Beranda blog Halaman 20

Terkait Polemik Baitul Mal Aceh Selatan, FORMAKI Desak DPRK dan Bupati Turun Tangan Atasi Kebuntuan Regulasi

0
Alizamzami, Ketua FORMAKI. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Penyaluran dana zakat dan infak bagi masyarakat kurang mampu di Aceh Selatan kini tersendat akibat kebuntuan regulasi di internal Baitul Mal Kabupaten (BMK). Kondisi ini memantik perhatian serius dari Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI), yang menilai bahwa hak-hak mustahik kini “tersandera” oleh persoalan birokrasi dan kelembagaan.

Ketua FORMAKI, Alizamzami, kepada Nukilan.id mengungkapkan bahwa dana umat untuk Bantuan Sosial yang Tidak Dapat Direncanakan Sebelumnya tidak dapat dicairkan. Padahal, bantuan tersebut mencakup program vital seperti biaya pendampingan pasien penyakit kronis, bantuan pembinaan mualaf, santunan untuk orang terlantar, hingga bantuan bagi korban kebakaran, angin kencang, dan bencana alam.

“Hak-hak dasar kaum dhuafa ini kini tersandera oleh kebuntuan birokrasi,” tulisnya dalam pernyataan yang diterima pada Kamis (30/10/2025)

Berdasarkan telaah dokumen resmi yang diperoleh FORMAKI, akar permasalahan terletak pada ketiadaan dasar hukum yang mengatur penyaluran bantuan sosial tak terencana. Sejak dana zakat dan infak dimasukkan ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Khusus dalam APBK, proses penyaluran terikat pada Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 dan sistem SIPD-RI.

“Aturan tersebut mensyaratkan pencantuman penerima bantuan secara by name by address dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Padahal, bantuan darurat seperti untuk korban bencana atau pasien sakit kritis tentu tidak bisa diprediksi sejak awal tahun anggaran,” sambungnya.

Dokumen internal hasil Rapat Koordinasi yang dipimpin Sekda Aceh Selatan juga menegaskan bahwa tiga Peraturan Bupati yang saat ini berlaku—yakni Perbup Nomor 8 Tahun 2021, Perbup Nomor 33 Tahun 2021, dan Perbup Nomor 6 Tahun 2023—tidak dapat menjadi dasar hukum bagi penyaluran bantuan sosial darurat.

“Satu-satunya solusi yang direkomendasikan adalah penerbitan Peraturan Bupati baru yang secara khusus mengatur mekanisme penyaluran bantuan tersebut, sebagaimana arahan dari Inspektorat Kabupaten Aceh Selatan,” katanya.

Namun, FORMAKI menilai kebuntuan tidak terjadi di level teknis, melainkan di tingkat pembuat kebijakan internal BMK. Berdasarkan temuan mereka, Sekretariat BMK Aceh Selatan telah mengirimkan Usulan Rancangan Peraturan Bupati kepada Badan BMK sejak 24 September 2025. Sayangnya, hingga kini draf tersebut tidak kunjung direspons ataupun diberikan paraf koordinasi oleh Badan BMK.

Padahal, tanpa paraf tersebut, usulan Perbup tidak dapat diproses lebih lanjut oleh Bagian Hukum Setdakab maupun Bupati Aceh Selatan.

Upaya mediasi melalui Rapat Koordinasi yang dipimpin Sekda juga tidak menghasilkan kesepakatan. Solusi alternatif berupa rekomendasi bersama sebagai pengganti Perbup ditolak karena dinilai tidak sesuai ketentuan hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.

Melihat kondisi tersebut, FORMAKI menyatakan tiga poin sikap. Pertama, mereka menyayangkan hak-hak mustahik dikorbankan akibat konflik kelembagaan. Kedua, mereka mengapresiasi prinsip kehati-hatian Kepala Sekretariat BMK dan Inspektorat yang memilih tidak menyalahi aturan demi pencairan instan.

“Kami mengapresiasi prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas yang dipegang oleh Kepala Sekretariat BMK dan Inspektorat yang menolak menerobos aturan hukum demi pencairan sesaat, yang justru dapat membuka celah penyimpangan,” tegasnya.

Ketiga, FORMAKI mendesak Badan BMK Aceh Selatan untuk segera menghentikan kebuntuan dan memberikan penjelasan terbuka kepada publik terkait alasan mereka menahan proses paraf draf Perbup yang sangat dibutuhkan masyarakat.

