Beranda blog Halaman 198

Pemerintah Aceh dan UNICEF Dorong Sekolah Jadi Garda Depan Atasi Tiga Beban Gizi Anak

0
Pemerintah Aceh dan UNICEF Dorong Sekolah Jadi Garda Depan Atasi Tiga Beban Gizi Anak. (FOTO: FOR NUKILAN)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Pemerintah Aceh bekerja sama dengan UNICEF dan Flower Aceh menggelar pelatihan pengenalan Program Gizi Terintegrasi bagi kepala sekolah dan guru SD/MI di Banda Aceh dan Aceh Besar. Pelatihan yang berlangsung pada 18–19 Juni 2025 di Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Aceh ini diikuti oleh perwakilan dari 10 sekolah terpilih.

Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya menjawab tantangan gizi anak yang semakin kompleks, termasuk meningkatnya angka obesitas dan gizi lebih di kalangan anak usia sekolah.

Dalam sambutannya, dr Rauyani, Kepala Bagian Kesejahteraan dan Pembinaan Sosial Setda Aceh, menyampaikan bahwa persoalan gizi anak dan remaja di Aceh masih memerlukan perhatian lebih. Ia menekankan bahwa obesitas sudah menjadi ancaman serius bagi generasi muda.

“Banyak anak, terutama perempuan, terpapar standar kecantikan tidak realistis dari media sosial. Pola makan pun terpengaruh, dan tidak sedikit yang mengalami tekanan mental serta perundungan akibat bentuk tubuh mereka,” ujarnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya peran keluarga, sekolah, dan kerja sama lintas sektor dalam memastikan pemenuhan hak dasar anak, termasuk gizi dan kesehatan. Menurutnya, delapan fungsi keluarga harus diperkuat, sementara guru dan kepala sekolah memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan ramah anak.

Kepala Perwakilan UNICEF Aceh, Andi Yoga Tama, dalam paparannya menyebut bahwa anak-anak di Aceh menghadapi tiga beban gizi sekaligus: stunting, kekurangan gizi mikro, dan obesitas. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (2023), prevalensi obesitas anak usia 5–12 tahun di Aceh mencapai 17,6 persen, jauh di atas rata-rata nasional yang sebesar 10,8 persen.

“Masalah ini bukan semata soal kemiskinan. Pola makan yang tidak sehat, tingginya konsumsi gula, serta kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor utama. Banyak anak juga kecanduan gawai dan minim aktivitas gerak,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa dampak obesitas tak hanya terbatas pada kesehatan fisik, tetapi juga menyentuh aspek psikologis, seperti perundungan, gangguan mental, hingga risiko depresi dan kekerasan.

Sebagai bagian dari intervensi, UNICEF melalui Flower Aceh memperkenalkan berbagai pendekatan edukatif, termasuk buku cerita Kekuatan Gizi Seimbang, permainan edukatif Petualangan Bergizi, serta kampanye anti-bullying. Pelibatan guru, kepala sekolah, dan pengelolaan kantin sehat menjadi fokus dari strategi ini.

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, mengatakan bahwa pelatihan ini menjadi langkah awal untuk membangun sekolah dan madrasah yang lebih peduli terhadap isu gizi anak.

“Kita tidak bisa hanya fokus pada penurunan stunting. Lonjakan obesitas anak harus menjadi perhatian utama. Jika tidak ditangani sejak dini, dampaknya akan serius terhadap masa depan anak, baik dari aspek fisik, mental, maupun sosial,” tegasnya.

Ia juga menegaskan pentingnya peran guru sebagai agen perubahan. “Kami ingin guru-guru menjadi fasilitator aktif dalam membentuk kebiasaan sehat anak-anak di lingkungan sekolahnya,” ujarnya.

Selama pelatihan, peserta mendapatkan berbagai materi praktis mulai dari layanan gizi anak, pembinaan kantin sehat, cara membaca label pangan, hingga kegiatan fisik yang bisa diterapkan di kelas. Pelatihan dilakukan dengan metode presentasi, praktik microteaching, diskusi kelompok, dan penyusunan rencana tindak lanjut (RTL).

