Beranda blog Halaman 48

Rutan Takengon Gelar Wirid Yasin Bersama di Masjid At-Taubah

0
Wirid Yasin Bersama di Masjid At-Taubah Rutan Takengon. (Foto: Humas Rutan Takengon)

NUKILAN.ID | TAKENGON – Pejabat struktural bersama pegawai dan warga binaan Rumah Tahanan (Rutan) Takengon melaksanakan wirid yasin bersama di Masjid At-Taubah.

Kegiatan ini dimulai setelah shalat Maghrib berjamaah. Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, khususnya Surah Yasin, menggema di seluruh penjuru masjid, menciptakan suasana tenang dan penuh kedamaian. Para peserta, baik pegawai maupun warga binaan, tampak antusias dan khusyuk mengikuti bacaan.

Wirid yasin bersama ini memiliki makna mendalam. Selain sebagai bentuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, kegiatan tersebut juga diharapkan dapat memberikan ketenangan batin, memperkuat iman, serta menumbuhkan rasa persaudaraan di antara warga binaan dan petugas.

Kegiatan ini menjadi salah satu upaya pembinaan mental dan spiritual berkelanjutan di Rutan Takengon. Hal ini sekaligus menunjukkan komitmen pihak rutan dalam memberikan pembinaan yang menyeluruh, tidak hanya dari aspek keamanan dan keterampilan, tetapi juga dari sisi spiritual. Kegiatan berjalan tertib dan lancar.

Editor: Akil

Kepala Rutan Takengon Hadiri Penguatan Peran PK Menyongsong KUHP Baru

0
Kepala Rutan Takengon Hadiri Penguatan Peran PK Menyongsong KUHP Baru. (Foto: Humas Rutan Takengon)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Takengon, Rusli, menghadiri kegiatan yang digelar Ikatan Pembimbing Kemasyarakatan Indonesia (IPKI) Dewan Pengurus Wilayah Aceh di Aula Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh.

Acara tersebut bertajuk “Penguatan Peran Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dalam Menyongsong Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.”

Kehadiran Kepala Rutan Takengon ini merupakan bentuk komitmen mendukung program pembinaan serta penyiapan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan paradigma hukum pidana di Indonesia. Perubahan tersebut dipandang akan berdampak signifikan pada tugas dan fungsi Pemasyarakatan, khususnya bagi Pembimbing Kemasyarakatan.

Kegiatan membahas peran vital PK yang semakin diperluas dalam sistem peradilan pidana terpadu di bawah KUHP baru. Pemberlakuan aturan ini menekankan pergeseran fokus dari pidana penjara ke pidana alternatif dan restorative justice, di mana PK menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan litmas, pembimbingan, serta pengawasan terhadap klien Pemasyarakatan.

Dalam kesempatan itu, Kepala Rutan Takengon mencermati materi terkait implikasi KUHP terhadap masa transisi narapidana dan tahanan. Ia juga menyoroti pentingnya koordinasi teknis yang intensif antara Rutan dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) guna memastikan kelancaran implementasi pidana non-kustodial.

Melalui kegiatan penguatan ini, Rutan Kelas IIB Takengon memperoleh pemahaman lebih komprehensif mengenai strategi kolaboratif yang perlu dibangun bersama Bapas di lingkungan Kanwil Ditjenpas Aceh. Kegiatan berlangsung tertib dan lancar.

Editor: Akil

Penguatan Pembimbing Kemasyarakatan Aceh, Siap Sambut KUHP Baru yang Humanis

0
Kanwil Ditjenpas Aceh bersama Ikatan Pembimbing Kemasyarakatan Indonesia (Ipkemindo) Dewan Pengurus Wilayah Aceh menggelar kegiatan penguatan bagi Pembimbing Kemasyarakatan (PK), Kamis (2/10/2025). (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Menjelang diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 2 Januari 2026, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kanwil Ditjenpas) Aceh bersama Ikatan Pembimbing Kemasyarakatan Indonesia (Ipkemindo) Dewan Pengurus Wilayah Aceh menggelar kegiatan penguatan bagi Pembimbing Kemasyarakatan (PK), Kamis (2/10/2025).