FORMAKI juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan untuk segera menindaklanjuti surat permohonan audiensi dari Kepala Sekretariat BMK (Nomor: 451.5/443/2025). Menurut FORMAKI, DPRK harus menggunakan fungsi pengawasannya untuk memanggil seluruh pihak terkait, termasuk Sekda, Inspektur, Kabag Hukum, Badan BMK, dan Dewas BMK.

Selain itu, FORMAKI juga menyerukan agar Bupati Aceh Selatan segera turun tangan untuk memastikan Badan BMK memproses paraf koordinasi draf Perbup tersebut.

“Kami juga mendesak Bupati Aceh Selatan untuk segera turun tangan dan memastikan Badan BMK Aceh Selatan segera memproses paraf koordinasi draf Perbup tersebut, sehingga hak-hak pasien miskin, korban bencana, dan mualaf dapat segera disalurkan sesuai aturan yang berlaku,” tutupnya. (XRQ)

Reporter: Akil

Menteri Bahlil Kasih Lampu Hijau ke Aceh untuk Kelola Hulu Migas hingga 200 Mil Laut

0
Ilustrasi sumur migas lepas pantai. (Foto: MNC Media)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Pemerintah Aceh kini memiliki peluang lebih luas dalam pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi (migas). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia, resmi mengizinkan Aceh terlibat dalam kegiatan pengelolaan migas di wilayah kerja laut sejauh 12 mil hingga 200 mil dari garis pantai.

Amatan Nukilan.id, kebijakan tersebut tertuang dalam surat resmi Menteri ESDM dengan nomor T-465/MG.04/MEM.M/2025 tertanggal 23 Oktober 2025, yang ditujukan kepada Gubernur Aceh. Surat itu menjadi tindak lanjut atas permohonan Gubernur Aceh pada 11 Maret 2025 terkait rekomendasi pengelolaan dan pengendalian kegiatan operasi hulu migas di luar wilayah 12 mil laut.

Dalam surat tersebut, Menteri ESDM menegaskan bahwa keikutsertaan Aceh akan dilakukan melalui kerja sama antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dengan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, M Nasir, menyambut baik langkah tersebut dan menyebutnya sebagai hasil dari perjuangan panjang berbagai pihak di Aceh.

“Alhamdulillah, ini buah dari usaha bersama seluruh elemen Pemerintah Aceh, DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh), BPMA (Badan Pengelola Migas Aceh), serta dukungan masyarakat Aceh,” ujar M Nasir di Banda Aceh, Kamis (30/10/2025).

Ia menilai keputusan Menteri ESDM itu sebagai capaian penting dalam memperkuat kedaulatan Aceh terhadap pengelolaan sumber daya alamnya.

“Ini berkat usaha bersama dan dukungan masyarakat Aceh yang terus mendorong agar kewenangan migas di luar 12 hingga 200 mil dapat menjadi bagian dari tanggung jawab bersama Aceh dan pusat,” tambahnya.

Kebijakan ini menjadi angin segar bagi Aceh setelah sekian lama memperjuangkan hak dalam pengelolaan migas, terutama wilayah laut di atas 12 mil yang selama ini menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Dengan peluang baru ini, diharapkan kolaborasi antara BPMA dan SKK Migas dapat mendorong percepatan investasi sektor migas di Aceh, sekaligus memperkuat posisi daerah dalam mendukung ketahanan energi nasional. (XRQ)

Reporter: Akil

Bank Aceh Salurkan Zakat Rp500 Juta untuk 1.216 Mustahiq Produktif di Aceh Tenggara

0

NUKILAN.ID | KUTACANE — Bank Aceh kembali menunjukkan komitmennya sebagai lembaga keuangan syariah yang tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga peduli terhadap kesejahteraan umat. Melalui Baitul Mal Kabupaten Aceh Tenggara, Bank Aceh menyalurkan zakat perusahaan tahun buku 2024 sebesar Rp500 juta kepada 1.216 mustahiq miskin produktif di wilayah tersebut.

Penyaluran zakat yang berlangsung di Bale Musara, Kutacane, pada Rabu (30/10/2025) itu dihadiri oleh Bupati Aceh Tenggara H. M. Salim Fakhry, Direktur Utama Bank Aceh Fadhil Ilyas, dan Ketua Baitul Mal Kabupaten Aceh Tenggara Sufiyan Husni Salam. Kegiatan ini menjadi wujud nyata sinergi antara pemerintah daerah dan Bank Aceh dalam upaya pengentasan kemiskinan serta pemberdayaan ekonomi umat.

Direktur Utama Bank Aceh, Fadhil Ilyas, dalam sambutannya menegaskan bahwa penyaluran zakat perusahaan merupakan bagian dari amanah syariah dan tanggung jawab sosial perusahaan.

