ketua Ikatan Alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala (USK), T. Auliya Rahman, yang kini sedang menempuh studi Magister Islam Pembangunan dan Kebijakan Publik di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, memberikan pandangannya kepada Nukilan.id.

“Sejujurnya, saya tidak begitu kaget ketika membaca berita tentang penganugerahan gelar yang diberikan oleh Malik Mahmud selaku Wali Nanggroe kepada Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri. Pemberian gelar kepada tokoh nasional memang bukan hal baru dalam budaya protokol Aceh,” ujarnya.

Auliya menjelaskan, praktik pemberian gelar kepada tokoh nasional bukan pertama kali terjadi. Ia kemudian menyinggung kasus serupa yang sempat menjadi perbincangan publik beberapa tahun lalu.

“Pada 2022, misalnya, Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe pernah menganugerahkan gelar kepada Ganjar Pranowo. Bahkan, gelar yang diberi kala itu adalah ‘Teuku’ yang mana ini gelar bangsawan laki-laki Aceh, walaupun kemudian direvisi menjadi ‘Teungku’, gelar bagi tokoh agama,” sambungnya.

Menurutnya, dinamika seremonial tersebut sering kali tidak terlepas dari konteks politik yang lebih luas. Auliya menilai langkah-langkah seperti itu kerap menjadi bagian dari strategi membangun kedekatan dengan figur nasional.

“Mengingat saat itu Ganjar merupakan figur yang diunggulkan sebagai calon pengganti Presiden Jokowi, bukan tidak mungkin MAA Lhokseumawe ingin mengambil ‘start’ lebih cepat untuk membangun relasi,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa praktik pemberian gelar semacam ini menunjukkan adanya perubahan orientasi dalam sebagian elit Aceh, yang tidak lagi menempatkan rekam jejak dan kontribusi nyata sebagai dasar utama.

“Fenomena ini menyiratkan satu hal, bahwa mentalitas sebagian elit Aceh hari ini tak lagi mempedulikan rekam jejak maupun kapasitas seseorang. Sumbangsih terhadap Aceh seolah tak ada artinya ketika relasi kuasa lebih menentukan layak tidaknya seseorang diberi kehormatan,” tutup Auliya. (XRQ)

Reporter: AKIL

Pemkab Aceh Selatan Diminta Segera Bangun Asrama Mahasiswa di Aceh Barat

0
Aktivis Mahasiswa Aceh Selatan, Tonicko Anggara. (Foto: Dok. Pribadi)

NUKILAN.ID | MEULABOH — Pelajar dan mahasiswa asal Kabupaten Aceh Selatan yang sedang menempuh pendidikan di Aceh Barat mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan untuk segera membangun Asrama Pelajar dan Mahasiswa Aceh Selatan di Meulaboh. Desakan ini kembali menguat setelah lahan yang sejak 2017 tercatat sebagai aset daerah diketahui terbengkalai dan belum dimanfaatkan.

Lahan tersebut merupakan aset Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang dibeli pada masa kepemimpinan (alm.) H. Sama Indra, SH. Aset yang sebelumnya direncanakan untuk kepentingan pendidikan dan sosial itu kini dipenuhi semak belukar dan tanaman seperti sawit, mangga, dan rambutan. Sejumlah hasil panen dari tanaman tersebut bahkan kerap diambil oleh pihak yang tidak dikenal.

Aktivis mahasiswa Aceh Selatan di Aceh Barat, Tonicko Anggara, menyebut jumlah mahasiswa Aceh Selatan yang berkuliah di Meulaboh tergolong besar, termasuk yang belajar di Universitas Teuku Umar (UTU) maupun siswa sekolah menengah di Aceh Barat. Kondisi ini membuat kebutuhan tempat tinggal semakin mendesak.

“Banyak di antara kami menempuh pendidikan di Universitas Teuku Umar (UTU) dan beberapa sekolah menengah atas di Aceh Barat. Tapi, persoalan utama yang kami hadapi setiap tahun adalah kesulitan tempat tinggal karena mahalnya harga sewa kost dan terbatasnya rumah sewa,” ujar Tonicko kepada NUKILAN.ID, Jumat (14/11/2025).

Ia menuturkan, sebagian besar mahasiswa berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi sederhana, sehingga keberadaan asrama permanen sangat dibutuhkan. Menurutnya, asrama bukan hanya solusi tempat tinggal, tetapi juga bentuk perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan.