Program ini merupakan bagian dari kerja sama UNICEF dan Pemerintah Indonesia dalam AWP 2025, yang diharapkan mampu mendorong perubahan positif di lingkungan sekolah dalam mendukung kesehatan dan gizi anak.

Editor: Akil

Polda Aceh Bersihkan Pantai Ulee Lheue Sambut Hari Bhayangkara ke-79

0
Polda Aceh Bersihkan Pantai Ulee Lheue Sambut Hari Bhayangkara ke-79. (Foto: Humas Polda Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Dalam rangka menyambut Hari Bhayangkara ke-79, Polda Aceh menggelar kegiatan bersih-bersih pantai di kawasan Ulee Lheue, Kota Banda Aceh, pada Jumat (20/6/2025). Aksi ini dipimpin langsung oleh Direktur Samapta Polda Aceh, Kombes Pol. Ery Apriyono.

Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol. Joko Krisdiyanto menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian bakti sosial menjelang puncak peringatan Hari Bhayangkara. Aksi bersih pantai ini diprakarsai oleh Ditpamobvit Polda Aceh sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan.

“Hari Bhayangkara bukan hanya seremonial. Ini momentum bagi kami untuk hadir lebih dekat dengan masyarakat, serta menunjukkan bahwa Polri juga peduli pada persoalan lingkungan,” ujarnya.

Pantai Ulee Lheue dikenal sebagai salah satu destinasi wisata favorit di Banda Aceh. Namun, tingginya aktivitas pengunjung kerap meninggalkan tumpukan sampah yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Dalam kegiatan tersebut, personel Polda Aceh membersihkan berbagai jenis sampah seperti plastik, ranting, hingga limbah rumah tangga di sepanjang garis pantai. Mereka juga menyampaikan imbauan kepada masyarakat dan wisatawan yang berada di lokasi agar lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan sekitar.

Editor: Akil

USK Sosialisasikan Prodi Magister Damai dan Resolusi Konflik di Aceh Jaya

0
USK Sosialisasikan Prodi Magister Damai dan Resolusi Konflik di Aceh Jaya. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | CALANG – Program Studi Magister Damai dan Resolusi Konflik (MDRK) Sekolah Pascasarjana Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar sosialisasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, Kamis, 20 Juni 2025. Kegiatan ini berlangsung di aula Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Jaya, Calang.

Bupati Aceh Jaya, Safwandi, S.Sos., M.A.P secara langsung membuka acara tersebut. Dalam sambutannya, Safwandi menyambut baik kedatangan tim pengelola Prodi MDRK dan menilai program ini relevan dengan arah pembangunan daerah, khususnya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Bupati juga mendorong aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Aceh Jaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister pada program studi tersebut. Ia menegaskan bahwa peningkatan kualitas pendidikan merupakan bagian dari misi prioritas pemerintah daerah.

“Melanjutkan pendidikan adalah misi prioritas bupati dalam menjawab kebutuhan sumber daya manusia pada birokrasi dalam lingkungan Pemerintahan Aceh Jaya. Di mana misi Bupati Safwandi dalam bidang pendidikan adalah mewujudkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing melalui peningkatan kualitas pendidikan,” ujarnya.

Ketua Prodi MDRK USK, Dr. Masrizal, M.A., menyampaikan apresiasinya atas sambutan hangat yang diberikan oleh Bupati Aceh Jaya. Ia menyebutkan bahwa Prodi MDRK merupakan program baru di bawah Sekolah Pascasarjana USK yang mendapatkan izin operasional dari BAN-PT pada tahun 2025.

“Prodi MDRK menjadi salah satu dari dua laboratorium utama Aceh. Sebelumnya telah lahir Prodi Magister Ilmu Kebencanaan, dan kini hadir pula Prodi MDRK yang fokus pada isu-isu konflik. Gelar akademik yang diberikan adalah Master of Art (M.A),” ujarnya.