“Bank Aceh bangga menjadi yang terdepan dalam menunaikan zakat perusahaan, sebuah kontribusi nyata kami untuk Aceh. Dana zakat ini kami serahkan sepenuhnya kepada Baitul Mal Aceh Tenggara agar dikelola secara profesional dan disalurkan tepat sasaran, khususnya untuk mendukung mustahiq yang memiliki potensi usaha agar mereka naik kelas menjadi Muzakki,” ujar Fadhil.

Ketua Baitul Mal Kabupaten Aceh Tenggara, Sufiyan Husni Salam, menjelaskan bahwa zakat tersebut disalurkan melalui program zakat produktif. Program ini ditujukan untuk memberikan modal usaha dan dukungan bagi mustahiq agar dapat mandiri secara ekonomi.

Sebanyak 1.216 penerima manfaat tersebar di 16 kecamatan di Aceh Tenggara, dengan lima kategori utama penerima, yakni pelaku usaha mikro, pelaku pojok UMKM Lapangan Pemuda, petugas kebersihan Dinas Lingkungan Hidup, pedagang sayur keliling, serta pedagang air keliling.

Bupati Aceh Tenggara, H. M. Salim Fakhry, menyampaikan apresiasi atas kepatuhan dan konsistensi Bank Aceh dalam menunaikan zakat perusahaan melalui Baitul Mal.

“Kami sangat berterima kasih kepada Bank Aceh. Kolaborasi ini membuktikan bahwa Bank Aceh adalah milik rakyat Aceh yang memiliki kepedulian tinggi. Kami berharap langkah mulia ini dapat menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan lain di Aceh Tenggara untuk turut menunaikan zakatnya melalui Baitul Mal demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat kita,” tutup Salim.

Secara keseluruhan, total penyaluran zakat perusahaan Bank Aceh tahun 2024 mencapai Rp11,5 miliar. Dari jumlah itu, sekitar Rp3,3 miliar disalurkan melalui Baitul Mal Aceh di tingkat provinsi, sementara masing-masing kabupaten/kota di Aceh menerima alokasi sebesar Rp500 juta.

“Zakat perusahaan ini bersumber dari 2,5 persen dari total laba perusahaan tahun 2024. Semoga dengan semakin meningkatnya kinerja keuangan Bank Aceh, maka diharapkan jumlah zakat perusahaan Bank Aceh pada tahun 2025 meningkat dibanding tahun 2024,” tambah Fadhil.

Selain menyalurkan zakat perusahaan, Bank Aceh juga terus berinovasi dalam memudahkan masyarakat membayar zakat melalui berbagai fitur layanan digital, mulai dari ATM, CRM, hingga aplikasi Mobile Banking.

Penyaluran zakat produktif ini diharapkan menjadi stimulus ekonomi baru bagi masyarakat, memperkuat kemandirian usaha kecil, serta membantu mustahiq keluar dari lingkaran kemiskinan menuju kesejahteraan yang berkelanjutan.

Layanan Tanya DSI: Upaya DSI Law Firm Wujudkan Hukum yang Hidup di Tengah Masyarakat

0
Ketua Divisi Advokasi dan Hukum DSI Law Firm, Misran. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Hukum sejatinya bukan sekadar kumpulan pasal, melainkan sarana untuk menghadirkan keadilan dan kemanusiaan dalam kehidupan sosial. Berangkat dari semangat hukum progresif yang digagas oleh Prof. Satjipto Rahardjo, DSI Law Firm Banda Aceh meluncurkan layanan “Tanya DSI”, sebuah inisiatif untuk menghadirkan hukum yang berpihak pada manusia.

Program ini tidak hanya menyediakan konsultasi hukum gratis, tetapi juga menjadi gerakan moral untuk mendekatkan akses keadilan bagi masyarakat kecil. Sering kali, kelompok masyarakat ini terpinggirkan oleh mahalnya biaya dan rumitnya prosedur hukum.

Ketua Divisi Advokasi dan Hukum DSI Law Firm, Misran, mengatakan bahwa hadirnya layanan ini merupakan bentuk tanggung jawab sosial lembaga hukum terhadap masyarakat.

“Keadilan tidak boleh hanya milik mereka yang mampu membayar. Melalui Tanya DSI, kami ingin masyarakat memiliki pandangan objektif dan pijakan yang benar dalam menyikapi persoalan hukum,” ungkap Misran kepada Nukilan.id, Kamis (30/10/2025).