“Asrama akan menjadi rumah kebersamaan, tempat kami belajar, berorganisasi, dan menjaga silaturrahmi antar sesama mahasiswa Aceh Selatan. Lebih dari itu, asrama juga menjadi sarana pembinaan karakter, kedisiplinan, dan semangat kebangsaan,” tambahnya.

Tonicko berharap Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan MS, SE, M.Sos, dapat memberikan perhatian khusus untuk memanfaatkan aset yang telah tersedia dan menjadikannya lokasi pembangunan asrama. Ia menegaskan bahwa mahasiswa siap terlibat dalam proses perencanaan maupun gotong royong pembangunan.

“Kami siap membantu, baik dalam tahap perencanaan maupun gotong royong jika diperlukan. Ini bukan hanya kebutuhan mahasiswa, tapi juga amanah moral bagi kita semua untuk menyiapkan generasi penerus Aceh Selatan yang lebih baik,” katanya.

Dalam pernyataannya, para mahasiswa juga menyampaikan sejumlah pesan moral kepada pemerintah daerah, di antaranya:

  1. “Asrama adalah investasi jangka panjang untuk pendidikan anak-anak Aceh Selatan.”

  2. “Kami tidak meminta kemewahan, hanya tempat yang layak untuk belajar dan berjuang.”

  3. “Kami ingin kelak bisa pulang membawa ilmu dan membangun Aceh Selatan.”

  4. “Bangunan bisa berdiri, tapi semangat generasi muda hanya tumbuh jika ada kepedulian.”

  5. “Asrama akan menjadi bukti nyata bahwa pemerintah hadir untuk pendidikan.”

Mahasiswa berharap seluruh pemangku kepentingan—mulai dari pemerintah daerah, DPRK Aceh Selatan, hingga tokoh perantau—dapat bersatu mendorong terwujudnya pembangunan asrama tersebut.

“Tanah sudah ada, tinggal kemauan politik dan kepedulian kita bersama yang menentukan. Jangan biarkan aset daerah menjadi semak belukar, sementara anak-anak Aceh Selatan berjuang tanpa tempat tinggal yang layak, penggunaan Aset selain untuk Asrama, juga bisa tempat berkumpulnya pelajar dan mahasiswa serta Rumah Singgah,” tutup Tonicko. (xrq)

Reporter: Akil

Aceh Siap Gelar Wakaf Summit 2025, Menag Dorong Penguatan Ekosistem Wakaf Produktif

0
Menag Dorong Penguatan Ekosistem Wakaf Produktif

NUKILAN.ID | JAKARTA — Aceh bersiap menggelar Aceh Wakaf Summit 2025 pada penghujung November mendatang. Menteri Agama Nasaruddin Umar berharap forum tingkat nasional itu dapat melahirkan rumusan kebijakan yang konkret dan dapat diterapkan untuk memperkuat ekosistem wakaf di Indonesia.

Harapan tersebut disampaikan Menag saat menerima audiensi perwakilan Tim Gubernur Aceh dan Rektor UIN Ar-Raniry di kantor pusat Kementerian Agama, Jakarta.

Menurut Menag, wakaf memiliki peran strategis dalam pembangunan, tidak hanya sebagai praktik ibadah sosial, tetapi juga sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi.

“Wakaf bukan hanya ibadah sosial, tetapi juga instrumen pemberdayaan ekonomi umat. Dengan wakaf, kita tidak hanya berbicara tentang amal jariyah, tetapi juga keberlanjutan pembangunan ekonomi berbasis nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan,” ujar Menag, Selasa (11/11/2025).

Ia menilai Aceh Wakaf Summit dapat menjadi titik temu antara pemerintah, ulama, lembaga wakaf, filantropi, hingga pelaku usaha syariah untuk merumuskan arah pengembangan wakaf yang lebih berdampak.

“Saya berharap Aceh Wakaf Summit ini menjadi forum strategis yang mempertemukan pemerintah, ulama, lembaga wakaf, filantropi, dan pelaku usaha syariah untuk merumuskan langkah konkret penguatan ekosistem wakaf. Kita ingin wakaf tidak hanya berhenti pada tanah atau masjid, tapi juga berkembang menjadi wakaf produktif yang berdampak pada kesejahteraan umat,” tambahnya.