Acara sosialisasi ini difasilitasi oleh Kepala BKPSDM Aceh Jaya, Syarif Hidayat, S.E.Ak., M.Si. Turut hadir Sekda Aceh Jaya, para kasubbag kepegawaian dari masing-masing SKPD, serta rombongan dari Sekolah Pascasarjana USK yang terdiri dari Wakil Direktur II Dr. Syukri, Kasubbag TU Ardiansyah, staf Tarmizi, dan dosen pengajar MDRK yaitu Dr. Hamdani M. Syam, M.A dan Dr. Dahlawi, M.Si. Kegiatan ditutup dengan doa bersama dan sesi foto bersama seluruh peserta.

Editor: AKil

Kasus Sabu 5 Kg Gagal Terbang dari Bandara SIM, Polresta Banda Aceh Serahkan Berkas ke Kejaksaan

0
Kasat Resnarkoba Polresta Banda Aceh, AKP Rajabul Asra. Update Kasus 5 Kg Sabu di Bandara SIM, Begini Kata Kasat Resnarkoba Polresta Banda Aceh. (Foto: Humas Polresta Banda Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Polresta Banda Aceh terus menindaklanjuti kasus penyelundupan sabu seberat 5 kilogram yang digagalkan di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) pada awal Mei lalu. Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Heri Purwono melalui Kasat Resnarkoba, AKP Rajabul Asra menyebutkan, penyidikan terhadap kasus tersebut kini telah rampung.

“Penyidikannya sudah rampung dan berkas perkara sudah kita lakukan tahap satu atau penyerahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Jantho, menunggu P21 (dinyatakan lengkap),” ujar AKP Rajabul Asra saat dikonfirmasi, Jumat (20/6/2025).

Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa enam orang saksi terkait perkara tersebut. Kasus ini menyeret tiga tersangka, masing-masing berinisial MD (24), warga Bireuen; AG (41), warga Bogor; dan RH (21), warga Lhokseumawe.

Menurut AKP Rajabul, belum ditemukan fakta baru dalam pengembangan kasus. Namun, tim opsnal masih terus melakukan penyelidikan terhadap tiga orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), yakni berinisial MR, M, dan E.

“Tim Opsnal masih lidik terhadap DPO, mereka jaringan Bireuen–Pidie,” ujarnya.

Sebelumnya, pengungkapan kasus ini berawal dari kerja sama personel Satresnarkoba Polresta Banda Aceh dan petugas keamanan Bandara SIM. Tiga pelaku berhasil diamankan dalam waktu berbeda saat hendak terbang ke luar Aceh.

MD ditangkap pada Kamis, 8 Mei 2025 ketika hendak terbang ke Banjarmasin. Dalam koper yang dibawanya, petugas menemukan delapan paket sabu dengan total berat 2 kilogram. Barang tersebut diakuinya diperoleh dari seseorang berinisial MR di Kecamatan Kota Juang, Bireuen.

Sementara dua tersangka lainnya, AG dan RH, diringkus pada Senin, 12 Mei 2025 dalam waktu berbeda saat pemeriksaan bagasi sebelum terbang ke Jakarta. Keduanya menyembunyikan sabu di balik pakaian dalam (celana dalam) yang dikenakan.

Ketiga pelaku dijerat Pasal 112 Ayat (2) jo. Pasal 114 Ayat (2) jo. Pasal 115 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya berat, mulai dari pidana mati, penjara seumur hidup, hingga hukuman minimal enam tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Mereka juga terancam denda minimal Rp1 miliar hingga Rp10 miliar.

Editor: AKil

Merchant QRIS Bank Aceh Dominasi Warkop & Cafe QRIS Challenge 2025

0
Merchant QRIS Bank Aceh Dominasi Warkop & Cafe QRIS Challenge 2025. (Foto: Bank Aceh)

NUKILAN.IDBANDA ACEH – Bank Aceh menyatakan apresiasi atas keberhasilan para merchant QRIS binaannya yang memborong juara dalam program Warkop & Cafe QRIS Challenge 2025. Program yang digagas Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh ini berlangsung sejak 1 Februari hingga 31 Maret 2025 dan melibatkan 30 pelaku usaha kopi di Banda Aceh dan Aceh Besar.