Kegiatan ini menjadi langkah strategis untuk memastikan seluruh petugas Pemasyarakatan, khususnya PK, memiliki pemahaman yang mendalam serta kompetensi yang mumpuni dalam menjalankan tugas, terutama terkait Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dan peran PK sesuai semangat pembaruan hukum pidana yang modern dan humanis.

Penguatan tersebut diikuti oleh seluruh Pembimbing Kemasyarakatan dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di lingkungan Kanwil Ditjenpas Aceh. Acara dibuka resmi oleh Kepala Kanwil Ditjenpas Aceh, Yan Rusmanto, di Aula Bangsal Garuda, Banda Aceh.

“Setelah sekian lama kita menggunakan KUHP warisan kolonial, akhirnya Indonesia memiliki KUHP baru yang lahir dari rahim bangsa sendiri, disusun dengan semangat reformasi hukum, dan berlandaskan nilai-nilai Pancasila serta jati diri bangsa,” ujar Yan Rusmanto.

Menurutnya, perubahan besar ini membawa implikasi luas, bukan hanya bagi aparat penegak hukum seperti hakim, jaksa, dan kepolisian, tetapi juga bagi seluruh jajaran pemasyarakatan, khususnya pembimbing kemasyarakatan.

“Di sinilah peran pembimbing kemasyarakatan menjadi sangat strategis. Rekan-rekanlah yang menjadi garda terdepan dalam memastikan bahwa prinsip keadilan restoratif benar-benar terlaksana, bukan hanya berhenti di atas kertas peraturan,” tegas Yan Rusmanto dalam kegiatan yang turut dihadiri PK Utama Ditjenpas.

Sesi inti diisi dengan pemaparan materi dari narasumber ahli di bidang Pemasyarakatan dan hukum pidana, yakni Okto Ghazali Roza, S.H., Dr. Mukhlis, S.H., M.Hum., PK Ahli Utama, Heni Yuwono selaku Kasubdit Pendampingan Klien dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan, Sigit Budiyanto, serta Kakanwil Ditjenpas Aceh, Yan Rusmanto. Materi yang dipaparkan menekankan peran vital Pembimbing Kemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana yang diperbarui.

Melalui kegiatan ini, diharapkan kompetensi dan pemahaman Pembimbing Kemasyarakatan maupun Kepala UPT semakin kuat. Implementasi KUHP baru, khususnya dalam menjalankan fungsi litmas dan pendampingan klien, sangat ditentukan oleh kesiapan petugas di lapangan demi mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih humanis dan berorientasi pada pemasyarakatan.

Editor: Akil

Dinas Pengairan Aceh Ikuti Pengukuhan Pejabat Administrator dan Pengawas

0
Dinas Pengairan Aceh Ikuti Pengukuhan Pejabat Administrator dan Pengawas. (Foto: Dinas Pengairan Aceh)

NUKILAN.ID | Banda Aceh – Pelaksana Harian (Plh.) Kepala Dinas Pengairan Aceh, Ichsan Iswandy, S.STP., MM., bersama Pejabat Eselon III dan Eselon IV Dinas Pengairan Aceh mengikuti kegiatan Pengukuhan Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas di lingkungan Pemerintah Aceh.

Kegiatan pengukuhan tersebut dilaksanakan secara virtual melalui Zoom Meeting pada Jumat, 3 Oktober 2025.

Partisipasi jajaran Dinas Pengairan Aceh dalam kegiatan ini merupakan bentuk dukungan terhadap kebijakan Pemerintah Aceh dalam memperkuat struktur birokrasi serta memastikan kesinambungan tata kelola pemerintahan yang efektif dan profesional.