Selain agenda Wakaf Summit, pertemuan tersebut juga membahas rencana Provinsi Aceh menjadi tuan rumah Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional 2028. Menag menyambut baik aspirasi tersebut dan menilai Aceh sebagai daerah yang memiliki fondasi kuat dalam tradisi keislaman.

“Aceh memiliki sejarah panjang dalam tradisi keagamaan dan literasi Al-Qur’an. Jika MTQN 2028 digelar di Aceh, ini bukan hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga momentum kebangkitan spiritual dan kebudayaan Islam Nusantara. Keinginan menjadi tuan rumah ini tentunya harus melalui beberapa survei peninjauan lokasi sarana dan prasarana,” kata Menag.

Ia menambahkan, kegiatan berskala nasional maupun internasional di Aceh akan memperkuat peran provinsi tersebut sebagai pusat peradaban Islam di Nusantara.

“Aceh ini bukan hanya Serambi Mekkah secara simbolik, tetapi juga secara substantif. Dari Aceh, kita bisa menyalakan kembali semangat keilmuan, kedermawanan, dan keberagamaan yang moderat. Saya yakin, jika disiapkan dengan baik, kedua agenda ini akan menjadi kebanggaan nasional,” tutupnya.

Empat Hari Menjaga Ketelitian Data: Tim Hidrologi Cek Pos Klimatologi di Tiga Bendungan Aceh

0
Tim Hidrologi Cek Pos Klimatologi di Tiga Bendungan Aceh. (FOTO: SDA PU)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Untuk memastikan keandalan data hidrologi di tiga bendungan utama di Aceh, tim Pelaksana Unit HKA melakukan pengecekan menyeluruh terhadap pos hidrologi di Bendungan Keureuto (Aceh Utara), Bendungan Rukoh, dan Bendungan Rajui. Kegiatan berlangsung selama empat hari, mulai 4 hingga 7 November 2025, sebagai upaya menjaga mutu data dan memastikan seluruh perangkat bekerja sesuai standar operasional.

Pada tiap lokasi, tim fokus memeriksa kelengkapan peralatan pos klimatologi. Pemeriksaan dilakukan terhadap sejumlah perangkat pengamatan seperti OBS (Ombrometer Standar), panci penguapan, serta berbagai alat pendukung lainnya. Pengecekan ini penting untuk memastikan alat berada dalam kondisi optimal sehingga mampu menghimpun data curah hujan dan penguapan secara akurat.

Selain memeriksa perangkat lapangan, tim juga melakukan peninjauan sistem penyimpanan dan transmisi data di masing-masing bendungan. Server data dan perangkat telemetri diperiksa untuk memastikan tidak ada gangguan pada proses perekaman dan pengiriman data. Upaya pengamanan pos klimatologi turut dilakukan agar peralatan tetap terlindungi dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Keandalan data telemetri menjadi salah satu perhatian utama dalam kegiatan ini. Data yang dikumpulkan dari pos klimatologi memiliki peran strategis dalam perencanaan, pengoperasian, hingga evaluasi pengelolaan sumber daya air. Karena itu, seluruh rangkaian pemeriksaan dilakukan secara teliti untuk memastikan hasil pengukuran benar-benar mencerminkan kondisi lapangan.

Melalui pengecekan ini, Unit HKA berharap data hidrologi dari ketiga bendungan tersebut dapat terus mengikuti standar basis data nasional. Konsistensi dan validitas data menjadi kunci dalam mendukung pengambilan keputusan yang tepat, terutama untuk kebutuhan irigasi, konservasi, serta mitigasi risiko bencana hidrometeorologi di Aceh.

Potret Aceh yang Aman dan Nyaman Tarik Ribuan Turis Asing

0
Wisata snorkeling di Pulau Rubiah, Desa Wisata Iboih, Kota Sabang. (Foto: Antara)

NUKILAN.id | Sabang — Saat fajar menyingsing di Pelabuhan Internasional Sabang, kapal pesiar berlabuh membawa ratusan wisatawan mancanegara yang penasaran dengan pesona Serambi Mekkah. Mereka datang bukan hanya untuk menikmati keindahan alam, tetapi juga merasakan kehangatan masyarakat Aceh yang dikenal ramah dan toleran.