Penyerahan hadiah dilangsungkan di Kantor Perwakilan BI Aceh, Kamis (19/6/2025), turut dihadiri Pemimpin Divisi Digitalisasi dan Layanan Bank Aceh, Syahrul Ramadhan.

Kategori cafe diraih oleh Hoco Coffee Lambhuk (4.052 transaksi), Hoco Coffee Lamteumen (3.854 transaksi), dan Hoco Coffee Lampineung (973 transaksi). Sedangkan di kategori warkop, juara pertama diraih D’Kupi Aceh (2.892 transaksi), diikuti BTJ Kupi (2.412 transaksi) dan SMEA Premium Kupi (1.579 transaksi).

Asisten Ahli Sistem Pembayaran BI Provinsi Aceh, Irwan Saputra, menyebut program ini bertujuan mendorong pelaku usaha kopi terbiasa dengan penggunaan QRIS. Ia menilai potensi adopsi QRIS pada segmen ini sangat besar jika didorong secara konsisten.

“Warkop dan cafe adalah salah satu segmen strategis di Aceh karena memiliki peminat yang besar dan merupakan bagian dari budaya masyarakat Aceh yang suka ngopi. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk mendorong pelaku usaha di sektor ini agar melek digital, khususnya dalam sistem pembayaran non-tunai agar usaha mereka bisa lebih berkembang,” kata Irwan.

Para pemenang mendapatkan hadiah dari BI seperti Android TV, tablet, dan smartphone. Kasir dari masing-masing usaha juga diberikan apresiasi atas peran mereka dalam mendorong transaksi digital.

Humas Bank Aceh, Hafas, menyatakan pihaknya menyambut baik inisiatif ini sebagai langkah memperkuat ekosistem digital lokal yang berpadu dengan budaya masyarakat Aceh. Menurutnya, kebiasaan ngopi tak hanya bagian dari gaya hidup, tetapi kini juga menjadi motor perubahan menuju transaksi nontunai.

“Bank Aceh memandang program ini sebagai upaya nyata dalam mendorong transformasi digital di sektor usaha lokal, khususnya pada segmen warkop dan cafe yang menjadi bagian penting dalam keseharian masyarakat Aceh,” ujar Hafas.

“Sebagai mitra keuangan terpercaya masyarakat Aceh, Bank Aceh berkomitmen untuk terus mendukung inklusi digital melalui penguatan layanan QRIS serta pendampingan kepada para merchant agar lebih siap menghadapi perkembangan sistem pembayaran modern,” tambahnya.

Editor: Akil

Gubernur Aceh Larang Pungli dan Gratifikasi dalam Penerimaan Siswa Baru

0
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. (Foto: Pemerintah Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, mengeluarkan Surat Edaran Nomor 400.3.1/7031 yang menegaskan larangan praktik gratifikasi, pungutan liar (pungli), dan penyuapan dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk jenjang SMA, SMK, dan SLB di seluruh Aceh.

Surat edaran yang diteken pada 12 Juni 2025 ini ditujukan kepada kepala sekolah, panitia penerimaan, serta seluruh tenaga kependidikan. Mereka diminta tidak melakukan atau menerima imbalan dalam bentuk apa pun dari calon peserta didik maupun orang tua atau wali murid.

Segala bentuk upaya untuk menjanjikan kelulusan atau penerimaan secara tidak sah dinyatakan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) huruf f Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025.

“Tidak boleh ada celah bagi praktik pungutan liar dalam dunia pendidikan. Penerimaan murid baru harus menjadi momentum membangun kembali kepercayaan publik,” kata Gubernur Muzakir Manaf dalam keterangan tertulis.

Ia juga menambahkan, “Sekolah adalah tempat menanamkan nilai kejujuran dan keadilan, bukan tempat memulai praktik-praktik curang.”

Gubernur turut menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan Aceh untuk mengoordinasikan pemantauan dan pendampingan secara menyeluruh bersama cabang dinas dan pengawas pembina di setiap kabupaten/kota guna memastikan penerapan edaran ini berjalan dengan baik.

Bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan tersebut, akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Pemerintah Aceh juga mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan dengan melaporkan dugaan pelanggaran melalui sejumlah kanal resmi, seperti LAPOR (http://www.lapor.go.id), Whistleblowing System Aceh (http://www.wbs.acehprov.go.id), dan Lapor Disdik Aceh (http://www.disdikaceh.lapor.go.id). Laporan juga dapat dikirimkan melalui WhatsApp ke nomor 081264333905.

Langkah ini disebut sebagai bagian dari komitmen Pemerintah Aceh untuk membangun sistem pendidikan yang bersih, adil, dan bebas dari korupsi.

Editor: Akil

Anak-anak Rohingya di Aceh Meriahkan Hari Pengungsi Sedunia

0
Anak-anak Rohingya di Aceh Meriahkan Hari Pengungsi Sedunia. (Foto: ANTARA)

NUKILAN.ID | SIGLI – Anak-anak imigran etnis Rohingya yang berada di pengungsian di Provinsi Aceh turut memeriahkan Hari Pengungsi Sedunia 2025 dengan mengikuti berbagai kegiatan dan lomba di Camp Mina Raya, Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Jumat (20/6/2025).

Kegiatan ini difasilitasi oleh Yayasan Geutanyoe dan dipusatkan di Asrama Anak Yatim Yayasan Mina Raya. Anak-anak pengungsi mengikuti lomba membaca surat pendek Al-Qur’an serta lomba menggambar yang mencerminkan harapan mereka di masa depan.

Menurut staf Yayasan Geutanyoe, Budi Luhur Ramadhansyah, kegiatan tersebut bertujuan membangkitkan semangat anak-anak yang telah berada di kamp pengungsian dalam beberapa tahun terakhir. Ia menyebut bahwa pengungsi Rohingya bukan sekadar angka, melainkan manusia yang memiliki cerita, mimpi, dan hak untuk hidup dengan aman dan bermartabat.

Yayasan Geutanyoe, lanjut Budi Luhur, terus berkomitmen memperjuangkan hak-hak pengungsi melalui pendekatan kemanusiaan, advokasi kebijakan, serta penguatan kapasitas komunitas demi terciptanya lingkungan yang inklusif dan adil.

Hari Pengungsi Sedunia yang diperingati setiap 20 Juni ini juga menjadi momentum untuk memperkuat kerja sama lintas sektor dalam menjamin perlindungan bagi para pengungsi.

Berdasarkan data Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Aceh, saat ini tercatat sebanyak 429 imigran Rohingya masih ditampung di sejumlah lokasi di Aceh. Di antaranya, 95 orang di Kulee dan Mina Raya, Kabupaten Pidie; 92 orang di bekas Kantor Imigrasi Lhokseumawe; serta 242 orang di Lapangan Seuneubok Rawang, Kabupaten Aceh Timur.

Editor: Akil

Pemkab Nagan Raya Akreditasi 60 Lembaga PAUD

0
Bunda PAUD Nagan Raya, Aceh, Cut Inda Ratna Safriati bermain bersama sejumlah anak-anak usia dini di Kompleks Perkantoran Suka Makmue, Jumat (20/6/2025). (Foto: ANTARA)

NUKILAN.ID | SUKAMAKMUE – Pemerintah Kabupaten Nagan Raya, Aceh, mengakreditasi 60 lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai langkah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan anak usia dini di daerah tersebut.

Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal Dinas Pendidikan Nagan Raya, Yulia, menjelaskan bahwa akreditasi menjadi indikator penting dalam menilai kualitas layanan lembaga PAUD, mencakup kurikulum, tenaga pendidik, hingga sarana prasarana.

“Akreditasi bukan hanya soal pemenuhan standar formal, melainkan juga alat ukur kualitas layanan, mulai dari kurikulum, tenaga pendidik, hingga sarana prasarana,” kata Yulia di Nagan Raya, Jumat (20/6/2025).

Ia menambahkan, Dinas Pendidikan Nagan Raya telah menyiapkan program pendampingan dan bimbingan teknis bagi lembaga PAUD dalam menghadapi proses akreditasi. Meski belum semua lembaga masuk dalam daftar visitasi tahun ini, upaya peningkatan mutu terus dilakukan secara bertahap.