Pengukuhan ini diharapkan dapat semakin meningkatkan semangat kerja dan tanggung jawab seluruh pejabat dalam menjalankan tugas, terutama dalam mewujudkan pelayanan publik yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Wagub Aceh: Green Policing Tonggak Penting Mencegah Tambang Liar

0
Deklarasi Green Policing Mencegah Pertambangan Liar di Seluruh Provinsi Aceh yang digelar Polda Aceh bersama Forkopimda di Aula Mapolda Aceh, Kamis (2/10/2025). (Foto: Humas Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Wakil Gubernur Aceh, H. Fadhlullah, SE., menegaskan penerapan Green Policing atau pemolisian hijau merupakan tonggak penting dalam menjaga kelestarian lingkungan sekaligus mencegah praktik pertambangan liar di Aceh. Hal tersebut disampaikan dalam Deklarasi Green Policing Mencegah Pertambangan Liar di Seluruh Provinsi Aceh yang digelar Polda Aceh bersama Forkopimda di Aula Mapolda Aceh, Kamis (2/10/2025).

Dalam sambutannya, Fadhlullah menyebut Aceh memiliki sumber daya alam melimpah, mulai dari hutan, air, hingga mineral. Namun, aktivitas tambang ilegal selama beberapa dekade terakhir telah menimbulkan dampak serius.

“Tambang liar bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga mengancam kelangsungan hidup masyarakat sekitar, memicu konflik sosial, serta menggerus nilai-nilai kearifan lokal,” ujarnya.

Menurutnya, langkah Kapolda Aceh menggagas Green Policing menjadi momentum penting karena pendekatan ini tidak hanya menekankan penegakan hukum, tetapi juga gerakan moral, edukasi, dan kolaborasi lintas elemen.

“Pemerintah Aceh mendukung penuh. Kita tidak menutup mata terhadap kebutuhan ekonomi masyarakat, namun segala aktivitas pertambangan harus legal, berizin, dan berkelanjutan. Deklarasi ini harus kita kawal dengan kerja nyata, koordinasi erat, dan komitmen konsisten,” kata Fadhlullah.

Kapolda Aceh, Irjen Pol Marzuki Ali Bashyah, menegaskan persoalan tambang ilegal harus ditangani secara menyeluruh.

“Persoalan ini tidak bisa hanya dilihat dari sisi hukum. Ada konflik antara masyarakat dan negara yang harus didekati dengan cara sosial, edukatif, dan kolaboratif. Polisi akan berdiri di tengah untuk mencari jalan tengah,” ujarnya.

Kapolda berharap komitmen bersama dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat Aceh.

“Semoga komitmen bersama ini bisa menjadikan Aceh hijau dan masyarakat sejahtera serta keamanan terjaga. Kita jaga alam sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang,” katanya.

Sementara itu, Dirkrimsus Polda Aceh, Kombes Pol. Zulhir Destrian, memaparkan langkah-langkah yang telah ditempuh, antara lain mengimbau seluruh SPBU agar tidak menyalahi aturan dalam penyaluran BBM yang kerap digunakan untuk mendukung aktivitas tambang ilegal.

Polda juga berkoordinasi dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan Pemerintah Aceh guna mendorong pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai solusi legal bagi masyarakat.

“Kami sudah memetakan daerah rawan PETI (pertambangan tanpa izin), bahkan menghadapi penghadangan masyarakat saat penindakan. Karena itu, solusi WPR ini sangat penting,” ujar Zulhir Destrian.

Ia menegaskan Polda Aceh mendukung penuh Pemerintah Aceh dalam menyusun regulasi dan prosedur pembentukan WPR.

Pangdam Iskandar Muda, Mayor Jenderal TNI Joko Hadi Susilo, menekankan pentingnya gerakan Green Policing demi keberlangsungan hidup generasi mendatang.

“Alam kita adalah anugerah besar. Jika dibiarkan, tambang ilegal bisa berujung bencana: kerusakan hutan, longsor, bahkan korban jiwa. Dampaknya juga pada perekonomian dan potensi konflik sosial. Karena itu, tanggung jawab ini bukan hanya milik aparat, tapi semua pihak,” tegasnya.

Menurut Pangdam, Green Policing merupakan panggilan moral bagi seluruh pelaku pembangunan di Aceh.

“Deklarasi ini menjadi komitmen nyata menyelamatkan potensi yang ada di Aceh,” ujarnya.

Deklarasi Green Policing ditandatangani bersama oleh pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, ulama, dan masyarakat. Isinya mencakup lima poin komitmen, yakni menolak segala bentuk PETI, mendukung sosialisasi dampak negatif tambang liar, mendorong pembentukan WPR, berbagi informasi valid terkait PETI, serta melakukan penegakan hukum terpadu dan berkelanjutan.