Dikutip Nukilan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh yang dirilis pada September 2025, mencatat cerita yang menggembirakan, sebanyak 5.403 wisatawan mancanegara memilih Aceh sebagai destinasi mereka—angka yang melonjak 38,11 persen dibanding bulan sebelumnya dan 25,24 persen lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu.

Lonjakan ini bukan kebetulan. Data BPS menunjukkan tren positif yang konsisten. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang mencapai 27,56% di September 2025, meningkat signifikan 33,38 persen poin dibanding tahun sebelumnya.

Bahkan hotel nonbintang pun merasakan dampaknya dengan TPK 18,48%, naik 11,79 persen poin year-on-year. Angka-angka ini berbicara tentang kepercayaan—kepercayaan wisatawan bahwa Aceh adalah destinasi yang aman, nyaman, dan layak dikunjungi.

Konektivitas yang Semakin Kuat

Pintu gerbang Aceh semakin terbuka lebar. Bandara Sultan Iskandar Muda di bulan September 2025 melayani 22.123 penumpang penerbangan domestik dan 11.520 penumpang internasional. Meski angka penerbangan domestik turun 44,20 persen year-on-year—mencerminkan dinamika pasar pasca-pandemi—penerbangan internasional justru menunjukkan resiliensi dengan penurunan yang lebih moderat di 23 persen.

Yang lebih menggembirakan, jalur laut mencatat 77.697 penumpang, meningkat 15,12 persen dibanding tahun lalu. Konektivitas yang kuat ini menjadi fondasi vital bagi pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi secara keseluruhan.

Stabilitas Ekonomi sebagai Magnet Investasi

Bagi para investor, stabilitas adalah mata uang yang paling berharga. Aceh menunjukkan fundamental ekonomi yang solid dengan inflasi Oktober 2025 yang terkendali di angka 0,12% secara bulanan dan 4,66% tahunan. Tingkat inflasi ini mencerminkan stabilitas harga dan daya beli masyarakat yang terjaga—kondisi ideal untuk berinvestasi.

Lebih menarik lagi, neraca perdagangan Aceh mencatat surplus US$ 3,12 juta di September 2025. Ekspor mencapai US$ 50,44 juta dengan batubara sebagai komoditas unggulan (77,07%), diikuti kondensat (10,69%) dan kopi serta rempah-rempah (6,04%). India, Thailand, dan Tiongkok menjadi mitra dagang utama, membuka peluang kolaborasi bisnis yang lebih luas. Sementara itu, impor sebesar US$ 47,32 juta menunjukkan aktivitas ekonomi domestik yang dinamis.

Sektor Pertanian: Basis Ekonomi yang Kuat

Aceh bukan hanya tentang pariwisata dan perdagangan. Sektor pertanian menjadi tulang punggung perekonomian dengan produksi padi 2025 yang diperkirakan mencapai 1,75 juta ton—meningkat 5,43% dibanding tahun sebelumnya.

Luas panen seluas 307,29 ribu hektare membuktikan komitmen Aceh dalam menjaga ketahanan pangan. Nilai Tukar Petani (NTP) di Oktober 2025 mencapai 123,92, menunjukkan kesejahteraan petani yang terus membaik.

Produktivitas pertanian yang tinggi ini menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat. Dari sawah hingga pasar, dari pelabuhan hingga hotel, setiap sektor saling terhubung menciptakan multiplier effect yang menguntungkan investor dan masyarakat.

Aceh Hari Ini: Siap Menyambut Dunia

Tragedi tsunami 2004 mungkin masih membekas dalam memori kolektif dunia. Namun dua dekade kemudian, Aceh telah bangkit dengan gagah. Infrastruktur modern, stabilitas ekonomi, kekayaan budaya yang otentik, dan keramahan masyarakat menjadi modal utama. Data BPS membuktikan: Aceh bukan lagi daerah konflik atau bencana, melainkan provinsi yang aman, nyaman, dan penuh peluang.

Bagi wisatawan, Aceh menawarkan pengalaman yang tak terlupakan—dari pantai Sabang yang eksotis hingga kopi gayo yang legendaris. Bagi investor, Aceh memberikan stabilitas ekonomi, konektivitas yang kuat, dan potensi pasar yang terus berkembang.

Ketika data berbicara, pesannya jelas: ini adalah momentum terbaik untuk mengenal, mengunjungi, dan berinvestasi di Aceh. Serambi Mekkah tidak hanya indah dalam legenda, tetapi juga dalam realitas yang terukur dan penuh harapan.