“Pemerintah daerah akan terus memfasilitasi dan mendorong agar semua lembaga PAUD memenuhi standar mutu yang diharapkan,” lanjutnya.

Sementara itu, Bunda PAUD Nagan Raya, Cut Inda Ratna Safriati, menekankan pentingnya akreditasi sebagai bagian dari upaya meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini secara menyeluruh.

“Akreditasi PAUD bukan sekadar formalitas, tetapi juga merupakan upaya penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak usia dini. Melalui akreditasi, kita dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan lembaga kita, sehingga bisa dilakukan perbaikan secara menyeluruh,” ujarnya.

Menurutnya, aspek yang dinilai dalam akreditasi meliputi kurikulum, proses pembelajaran, sarana prasarana, dan manajemen kelembagaan.

“Mari kita jadikan momentum ini sebagai upaya bersama untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak kita,” ajaknya.

Editor: Akil

Siapa yang Menghakimi Hakim? Di Balik Merajalelanya Korupsi di Lembaga Hukum

0
Ilustrasi Palu Hakim. (Foto: iStock)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Praktik korupsi di Indonesia tak hanya menyasar lembaga eksekutif atau legislatif, tetapi telah menjalar ke jantung lembaga penegakan hukum itu sendiri. Ironisnya, institusi yang semestinya menjadi benteng terakhir keadilan justru ikut mencoreng wibawa hukum.

Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sepanjang kurun waktu 2010 hingga 2025, terdapat 31 hakim yang terjerat kasus korupsi. Angka ini menjadikan profesi hakim sebagai penegak hukum paling banyak terlibat dalam perkara korupsi yang ditangani lembaga antirasuah tersebut. Di peringkat berikutnya terdapat 19 pengacara, 13 jaksa, dan 6 anggota kepolisian.

Kasus terbaru yang menyita perhatian publik adalah dugaan korupsi yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang dituduh menerima suap senilai Rp915 miliar serta logam mulia seberat 51 kilogram. Nilai ini bahkan melebihi anggaran tahunan sejumlah kementerian, menandakan betapa besar dan dalamnya luka pada tubuh lembaga peradilan.

Namun, yang lebih memprihatinkan dari sekadar jumlah pelaku adalah kualitas vonis terhadap para koruptor. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, dari 1.718 terdakwa kasus korupsi yang diputus pada tahun 2023, mayoritas dijatuhi hukuman ringan.

Putusan-putusan tersebut, alih-alih menjadi palu keadilan, justru menjelma menjadi “tepukan halus” di punggung para pelaku kejahatan kerah putih dan mafia peradilan. Seakan-akan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi hanya menjadi komoditas negosiasi, bukan lagi instrumen pemidanaan yang tegas.

Menanggapi fenomena ini, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Nicholas Martua Siagian, menilai bahwa persoalan ini tak bisa dilihat sebagai kesalahan teknis semata. Namun juga merupakan krisis sistemik, krisis etika, krisis gelar akademik, dan krisis moral penegakan hukum.

Ia mencontohkan ketimpangan dalam penegakan hukum yang begitu mencolok. Di satu sisi, masyarakat miskin yang mencuri karena lapar seringkali dihukum berat. Sementara itu, koruptor dengan kerugian negara hingga triliunan rupiah justru hidup nyaman dengan vonis ringan.

“Ketika rakyat kecil yang mencuri makanan karena lapar dihukum berat, sedangkan koruptor bernilai triliunan rupiah hidup nyaman dan dijatuhi vonis ringan, maka makna keadilan menjadi semu. Tidak hanya gagal menegakkan hukum secara substantif, tapi juga ikut melanggengkan ketimpangan sosial,” kata Nicholas kepada Nukilan.id pada Jumat (20/6/2025).

Kondisi ini terasa kian paradoksal ketika di tengah maraknya skandal korupsi, pemerintah justru mengambil kebijakan untuk menaikkan gaji hakim.