Acara tersebut turut dihadiri unsur Forkopimda Aceh, Wakapolda dan jajaran Polda Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Rektor Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar-Raniry, serta sejumlah Kepala SKPA Pemerintah Aceh.

Editor: Akil

Polda Aceh Imbau SPBU Hentikan Penyaluran BBM untuk Tambang Ilegal

0
Kapolda Aceh, Irjen Marzuki Ali Bashyah. (Foto: Metrotvnews.com/ Fajri Fatmawati)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Kapolda Aceh Irjen Marzuki Ali Basyah mengimbau seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Aceh untuk menghentikan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan dalam aktivitas tambang ilegal. Langkah ini diambil agar penyaluran BBM tidak menyalahi aturan.

“Kami telah mengimbau seluruh SPBU yang ada di Aceh agar menyetop penyaluran BBM untuk aktivitas tambang ilegal,” kata Marzuki, Kamis (2/10/2025).

Ia menegaskan bahwa persoalan tambang ilegal harus ditangani secara menyeluruh. Menurutnya, masalah ini tidak bisa hanya dilihat dari sisi hukum karena terdapat konflik antara masyarakat dan negara yang juga perlu didekati dengan cara sosial, edukatif, dan kolaboratif.

“Polisi akan berdiri di tengah untuk mencari jalan tengah,” jelas Marzuki.

Marzuki berharap kerja sama berbagai pihak dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat Aceh.

“Semoga komitmen bersama ini bisa menjadikan Aceh hijau dan masyarakat sejahtera serta keamanan terjaga. Kita jaga alam sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang,” lanjutnya.

Sementara itu, Dirkrimsus Polda Aceh Kombes Zulhir Destrian menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan Pemerintah Aceh untuk mendorong pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai solusi legal bagi masyarakat.

“Kami sudah memetakan daerah rawan PETI (pertambangan tanpa izin), bahkan menghadapi penghadangan masyarakat saat penindakan. Karena itu, solusi WPR ini sangat penting,” pungkas Zulhir Destrian.

Editor: Akil

Kapolda Bersama Pemangku Kepentingan di Aceh Deklarasi Green Policing

0

NUKILAN.id | Banda Aceh — Kapolda Aceh Irjen Pol. Marzuki Ali Basyah menginisiasi dan mengajak para pemangku kepentingan di Aceh untuk mendeklarasikan “Green Policing” atau pemolisian hijau sebagai upaya memberantas tambang ilegal. Deklarasi tersebut berlangsung di Aula Machdum Sakti Polda Aceh, Kamis, 2 Oktober 2025.

Green Policing merupakan pendekatan yang mencakup filosofi, strategi, dan kegiatan untuk mendorong kemitraan antara kepolisian dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman, tertib, serta berkelanjutan. Program ini menjadi strategi Kapolda Aceh dalam mencegah penambangan liar atau ilegal di seluruh wilayah Aceh.

Dalam deklarasi yang turut dihadiri Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, dilakukan penandatanganan bersama sebagai komitmen untuk menolak segala bentuk Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Aceh.

Isi deklarasi tersebut adalah mendukung pemerintah dalam menyosialisasikan larangan dan dampak PETI, mendukung realisasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat, saling memberikan informasi yang benar dan valid terkait aktivitas PETI, serta berkoordinasi dan berkolaborasi dalam melakukan penegakan hukum secara terpadu dan berkelanjutan terhadap pelaku PETI di Aceh.

“Green Policing adalah wujud komitmen Polri menjaga alam Aceh untuk generasi mendatang. Tambang ilegal bukan hanya soal hukum, tetapi juga menyangkut kelestarian hidup kita semua,” tegas Kapolda Aceh.

Kapolda menegaskan bahwa tambang ilegal sudah sepatutnya menjadi perhatian serius. Aktivitas ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak hutan, mencemari sungai, memicu longsor, menyebabkan banjir, hingga menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat.