Reporter: Rezi

Pernyataan “Sedikit-sedikit Helsinki” Picu Kemarahan Publik Aceh, Ketua BRA: Ucapan yang Menyayat Luka

0
Kepala Badan Reintegrasi Aceh, Jamaluddin. (Foto: IST)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Jamaluddin SH, MKn, meluapkan kemarahan atas pernyataan anggota DPR RI Benny Kabur Harman yang menyebut, “Sedikit-sedikit Helsinki.” Ucapan itu terekam dalam sebuah video dan kemudian menyebar luas di media sosial, memicu gelombang protes dari warga Aceh.

Jamaluddin menjadi salah satu tokoh Aceh yang turut menyuarakan ketidakpuasan. Dikutip Nukilan.id dari akun Facebook miliknya, pada Jumat (14/11/2025), ia menilai komentar Benny sebagai bentuk pelecehan terhadap sejarah panjang konflik Aceh.

“Sebuah ucapan yang menyayat luka warga Aceh. Di Aceh, tidak ada kata yang lebih sensitif daripada ‘Helsinki’,” tulisnya.

Pernyataan tersebut muncul saat Benny menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR RI dalam pembahasan RUU perubahan undang-undang pada Kamis (13/11/2025) di Jakarta. Video yang beredar menunjukkan anggota DPR RI dari Partai Demokrat itu berkata, “Sedikit-sedikit Helsinki, 20 tahun ini bikin apa?” Kalimat itu langsung memantik kemarahan publik Aceh dan menjadi bahan diskusi panas di ruang-ruang digital.

Bagi sebagian besar masyarakat Aceh, ucapan itu bukan sekadar keliru, melainkan telah menistakan memori kolektif penderitaan yang dialami selama puluhan tahun. Seorang warganet bahkan menulis komentar yang viral dengan judul “Aceh Tak Lupa Sejarah”: “Dia pikir Aceh baru 20 tahun berkonflik? Sejak zaman Sultan saja Aceh sudah berperang ratusan tahun. Dengan Republik pun Aceh berperang hampir 40 tahun.”

Jamaluddin, yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, mengingatkan bahwa MoU Helsinki bukan sekadar dokumen politik, tetapi simbol lahirnya babak baru perdamaian Aceh setelah puluhan tahun konflik bersenjata. Ia menegaskan bahwa saat perjanjian itu diremehkan, publik Aceh merasa seolah-olah luka lama kembali disiram garam.

Ia menggambarkan bagaimana Aceh pernah menjadi salah satu wilayah dengan operasi militer paling mematikan di Indonesia, meninggalkan ribuan korban jiwa, trauma berkepanjangan, dan ketakutan massal. Puncak penderitaan terjadi ketika tsunami 26 Desember 2004 melanda, menewaskan lebih dari 160 ribu orang dan meratakan banyak wilayah.

Dari keterpurukan itu, Aceh justru memilih jalan damai. Namun, ucapan Benny membuat banyak warga mengingat kembali pahitnya perjalanan sejarah itu.

“80 Tahun Indonesia merdeka, buat Aceh yang datang hanya peluru,” demikian kalimat yang kini banyak berseliweran di media sosial sebagai refleksi kelam hubungan Aceh–Jakarta.

Jamaluddin menilai pernyataan Benny lebih disesalkan karena latar belakangnya sebagai politisi senior Partai Demokrat—partai yang berperan besar dalam proses perdamaian Aceh melalui kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Benny juga telah lama duduk di DPR RI sejak 2004 serta pernah menjabat Wakil Ketua Komisi III.

“Ketika seorang tokoh partai berbicara meremehkan MoU Helsinki, publik merasa ada penghinaan simbolik terhadap perjuangan perdamaian Aceh,” ujarnya.

Kontroversi ini terus bergulir, memperlihatkan betapa sensitifnya isu perdamaian Aceh dan betapa kuatnya ingatan kolektif masyarakat terhadap sejarah panjang konflik di daerah itu. (XRQ)

Reporter: akil

Tonicko Anggara Desak Pemkab Aceh Selatan Bangun Asrama Mahasiswa di Aceh Barat

0

NUKILAN.ID | MEULABOH — Aktivis mahasiswa asal Aceh Selatan di Aceh Barat, Tonicko Anggara, mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan segera merealisasikan pembangunan Asrama Pelajar dan Mahasiswa Aceh Selatan di wilayah Aceh Barat.