Dalam perspektif hukum progresif, inisiatif seperti ini menjadi wujud perlawanan terhadap formalisme hukum yang sering menjauhkan hukum dari rasa keadilan masyarakat. Dengan turun langsung memberikan edukasi dan konsultasi gratis, advokat dan lembaga hukum dinilai sedang membumikan hukum, menjadikannya alat pembebasan, bukan sekadar alat kekuasaan.

Melalui “Tanya DSI”, DSI Law Firm ingin menegaskan bahwa hukum sejati harus tumbuh dari nurani, bukan hanya dari pasal-pasal tertulis. Program ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi lembaga hukum lainnya untuk lebih dekat dengan masyarakat.

“Kami percaya, hukum yang hidup adalah hukum yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Tanya DSI adalah langkah kecil menuju cita-cita besar itu,” tutup Misran. (XRQ)

Reporter: Akil

Enam Bakal Calon Rektor USK Resmi Ditetapkan, Tahapan Penyaringan Dimulai Desember

0
Gedung Rektorat Universitas Syiah Kuala. (Foto: USK)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Setelah melalui proses pendaftaran dan verifikasi berkas, sebanyak enam bakal calon Rektor Universitas Syiah Kuala (USK) resmi ditetapkan untuk maju ke tahap berikutnya dalam pemilihan rektor periode 2026–2031.

Penetapan ini diumumkan melalui Rapat Pleno Majelis Wali Amanat (MWA) di Sekretariat MWA USK, Darussalam, Banda Aceh, pada Rabu (29/10).

Adapun enam nama yang ditetapkan sebagai bakal calon rektor yakni Prof Dr Ir Marwan, Prof Dr Ir Agussabti, Prof Dr Mirza Tabrani, Dr Ir Ramzi Adriman, Prof Dr Teuku Mohamad Iqbalsyah, dan Prof Dr Rita Khathir.

Ketua Panitia Pemilihan Rektor (PPR) USK, Prof Rusli Yusuf, kepada Nukilan.id mengatakan penetapan ini menandai selesainya proses verifikasi berkas dari seluruh peserta.

“Dengan demikian, enam orang ini berhak untuk maju pada tahapan selanjutnya yaitu tahapan penyaringan,” ujarnya.

Pada tahap penyaringan tersebut, para bakal calon akan menjalani assessment oleh Tim Independen pada 1–3 Desember 2025. Setelah itu, mereka dijadwalkan memaparkan visi dan misi serta mengikuti pendalaman gagasan di hadapan Rapat Pleno MWA pada 11–15 Desember 2025.

“InsyaAllah, tahapan penyaringan ini akan menjadi momen penting, karena para bakal calon ini akan menyampaikan gagasannya untuk membangun USK di Rapat Pleno MWA,” tutur Prof Rusli.

Dari hasil tahapan itu, MWA akan memilih dan menetapkan tiga calon rektor yang akan melaju ke tahap pemilihan akhir. Proses pemilihan rektor dijadwalkan berlangsung pada 13 Januari 2026, di mana MWA akan menentukan satu nama sebagai rektor terpilih.

Rusli memastikan seluruh rangkaian proses pemilihan Rektor USK akan rampung sebelum 8 Maret 2026.

Sebelumnya, Panitia Pemilihan Rektor menerima delapan berkas pendaftaran. Namun, hanya tujuh yang lolos verifikasi administrasi, termasuk Dr. Drs. Syamsulrizal, M.Kes. Sayangnya, Syamsulrizal meninggal dunia pada Sabtu (25/10/2025), sehingga MWA menetapkan enam bakal calon rektor untuk melanjutkan tahapan berikutnya.

“InsyaAllah, semoga niat baik almarhum untuk maju pada pemilihan Rektor ini, akan menjadi amal jariyah baginya. Dan semangat kepemimpinannya menjadi inspirasi bagi kita semua,” tambah Rusli. (XRQ)

Reporter: Akil

GeRAK Desak Moratorium Tambang, Soroti Turunnya Drastis Dana Bagi Hasil Minerba untuk Aceh

0
GeRAK Desak Moratorium Tambang, Soroti Turunnya Drastis Dana Bagi Hasil Minerba untuk Aceh. (Foto: Gerak)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menyoroti penurunan tajam Dana Bagi Hasil (DBH) sektor mineral dan batubara (minerba) yang diterima Aceh dari pemerintah pusat. Nilai DBH tersebut anjlok dari Rp60,65 miliar menjadi hanya Rp25,43 miliar pada tahun 2026.

Kepala Divisi Kebijakan Publik GeRAK Aceh, Fernan, mengungkapkan penurunan ini berdampak langsung terhadap 13 kabupaten/kota penghasil tambang di Aceh. Menurutnya, pemerintah daerah berhak mempertanyakan pemotongan tersebut kepada pemerintah pusat.