“Di sinilah letak paradoks yang menyayat. Di tengah ledakan skandal korupsi, pemerintah justru menaikkan gaji hakim,” tambahnya.

Ia tidak menampik bahwa dari perspektif tata kelola kelembagaan, kenaikan gaji bisa dimaklumi. Namun, menurutnya, persoalan utama bukan semata-mata terletak pada angka nominal gaji, melainkan pada banyak aspek mendasar lainnya.

“Dari perspektif manajemen SDM dan tata kelola lembaga, langkah ini bisa dibenarkan. Namun, ketika hakim tetap korup setelah kesejahteraan mereka dijamin, kita harus bertanya lebih dalam, Apakah akar masalahnya besaran gaji, ataukah pada mentalitas, sistem rekrutmen, lemahnya pengawasan, dan rusaknya ekosistem peradilan, atau bahkan intervensi politik yang akhirnya membuat hukum menjadi instrumen transaksional?” ungkapnya.

Nicholas juga menyoroti betapa timpangnya perlakuan hukum terhadap kasus-kasus kecil dibandingkan dengan perkara korupsi berskala besar.

“Bandingkan dengan vonis tegas kepada pencuri tanaman di hutan lindung, pencuri singkong, atau pelanggaran kecil lainnya, yang sering kali dihukum lebih berat dari para koruptor yang hidup mewah di balik meja kekuasaan,” tuturnya.

Dalam refleksinya yang lebih mendalam, Nicholas mengutip pemikiran Jerome Frank, tokoh aliran realisme hukum, ‘Justice is what the judge had for breakfast.’ Kata-kata tersebut terasa relevan untuk menggambarkan betapa subjektifnya keputusan hukum di Indonesia.

“Kutipan ini mungkin sinis, tapi menggambarkan dengan tepat betapa putusan hakim seringkali dipengaruhi suasana hati, bukan prinsip keadilan. Jika hakim lapar pada kekuasaan dan kekayaan, maka hukum tak lagi dijalankan berdasarkan etika, melainkan nafsu duniawi,” ujar Nicholas.

Ia pun mengakhiri dengan pertanyaan tajam yang sekaligus menggugah nurani publik dan pemangku kebijakan.

“Akhirnya, kita harus kembali bertanya, lalu sudah begini, siapa yang menghakimi hakim? Jika para hakim yang dijuluki wakil Tuhan ikut menjual putusan, maka runtuhlah kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan,” tutuonya. (XRQ)

Reporter: Akil

Kemenkum Aceh Gandeng 23 Kampus Swasta untuk Tingkatkan Kesadaran Hukum

0
Foto bersama usai penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Aceh, Meurah Budiman dengan Kepala LLDIKTI XIII, Rizal Munadi di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh pada Selasa (17/6/2025). (Foto: Kemenkum Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Aceh menjalin kerja sama dengan 23 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam wilayah LLDIKTI XIII. Penandatanganan nota kesepahaman berlangsung di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Selasa (17/6/2025).

Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Kepala Kanwil Kemenkum Aceh, Meurah Budiman, dan Kepala LLDIKTI XIII, Rizal Munadi. Usai MoU, dilakukan pula penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kemenkum Aceh—melalui Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Purwandani H. Pinilihan, dan Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, M. Ardiningrat Hidayat—dengan perwakilan masing-masing kampus.

Menurut Meurah Budiman, kolaborasi ini merupakan langkah konkret untuk memperkuat hubungan antara lembaga pemerintah dan dunia akademik dalam upaya menumbuhkan kesadaran hukum di lingkungan perguruan tinggi.

“Kami berharap kerja sama ini tidak berhenti di atas kertas, tapi benar-benar menjadi pintu masuk pembinaan hukum yang berkelanjutan di kalangan mahasiswa dan dosen,” kata Meurah.

Melalui kerja sama ini, Kemenkum Aceh akan memberikan layanan seperti penyuluhan, pendampingan, hingga pembinaan hukum langsung kepada sivitas akademika. Meurah juga menilai kampus memiliki peran strategis sebagai agen perubahan sosial yang dapat menyebarkan nilai-nilai hukum ke masyarakat luas.

Editor: Akil