Abituren Akabri 1991 itu juga mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung upaya pemberantasan tambang ilegal dengan tidak terlibat dalam aktivitas tersebut serta segera melaporkan bila menemukan indikasi di lapangan.

Penyidik Polda Aceh Hentikan Kasus Pelanggaran Hak Siar Pengusaha Warkop

0
Direktur Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol. Zulhir Destrian. (Foto: Dok. Polda Aceh)

NUKILAN.id | Banda Aceh – Penyidik Subdit Indagsi Ditreskrimsus Polda Aceh resmi menghentikan penanganan kasus dugaan pelanggaran hak siar (HAKI) yang dilaporkan platform penyiaran digital Vidio.com terhadap 19 pengusaha warung kopi (warkop) di Banda Aceh dan Aceh Besar, Rabu, 1 Oktober 2025.

Direktur Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol. Zulhir Destrian, menjelaskan bahwa sebelumnya pihak Vidio.com telah mencabut laporan terkait dugaan pelanggaran hak siar tersebut.

Pencabutan laporan tersebut dilakukan setelah adanya proses mediasi yang difasilitasi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, bersama Sekretaris Komisi I DPR Aceh, Arif Fadillah, serta Staf Khusus Menparekraf, Rian Syaf, beberapa waktu yg lalu.

Tindak lanjut dari hasil mediasi tersebut, penyidik menindaklanjutinya dengan melakukan sejumlah tahapan administrasi hukum yang harus ditempuh agar para pihak mendapatkan kepastian hukum secara formal baik itu pelapor dan terlapor.

“Penanganan perkaranya baru saja resmi dihentikan setelah seluruh proses administrasi hukum formal selesai. Kalau sebelumnya, baru sebatas mediasi dan pencabutan laporan, kini status hukumnya sudah tuntas” jelas Zulhir, Kamis, 2 Oktober 2025.

Lebih lanjut, mantan Kapolres Pidie itu mengingatkan masyarakat, khususnya para pengusaha warkop, agar lebih bijak dalam menayangkan siaran televisi atau konten digital di ruang publik. Hak siar adalah bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dilindungi undang-undang, sehingga setiap bentuk pelanggaran dapat berimplikasi hukum.

Ia juga mengimbau agar para pelaku usaha memastikan bahwa konten yang mereka tayangkan berasal dari saluran resmi atau memiliki izin siar yang sah. Edukasi mengenai hak cipta dan hak siar perlu terus ditingkatkan agar tidak terjadi lagi permasalahan serupa di kemudian hari.

“Harapan kami, semua pihak dapat lebih memahami aturan terkait hak siar. Mari sama-sama kita hormati karya, jasa, dan hak pihak lain, sehingga iklim usaha di Aceh dapat berjalan sehat dan sesuai koridor hukum,” pungkas Zulhir.

Kejari Banda Aceh Musnahkan Barang Bukti Perkara Narkotika hingga Perdagangan Orang

0
Proses pemusnahan barang bukti yang berkekuatan hukum tetap di halaman Kejaksaan Negeri Banda Aceh, pada Kamis 2 Oktober 2025. (Foto: Dok. Kejari Banda Aceh)

NUKILAN.id | Banda Aceh – Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh melaksanakan pemusnahan barang bukti yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di halaman Kejaksaan setempat, pada Kamis (2/10/2025). 

Kepala Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Suhendri melalui Kepala Seksi Intelijen Muhammad Kadafi menyampaikan bahwa barang bukti yang dimusnahkan berasal dari perkara tindak pidana umum yang telah diputus Pengadilan Negeri Banda Aceh dan perkara jinayat yang diputus Mahkamah Syariah periode Mei hingga September 2025.

Pemusnahan terbesar dilakukan terhadap barang bukti tindak pidana narkotika dari 41 kasus. Barang bukti yang dimusnahkan meliputi sabu seberat 722,58 gram (bruto) dan ganja 512,96 gram (bruto), beserta berbagai alat pakai narkotika seperti bong sebanyak 11 unit, pipet 17 unit, dan pipa kaca 10 unit.

Selain narkotika, turut dimusnahkan barang bukti dari tiga kasus tindak pidana terhadap orang dan harta benda berupa senjata tajam dan alat-alat lainnya. Satu kasus perdagangan orang dengan barang bukti kondom, handphone, dan selimut juga ikut dimusnahkan.