“Turun drastis, ini berdampak ke 13 kabupaten/kota penghasil tambang, bagaimana mungkin DBH Minerba yang seharusnya menjadi hak bagi Pemda, terkena imbas pemotongan dari pusat. Saya pikir Pemerintah Aceh sudah punya beberapa sikap yang harus disampaikan,” ujar Fernan dalam diskusi bertema “Urgensi Moratorium Izin Tambang: Mendorong Perbaikan Pengawasan Tata Kelola Tambang Minerba dan Penertiban Tambang Ilegal di Pulau Sumatera” di Kantor Dinas ESDM Aceh, Banda Aceh, Rabu (29/10/2025).

Dalam kesempatan itu, Fernan juga menegaskan pentingnya kebijakan moratorium atau penangguhan sementara penerbitan izin tambang baru maupun perpanjangan izin di wilayah Aceh dan Sumatera. Langkah ini, kata dia, perlu dilakukan untuk memperbaiki tata kelola sektor pertambangan dan menertibkan praktik tambang ilegal.

“Harapannya, penertiban izin usaha pertambangan (IUP) di Aceh bisa ditindaklanjuti untuk melakukan review izin atau evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin yang ada di Aceh jumlahnya 64 IUP,” tambahnya.

Fernan juga mengungkapkan bahwa sejak 2014, pihaknya menemukan indikasi izin tambang yang diperjualbelikan. Beberapa temuan itu, katanya, bahkan telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, ia menyoroti penerbitan izin yang dinilai prematur, karena dalam satu tahun bisa terbit hingga 15 izin usaha pertambangan.

“Ini menjadi ruang abu yang harus diselesaikan pemerintah pusat,” pungkasnya.

Diskusi tersebut diselenggarakan oleh koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Region Sumatera yang terdiri dari GeRAK Aceh, MaTA Aceh, WALHI Riau, FITRA Riau, LPAD Riau, FKPMR, Puspa, dan Akar Bengkulu. Acara turut dihadiri Koordinator GeRAK Aceh atas nama Koalisi PWYP Region Sumatera Askhalani, Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Aceh Said Faisal ST MT, serta sejumlah perwakilan LSM dari berbagai daerah secara luring dan daring.

Satlantas Polres Aceh Selatan Edukasi Pelajar SMA Unggul Soal Tertib Lalu Lintas

0
Satlantas Polres Aceh Selatan Edukasi Pelajar SMA Unggul Soal Tertib Lalu Lintas. (Foto: For: Nukilan)

NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Untuk menumbuhkan kesadaran tertib berlalu lintas sejak dini, Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Aceh Selatan menggelar kegiatan edukatif bertajuk Polisi Saweu Sikula di SMA Negeri Unggul Kabupaten Aceh Selatan, Rabu (29/10/2025).

Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kasat Lantas Polres Aceh Selatan, Iptu Irawan Kusumo, S.Tr.K., S.H., S.I.K., bersama Ps. Kanit Kamsel Aiptu Sumitra, S.H., serta perwakilan Jasa Raharja, Andriyanto, S.Kom., M.M., AWP.

Program Polisi Saweu Sikula merupakan bentuk kepedulian Polri dalam membentuk karakter pelajar yang disiplin dan peduli terhadap keselamatan di jalan raya. Kegiatan tersebut juga dilaksanakan atas permintaan resmi pihak sekolah melalui surat Kepala Sekolah Nomor 421./254 tentang permintaan narasumber sosialisasi tata tertib berlalu lintas.

Dalam penyampaian materinya, Iptu Irawan memberikan edukasi mengenai pentingnya memahami peraturan lalu lintas, mengenali rambu-rambu, serta bahaya yang dapat timbul akibat pelanggaran di jalan raya.

Sementara itu, perwakilan dari Jasa Raharja menjelaskan mekanisme pemberian santunan bagi korban kecelakaan lalu lintas, agar para pelajar memahami peran lembaga tersebut dalam mendukung keselamatan berkendara.

Kapolres Aceh Selatan AKBP T. Ricki Fadlianshah, S.I.K., melalui Kasat Lantas menegaskan bahwa kegiatan Polisi Saweu Sikula menjadi bagian dari komitmen Polri dalam membangun generasi muda yang berkarakter, disiplin, dan beretika di jalan raya.

“Kami ingin menanamkan kesadaran sejak dini bahwa tertib berlalu lintas bukan hanya kewajiban, tetapi kebutuhan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain. Pelajar harus menjadi contoh dan pelopor keselamatan berlalu lintas,” ujar Iptu Irawan.