Tonicko menilai kebutuhan asrama sudah berada pada tahap mendesak. Kepada Nukilan.id ia menyebutkan bahwa jumlah mahasiswa asal Aceh Selatan yang berkuliah di berbagai kampus di Aceh Barat, seperti Universitas Teuku Umar (UTU) dan STAIN Meulaboh, termasuk salah satu yang terbanyak dibanding daerah lain. Kondisi itu, menurutnya, semestinya menjadi perhatian pemerintah daerah.

“Kos sudah semakin mahal kisaran 15 juta,” ujarnya, menyinggung beban biaya tempat tinggal yang semakin memberatkan mahasiswa perantau.

Tonicko juga membandingkan kondisi Aceh Selatan yang hingga kini belum memiliki asrama mahasiswa di Meulaboh, dengan Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang telah lebih dulu membangun asrama bagi pelajar dan mahasiswanya. Ia menyebut, bangunan asrama Abdya terletak tepat di sebelah tanah milik Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan.

Menurut Tonicko, keberadaan asrama mahasiswa bukan hanya sebatas tempat tinggal, melainkan fasilitas penting bagi kebutuhan pendidikan dan sosial mahasiswa. Ia menilai urgensi asrama antara lain sebagai pusat berkumpul pelajar dan mahasiswa Aceh Selatan, serta rumah singgah bagi masyarakat yang datang ke Meulaboh untuk berbagai keperluan, seperti menghadiri wisuda atau menjenguk keluarga.

“Pentingnya membangun sektor pendidikan guna menjadi bekal daerah mewujudkan kemajuan ke depannya dengan memastikan sarana dan prasarana pendidikan terperhatikan,” tutur Tonicko.

Ia menambahkan, harapan generasi muda Aceh Selatan terhadap tokoh daerah, termasuk kepada sosok Mirwan, cukup tinggi. Mereka berharap pembangunan asrama menjadi bagian dari komitmen pemerintah dalam memperkuat sektor pendidikan dan mendukung mahasiswa perantau.

Tonicko berharap pemerintah daerah dapat melihat kebutuhan tersebut sebagai investasi jangka panjang untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Aceh Selatan. “Harapan kaum muda pada Mirwan itu tinggi,” katanya. (XRQ)

Reporter: Akil

BPSDM Aceh Genjot Penguatan Konten Digital Lewat GEO dan AI

0
BPSDM Aceh Genjot Penguatan Konten Digital Lewat GEO dan AI. (Foto: BPSDM Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — BPSDM Aceh mulai menapaki babak baru dalam strategi komunikasi digital dengan menggelar In-House-Training bertema “Optimalisasi Konten Digital dengan GEO (Generative Engine Optimization)” di Ruang Rapat Lantai 2, Kamis (13/11). Pelatihan ini diikuti pegawai lintas bidang sebagai upaya memperkuat kapasitas aparatur menghadapi perubahan cara publik mencari informasi di era kecerdasan artifisial.

GEO diperkenalkan sebagai pendekatan baru dalam merancang konten digital agar lebih mudah dipahami, dirujuk, dan diambil oleh AI generatif seperti ChatGPT maupun Gemini. Jika selama ini humas terbiasa berorientasi pada SEO dan peringkat mesin pencari, maka GEO menekankan pentingnya memastikan chatbot AI mengutip sumber resmi yang akurat dan tepercaya dari instansi pemerintah.

Dalam sesi diskusi, sejumlah peserta menyoroti perlunya beradaptasi cepat dengan perkembangan ini. Mereka menilai, ketika masyarakat mencari informasi melalui chatbot, reputasi lembaga bukan hanya dinilai dari nama instansi yang muncul, melainkan dari kualitas penjelasan yang jernih dan konsisten. Pesan yang tidak dikelola dengan baik, menurut seorang peserta, dapat membuat “mesin menafsirkan sendiri wajah BPSDM Aceh di hadapan publik.”

Fasilitator pelatihan, Andriansyah, S.IP., M.Sc., menegaskan bahwa GEO dan AI kini bergerak beriringan dan menjadi kompetensi penting bagi aparatur. AI generatif, katanya, dapat dimanfaatkan untuk merangkum dokumen, menyusun draf pengumuman, hingga membuat outline bahan pelatihan, sementara manusia tetap menjadi penentu akhir melalui proses kajian, penyuntingan, dan persetujuan. Dengan pendekatan tersebut, teknologi dilihat sebagai mitra kerja, bukan ancaman.