Kejaksaan juga memusnahkan barang bukti dari 19 kasus tindak pidana keamanan dan ketertiban umum serta tindak pidana lainnya, termasuk 20 botol minuman beralkohol, akun judi, dan berbagai barang lainnya yang disita dari pelaku.

Kadafi menjelaskan, metode pemusnahan dilakukan dengan berbagai cara. Narkotika dimusnahkan dengan pembakaran, pelarutan dalam asam pekat, hingga diblender dengan garam dan air agar tidak dapat dipergunakan kembali.

“Kegiatan pemusnahan barang bukti ini dilakukan secara rutin dua kali dalam setahun. Tujuannya untuk pelaksanaan tugas jaksa selaku eksekutor serta menghindari penyalahgunaan terhadap barang bukti,” ujar Kadafi dalam keterangan tertulisnya yang diterma Nukilan.

Reporter: Rezi

KPA LN Desak DPRA dan APH Bongkar Mafia Tambang Aceh

0
Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Luwa Nanggroe, Umar Hakim Ilhami. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Isu tambang ilegal di Aceh kembali menjadi sorotan tajam. Setelah Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem, mengeluarkan ultimatum agar seluruh alat berat di tambang emas ilegal segera ditarik dari hutan, desakan kini datang dari Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Luwa Nanggroe, Umar Hakim Ilhami.

Dalam keterangannya kepada Nukilan.id, Umar meminta DPR Aceh dan aparat penegak hukum (APH) untuk tidak berhenti pada wacana, tetapi membuka ke publik siapa aktor di balik bisnis tambang gelap yang selama ini merusak lingkungan Aceh.

“Rakyat Aceh tidak cukup diberi tontonan ultimatum. Yang harus dibuka ke publik adalah siapa mafia di balik 1.000 ekskavator itu, siapa bekingnya, siapa yang mengatur jaringan distribusi emas dan batu bara ilegal dari Aceh,” tegas Umar, Rabu (1/10/2025).

Sebelumnya, Mualem mengungkapkan data mencengangkan dari laporan Panitia Khusus (Pansus) DPR Aceh bidang mineral, batubara, dan migas. Menurut laporan itu, terdapat 450 titik tambang ilegal tersebar di sejumlah kabupaten, mulai dari Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tengah, hingga Pidie.

“Khusus tambang emas ilegal, saya beri waktu mulai hari ini, seluruh tambang emas ilegal yang memiliki alat berat harus segera dikeluarkan dari hutan Aceh,” ujar Mualem, Kamis (25/9).

Namun ultimatum tersebut justru memunculkan reaksi berantai. Umar menilai ada sejumlah kejanggalan yang muncul pasca pernyataan Mualem, salah satunya terkait tindakan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang sempat menghentikan sebuah truk berpelat BL (Aceh) di wilayah Langkat pada Sabtu (27/9).

Aksi itu terekam kamera dan menjadi viral di media sosial.

“Kenapa tiba-tiba Gubernur Sumut menghentikan truk Aceh di jalan raya? Aneh sekali. Apa ini kebetulan? Atau sinyal politik-ekonomi dari luar Aceh?” ujar Umar penuh tanya.

Dugaan keterkaitan lintas provinsi ini semakin menguat seiring fakta bahwa Aceh masih bergantung pada pasokan listrik dari Sumatera Utara sebesar 30–40 persen untuk menutup defisit di wilayah timur dan tengah.

Gangguan listrik yang melanda Aceh sejak 29 September hingga tiga hari lebih juga memunculkan tanda tanya. Apalagi, gangguan itu terjadi setelah munculnya langkah tegas Mualem terhadap tambang ilegal.

“Kalau Aceh sampai gelap total, sementara sebagian besar jaringan interkoneksi kita lewat Sumut, logis untuk mempertanyakan: apakah ada faktor kesengajaan? Apakah mafia tambang yang terusik bergerak lewat jalur energi?” sindir Umar.