Kegiatan berlangsung dengan lancar dan disambut antusias oleh para pelajar serta dewan guru. Melalui suasana yang edukatif dan interaktif, materi sosialisasi lebih mudah dipahami dan diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran kolektif di lingkungan sekolah.

Satlantas Polres Aceh Selatan berharap, program ini dapat menjadi langkah nyata untuk menekan angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, sekaligus menumbuhkan budaya tertib berkendara di kalangan generasi muda Aceh Selatan.

KPK Serahkan Aset Rampasan Korupsi di Aceh Rp27,6 Miliar, Pertamina Siap Kelola untuk Kepentingan Publik

0
Serah terima dari KPK ke Pertamina (Foto: dok KPK)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyerahkan pengelolaan aset rampasan korupsi senilai Rp27,6 miliar kepada PT Pertamina (Persero). Aset yang terdiri dari stasiun pengisian bahan bakar hingga truk operasional itu merupakan barang bukti dalam perkara korupsi proyek Dermaga Sabang, Aceh.

Penyerahan aset dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 5118 K/Pid.Sus/2023 tanggal 3 November 2023. Adapun rincian aset tersebut meliputi satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) seluas 2.064 meter persegi di Banda Aceh senilai Rp12,09 miliar, satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di PPI Lampulo senilai Rp1,41 miliar, satu Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) seluas 7.560 meter persegi di Aceh Barat senilai Rp11,23 miliar, serta empat unit truk Hino senilai Rp2,92 miliar.

Direktur Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi) KPK, Mungki Hadipratikto, menyebut langkah ini tidak hanya merupakan pelaksanaan putusan pengadilan, tetapi juga bentuk penerapan asas keadilan, kepastian hukum, dan kebermanfaatan.

“Hari ini kita melaksanakan asas ketiga. Sejatinya, korban tindak pidana korupsi adalah masyarakat, bukan hanya negara dalam bentuk lembaga,” ujar Mungki dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025).

Ia menjelaskan, keputusan menyerahkan aset kepada Pertamina—bukan menjualnya—bertujuan agar fasilitas publik seperti SPBU dan SPBN tetap berfungsi melayani masyarakat Aceh.

“Hakim dan JPU sepakat, aset ini harus diserahkan ke Pertamina karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” tambahnya.

Dari pihak Pertamina, SVP Asset Management PT Pertamina, Teddy Kurniawan Gusti, menyampaikan bahwa aset tersebut akan dikelola oleh dua anak perusahaan, yakni PT Pertamina Retail untuk SPBU dan SPBN, serta PT Pertamina Trading and Services untuk SPPBE dan truk operasional.

“Kami berkomitmen, seluruh aset akan dikelola secara transparan, profesional, dan berorientasi kepentingan publik,” kata Teddy.

Menurutnya, pengelolaan aset rampasan ini tidak sekadar pemanfaatan barang sitaan negara, tetapi menjadi simbol pemulihan dari dampak korupsi.

“Kami berterima kasih atas dukungan serta kepercayaan KPK dan negara kepada kami. Aset-aset ini akan kami jaga dan operasionalkan sesuai undang-undang berlaku,” pungkas Teddy.

Dengan penyerahan ini, Pertamina diharapkan mampu menghidupkan kembali aset-aset tersebut untuk mendukung pemerataan distribusi energi di Aceh serta memastikan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

Pemerintah Aceh Sambut Babak Baru Kewenangan Migas hingga 200 Mil Laut

0
Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, M. Nasir. (Foto: Humas Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Pemerintah Aceh menyambut gembira kebijakan terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia yang membuka peluang bagi Aceh untuk terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi (migas) di wilayah laut sejauh 12 hingga 200 mil dari garis pantai.

Kebijakan tersebut tertuang dalam surat resmi Menteri ESDM RI, Bahlil Lahadalia, bernomor T-465/MG.04/MEM.M/2025 tertanggal 23 Oktober 2025, yang ditujukan kepada Gubernur Aceh.

Melalui surat itu, Menteri ESDM menegaskan bahwa Aceh dapat berpartisipasi melalui kerja sama antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, M. Nasir, kepada Nukilan.id, menyebut keputusan tersebut sebagai capaian penting hasil dari perjuangan panjang berbagai pihak di Aceh yang konsisten memperjuangkan hak daerah dalam pengelolaan sumber daya alamnya.