Materi pelatihan juga memotret perubahan perilaku digital masyarakat. Riset yang dipaparkan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja pengetahuan di Indonesia telah mencoba AI generatif, dan semakin banyak pengguna internet muda mencari informasi lewat chatbot. Fenomena ini menjadi peringatan sekaligus peluang bagi lembaga pemerintah, termasuk BPSDM Aceh, untuk memperbarui pola komunikasi digitalnya.

Dalam konteks tersebut, GEO dipadukan dengan strategi Digital Public Relations (PR). Fokus humas tidak lagi sebatas mengirim rilis kegiatan, tetapi menyusun narasi berbasis data avec bahasa sederhana, menyajikan FAQ yang lugas, serta memastikan informasi 5W1H layanan mudah dipahami oleh masyarakat maupun mesin. Kolaborasi antarbidang ditekankan untuk menjaga keselarasan istilah program, akurasi data, serta pembaruan konten di kanal resmi BPSDM Aceh.

Melalui pelatihan ini, BPSDM Aceh menargetkan lahirnya aparatur yang melek AI dan memahami prinsip-prinsip GEO. Langkah lanjutan diarahkan pada penyusunan panduan praktis penulisan konten ramah GEO, pembaruan halaman layanan, serta uji coba pertanyaan pada chatbot AI untuk memastikan program dan layanan BPSDM Aceh mudah ditemukan dan dipahami publik.

Curi 19 Motor Honda Beat, Pria Asal Aceh Selatan Dibekuk Polisi di Aceh Barat

0
Polres Aceh Barat saat rilis kasus pencurian sepeda motor (Foto: Dok. Polres Aceh Barat)

NUKILAN.ID | MEULABOH – Seorang pria berinisial S (38), warga Kecamatan Pasie Raja, Aceh Selatan, ditangkap polisi setelah diduga mencuri 19 unit sepeda motor jenis Honda Beat di wilayah Aceh Barat. Penangkapan dilakukan menyusul rangkaian laporan masyarakat yang masuk sejak September hingga November 2025.

Kapolres Aceh Barat AKBP Yhogi Hadisetiawan menjelaskan bahwa penangkapan pelaku berawal dari laporan aksi pencurian motor di Desa Gunong Kleng, Kecamatan Meureubo, Selasa (4/11) malam. Saat itu, pelaku mencoba menggasak motor yang terparkir di depan rumah warga, namun aksinya dipergoki korban yang langsung berteriak meminta pertolongan.

S yang panik sempat melarikan diri dan bersembunyi di depan rumah warga. Tak butuh waktu lama, tim Resmob Satreskrim Polres Aceh Barat berhasil menangkapnya.

“Pelaku diamankan tak lama setelah tim mendapatkan laporan dari warga yang memergoki aksinya di Kecamatan Meureubo. Dari pengembangan, kami menemukan fakta bahwa pelaku telah melakukan serangkaian pencurian di beberapa lokasi berbeda,” kata Yhogi kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).

Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa S telah beraksi di sejumlah titik di Aceh Barat. Motor hasil curiannya kemudian dijual ke Aceh Selatan dan Kota Subulussalam. Polisi menyita total 19 unit Honda Beat, terdiri dari dua motor di Aceh Barat, 15 motor di Aceh Selatan, dan dua motor di Subulussalam.

S disebut menggunakan kunci modifikasi yang telah disesuaikan dengan rumah kunci sepeda motor untuk mempermudah aksinya. Kepada polisi, dia mengaku beraksi seorang diri dan menyebut faktor ekonomi sebagai alasan tindak kejahatannya.

“Tersangka mengaku bertindak sendiri dengan alasan faktor ekonomi. Semua kendaraan hasil curian dijual ke luar daerah dengan harga murah,” jelas Yhogi.

Kapolres menegaskan pihaknya akan meningkatkan patroli dan penegakan hukum guna mencegah aksi kriminalitas jalanan. Ia juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi kejahatan serupa.

“Gunakan kunci ganda, parkir di tempat aman, dan segera laporkan kepada pihak kepolisian bila melihat hal mencurigakan. Kami berkomitmen untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah hukum Aceh Barat,” tutupnya.