Pemadaman listrik selama lebih dari 72 jam membuat aktivitas di Aceh lumpuh. Rumah sakit mengandalkan genset, UMKM berhenti produksi, dan masyarakat terpaksa berhemat energi. PLN menyebut gangguan itu berasal dari gangguan sistem di PLTU Nagan Raya dan PLTMG Arun, serta melakukan manajemen beban dengan memprioritaskan fasilitas vital.

Bagi Umar, rangkaian kejadian ini menunjukkan adanya kekuatan besar yang merasa terganggu oleh kebijakan Mualem.

“Ini bukan semata tambang emas ilegal. Ini sudah masuk ke lingkaran mafia yang punya akses ke energi, logistik, bahkan politik lintas provinsi,” katanya.

Beberapa fakta yang terungkap di lapangan, menurut Umar, semakin menguatkan dugaan adanya jaringan mafia tambang yang beroperasi lintas Aceh–Sumut. Ia menyebut, skala operasi tambang ilegal di Aceh tidak mungkin berlangsung tanpa dukungan logistik besar dan akses ke jalur distribusi energi yang kuat.

“Operasi 1.000 ekskavator ilegal itu tidak mungkin jalan tanpa suplai BBM besar-besaran. Dan kita tahu, sebagian besar distribusi BBM Aceh selama ini melalui jalur Sumut,” ungkap Umar.

Ia menambahkan, hasil tambang dari berbagai titik di Aceh—mulai dari emas hingga batu bara—diduga kuat mengalir keluar melalui jalur distribusi Medan sebelum masuk ke pasar nasional, bahkan ekspor.

“Kalau mau jujur, rantai pasok hasil tambang Aceh itu arahnya banyak ke Medan, bukan ke dalam provinsi sendiri. Jadi wajar kalau kita curiga ada jaringan besar yang bermain di belakang layar,” katanya.

Keterkaitan antarprovinsi itu, lanjut Umar, juga terlihat dari sistem interkoneksi listrik antara Sumut dan Aceh. Fakta bahwa Aceh masih bergantung pada pasokan listrik dari Sumut sebesar 30–40 persen membuka ruang spekulasi baru, terutama setelah peristiwa blackout selama lebih dari tiga hari.

“Bayangkan, Aceh gelap total setelah Mualem keluarkan ultimatum tambang ilegal. Apakah ini kebetulan? Atau ada pihak luar yang sengaja memainkan tombol energi kita?” ujar Umar dengan nada curiga.

Selain itu, Umar juga menyinggung aksi Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang sempat menghentikan sebuah truk berpelat BL (Aceh) di Langkat dan menjadi viral di media sosial. Menurutnya, insiden tersebut semakin memperlihatkan bahwa persoalan tambang Aceh tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik dan ekonomi lintas wilayah.

“Kenapa tiba-tiba Gubernur Sumut menghentikan truk Aceh di jalan raya? Aneh sekali. Apa ini kebetulan? Atau sinyal politik-ekonomi dari luar Aceh?” katanya.

Umar menilai, rangkaian peristiwa itu tidak bisa dipandang terpisah. Baginya, ada benang merah yang menghubungkan praktik tambang ilegal, suplai energi, hingga dinamika politik di dua provinsi.

“Semua ini terlihat seperti potongan puzzle yang saling terhubung. Kalau benar ada mafia yang mengatur, maka pertarungan Mualem bukan hanya melawan tambang ilegal, tapi melawan jaringan ekonomi gelap yang terorganisir lintas provinsi,” tutup Umar.

Umar menilai, langkah Mualem bukan sekadar penyelamatan lingkungan, tetapi juga ujian besar menghadapi jaringan mafia tambang yang telah lama berakar di Aceh.

“Kalau gubernur konsisten, ini akan jadi babak baru perlawanan Aceh terhadap perampokan sumber daya. Tapi kalau tidak, rakyat akan melihat semua ini hanya drama sesaat,” ujar Umar.

Kini, sorotan publik tertuju pada DPR Aceh dan aparat penegak hukum. Desakan pun semakin kuat agar mereka berani membongkar tuntas jaringan mafia lintas Aceh–Sumut yang diduga berada di balik 1.000 ekskavator tambang ilegal. (xrq)

Reporter: Akil