“Alhamdulillah, ini buah dari usaha bersama seluruh elemen Pemerintah Aceh, DPRA, BPMA, serta dukungan masyarakat Aceh yang terus mendorong agar kewenangan migas di luar 12 hingga 200 mil dapat menjadi bagian dari tanggung jawab bersama Aceh dan pusat,” ujar M. Nasir di Banda Aceh, Rabu (29/10).

Menurut Nasir, langkah ini menjadi babak baru bagi Aceh dalam memperkuat peran daerah di sektor energi dan sumber daya alam. Melalui mekanisme kerja sama dengan SKK Migas, Pemerintah Aceh melalui BPMA akan dilibatkan dalam tiga bidang utama, yakni koordinasi dan pelaporan kegiatan usaha hulu migas secara berkala, keikutsertaan dalam kegiatan kehumasan dan fasilitasi perizinan, serta penerimaan salinan persetujuan Plan of Development (PoD).

“Kami akan segera menindaklanjuti arahan Bapak Menteri ESDM untuk berkoordinasi dengan SKK Migas. Ini langkah maju yang tidak hanya memperkuat posisi Aceh, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan kontribusi migas bagi pembangunan nasional,” kata Nasir.

Ia menambahkan, seluruh pelaksanaan kerja sama tersebut akan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Migas di Aceh.

“Ini bukti nyata komitmen pemerintah pusat untuk menghormati kekhususan Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Ke depan, kami berharap sinergi ini dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh melalui optimalisasi potensi migas,” tutup M. Nasir. (XRQ)

Reporter: Akil

Menyalakan Kemandirian Negeri: Langkah PLN Menuju Swasembada Energi dari Hulu ke Hilir

0
Ilustrasi kelistrikan (Foto: SINDOnews)

NUKILAN.ID | FEATURE – Di sebuah desa di Aceh Besar, suara mesin diesel perlahan tergantikan oleh dengung lembut turbin listrik baru. Lampu-lampu di rumah warga kini menyala lebih stabil, warung kopi bisa buka hingga tengah malam, dan anak-anak tak lagi belajar di bawah cahaya pelita.

Bagi sebagian orang, itu mungkin pemandangan biasa. Tapi bagi warga di sana, sinar itu adalah simbol perubahan besar—tanda bahwa mimpi Indonesia menuju swasembada energi mulai nyata.

Swasembada energi bukan sekadar wacana politik, tapi gerakan nasional yang kini dihidupkan dari ujung hulu. PT PLN (Persero) bersama subholding-nya mulai memaksimalkan sumber daya energi primer domestik—dari panas bumi, air, surya, angin, hingga biomassa.

Dalam Siaran Pers PLN pada April 2025 lalu, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan arah besar transformasi energi nasional:

“Batu lompatannya jelas, peta jalannya jelas, arahnya jelas, dan insya Allah dimudahkan agar ini bisa tercapai. Kami ingin Indonesia berdiri di atas kaki sendiri dalam urusan energi,” katanya.

PLN kini mendorong pengembangan hidrogen hijau sebagai solusi transisi dari energi fosil menuju energi bersih. Hidrogen ini diproduksi dari air menggunakan listrik berbasis energi terbarukan—bukan dari gas atau batu bara.

“Hidrogen merupakan solusi transisi energi masa depan. PLN siap menjadi pemimpin transisi energi global,” ujar Darmawan dalam pernyataannya.

Langkah ini sejalan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, yang dikenal sebagai “RUPTL hijau”. Dokumen tersebut menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt, di mana lebih dari 60 persen berasal dari energi baru terbarukan (EBT) seperti surya, air, dan panas bumi.

“RUPTL hijau ini bukan hanya soal mengalirkan listrik, tapi tentang menyiapkan fondasi kedaulatan energi Indonesia,” tambah Darmawan dalam wawancara bersama Warta Ekonomi pada Oktober 2025.

Swasembada energi tak akan bermakna bila hasilnya tak terasa di hilir—di rumah warga, industri, sekolah, hingga fasilitas kesehatan. Di sinilah PLN menghadirkan makna “energi berkeadilan”.

Pada Oktober 2025, PLN mengumumkan pembangunan jaringan listrik baru di 1.285 desa terpencil di seluruh Indonesia. Proyek itu mencakup pembangunan jaringan tegangan menengah sepanjang 4.770 kilometer, jaringan tegangan rendah 3.265 kilometer, dan gardu distribusi berkapasitas 94.040 kVA. Dampaknya dirasakan langsung oleh lebih dari 77 ribu keluarga yang kini bisa menikmati listrik untuk pertama kalinya.

Salah satu di antaranya adalah Rosmini (43), pemilik usaha rumahan di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Ia baru beberapa bulan menikmati listrik PLN yang masuk ke desanya.

“Dulu malam gelap, hanya pakai genset dua jam saja. Sekarang saya bisa menjahit hingga malam. Penghasilan pun meningkat,” katanya saat diwawancarai portal Ruang Energi.

Di sektor perkotaan, elektrifikasi juga mengubah gaya hidup masyarakat. Penggunaan kompor induksi dan kendaraan listrik kian meningkat, menjadi simbol hilirisasi energi yang berdampak langsung.

Menurut laporan Metrotvnews.com, pemerintah menargetkan ekosistem kendaraan listrik (KBLBB) nasional tumbuh pesat hingga 2030, seiring meningkatnya kapasitas listrik domestik dan pengurangan impor BBM.

Salah satu alasan utama Indonesia harus mandiri energi adalah ketergantungan pada impor bahan bakar fosil. Setiap fluktuasi harga minyak dunia dapat mengguncang stabilitas ekonomi nasional.

Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia pada 7 Oktober 2025, Darmawan menegaskan bahwa swasembada energi akan tetap menjadi fokus utama meskipun ada tekanan global menuju transisi energi.

“Kita akan tetap pada jalur swasembada. Transisi energi bukan berarti kita menyerahkan kemandirian, tapi justru memperkuatnya,” ungkapnya.

Melalui anak perusahaannya, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), PLN juga memperkuat rantai pasokan domestik, termasuk biomassa untuk cofiring PLTU. Pada 2024, PLN EPI mencatat realisasi pasokan 1,6 juta ton biomassa dari hasil kerja sama dengan koperasi, UMKM, dan petani lokal.

Langkah ini tak hanya ramah lingkungan, tapi juga menumbuhkan ekonomi daerah.

“Biomassa membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar hutan dan pertanian. Ini bentuk nyata hilirisasi energi rakyat,” ujar Direktur Utama PLN EPI dalam pernyataannya di situs plnepi.co.id.

Meski langkah PLN kian terarah, jalan menuju kemandirian energi nasional masih penuh tantangan. Pembangunan infrastruktur EBT membutuhkan biaya besar dan koordinasi lintas sektor. Di sisi lain, masih ada kesenjangan antara potensi energi dan kemampuan penyerapan teknologi di daerah.

PLN sendiri kini tengah membangun Green Enabling Transmission Line sepanjang 70.000 kilometer untuk menyalurkan listrik EBT dari sumber ke pusat beban. Selain itu, PLN juga menjajaki Green Bonds dan skema pembiayaan hijau (blended finance) guna mendukung proyek-proyek transisi energi.

“Kami tidak ingin sekadar mengikuti tren global. PLN ingin menjadi pelaku utama dalam mendesain sistem energi yang tangguh, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat,” tegas Darmawan di Warta Ekonomi.

Namun, tantangan terbesar justru ada di tingkat sosial: mengubah perilaku konsumsi masyarakat agar lebih efisien dan sadar energi. Dari menghemat listrik di rumah hingga beralih ke kendaraan listrik—perubahan kecil itu menjadi bagian dari ekosistem besar menuju swasembada nasional.

Bagi PLN, kemandirian energi bukanlah sekadar proyek besar, melainkan perjalanan panjang yang menghubungkan manusia dengan masa depan. Dari hulu—di mana energi dihasilkan dari kekayaan alam negeri sendiri—hingga hilir—di mana energi itu menghidupkan ekonomi rakyat—swasembada berarti menyalakan kedaulatan bangsa.

Darmawan menutup pernyataannya dalam forum CEO Climate Talks 2025 dengan pesan yang menggugah:

“Swasembada energi adalah bentuk cinta pada negeri. Dengan sumber daya yang kita miliki, Indonesia tidak hanya bisa cukup energi untuk dirinya sendiri, tapi juga menyalurkan cahaya bagi dunia,” katanya.

Malam kian larut di desa pesisir itu. Dari kejauhan, terlihat sinar-sinar kecil yang memantul di jendela rumah warga. Bagi Rosmini dan ribuan warga lainnya, listrik bukan sekadar terang, melainkan simbol martabat—tanda bahwa Indonesia sedang berdiri lebih tegak di atas kakinya sendiri.

PLN, dengan seluruh tantangan dan terobosannya, kini bukan sekadar perusahaan listrik. Ia adalah penyalur harapan, jembatan kedaulatan, dan penanda bahwa energi bukan sekadar angka megawatt, tapi denyut kehidupan bangsa yang tak boleh padam. (XRQ)

Reporter: Akil