Beranda blog Halaman 183

UIN Ar-Raniry Dorong 22 Daerah Terapkan Program Satu Keluarga Satu Sarjana

0
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Dr. Mujiburrahman, M.Ag. (Foto: Dok. Pribadi Prof. Dr. Mujiburrahman, M.Ag)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh menyarankan agar program Satu Kartu Keluarga Satu Sarjana (SKSS) yang sedang digencarkan Pemerintah Kabupaten Simeulue, Aceh, dapat diadopsi oleh 22 kabupaten/kota lainnya di provinsi Aceh.

“Kita berharap Bupati/Wali Kota dari 22 kabupaten-kota lainnya di Aceh juga harus punya ide program seperti ini,” kata Rektor UIN Ar Raniry Banda Aceh, Prof Mujiburrahman, di Banda Aceh, Rabu.

Menurut Prof Mujib, program yang digagas Bupati Simeulue melalui Baitul Mal kabupaten tersebut merupakan langkah cemerlang dan luar biasa dalam rangka peningkatan pendidikan atau sumber daya manusia di Aceh.

Dirinya mengatakan, berdasarkan paradigma pembangunan, Aceh bisa lebih jika pemerintah dan masyarakat dapat fokus pada dua hal yakni pendidikan dan keagamaan.

“Jadi, dari dua aspek ini, yaitu pendidikan dan agama, maka bakal memberikan dampak domino ke berbagai aspek lain seperti peningkatan kesejahteraan, ekonomi, dan sebagainya,” ujarnya.

Terkait hal ini, UIN Ar Raniry memberikan dukungan penuh terhadap kesuksesan program pendidikan itu, dan bersedia memfasilitasinya sebagaimana kerja sama yang telah berlangsung selama ini.

Karena itu, dirinya berharap apa yang telah dicetuskan Pemerintah Simeulue tersebut dapat diikuti oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya, serta adanya dukungan dari pemerintah provinsi.

“Program SKSS dari Simeulue ini sangat brilian, smart, dan sangat luar biasa. Kita memberikan apresiasi dan mendukung penuh inisiatif Pemerintah Simeulue ini demi kemajuan pendidikan Aceh,” demikian Prof Mujiburrahman.

Dalam implementasi program SKSS tahun ini, Pemerintah Simeulue melibatkan empat perguruan tinggi negeri: USK Banda Aceh, UIN Ar-Raniry, STAIN Meulaboh, dan Universitas Teuku Umar (UTU).

Sebelumnya, Baitul Mal Simeulue telah menyatakan bahwa program ini bertujuan mendorong setiap keluarga miskin di Simeulue untuk memiliki setidaknya satu anggota keluarga bergelar sarjana.

Editor: Akil

Disdik Aceh Tegaskan Pendaftaran Ulang SPMB Gratis, Larang Pungli di Sekolah

0
Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, S.T., D.E.A. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh menegaskan bahwa proses pendaftaran ulang pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 untuk jenjang SMA, SMK, dan SLB tidak dipungut biaya. Hal ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) terbaru yang menekankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan larangan tegas terhadap praktik pungutan liar (pungli).

Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, mengatakan seluruh sekolah wajib memberikan pelayanan prima tanpa membebani calon peserta didik maupun orang tua.

“Pendaftaran ulang harus berprinsip pelayanan prima, tanpa diskriminasi, dan bebas pungli. Kami tidak akan tolerir praktik menyimpang yang menghambat akses pendidikan,” kata Marthunis, Kamis (3/7/2025).

Surat Edaran tersebut merujuk pada sejumlah regulasi, di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010, Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang Seragam Sekolah, Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2025 tentang SPMB, serta Surat Edaran Gubernur Aceh Nomor 400.3.1/7031 tentang larangan gratifikasi dan suap dalam penerimaan peserta didik baru.

Marthunis menegaskan sekolah tidak boleh menarik biaya tambahan, termasuk untuk seragam, buku, maupun uang pembangunan.

“Tidak boleh ada paksaan pembelian melalui guru, komite sekolah, atau pihak tertentu. Jika ada pengadaan, harus bersifat sukarela dan melalui koperasi sekolah yang resmi,” ujarnya.

Ia menambahkan, sekolah memang diperbolehkan menyusun desain seragam sebagai pedoman. Namun, orang tua tetap diberikan keleluasaan dalam pengadaan.

“Pengadaan seragam sepenuhnya tanggung jawab orang tua, bukan kewajiban sepihak sekolah,” ungkapnya.

Untuk mencegah terjadinya pungli, Disdik Aceh membuka saluran pengaduan masyarakat melalui WhatsApp ke nomor 0812 6433 3905 atau melalui laman resmi https://disdikaceh.lapor.go.id.

“Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini, Dinas Pendidikan Aceh berharap seluruh satuan pendidikan dapat menjalankan proses pendaftaran ulang secara tertib, profesional, dan tetap berpihak pada kepentingan peserta didik serta orang tua,” jelas Marthunis.

PPPK Aceh Desak Kesetaraan TPP: Dua Tahun Tanpa Tunjangan

0
Ketua Forum ASN PPPK Pemerintah Aceh Ns. Zuhdi Abrar bersama pengurus sedang melakukan rapat terkait perjuangan hak-hak ASN PPPK yang belum terpenuhi, Rabu, 02 Juli 2025. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Ribuan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Pemerintah Aceh menyuarakan keresahan atas belum diterimanya Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP) selama dua tahun terakhir. Ketiadaan tunjangan ini terutama dirasakan oleh tenaga teknis dan tenaga kesehatan.

Hingga kini, tercatat sebanyak 8.805 ASN PPPK di Aceh, terdiri dari 6.560 guru, 1.682 tenaga kesehatan, dan 563 tenaga teknis. Namun, sejumlah pernyataan pejabat kerap menyebut jumlah PPPK di Aceh melebihi 20 ribu orang, yang dinilai menyesatkan dan menimbulkan kekhawatiran publik atas beban fiskal daerah.

Dari total tersebut, sekitar 2.245 PPPK dari unsur kesehatan dan teknis belum memperoleh hak TPP. Sementara sebagian besar guru PPPK telah menerima tunjangan profesi guru (TPG), yang dalam struktur penggajian ASN dianggap sebagai pengganti TPP.

Ketimpangan ini memicu pertanyaan tentang keadilan dan kesetaraan dalam perlakuan terhadap sesama aparatur sipil negara. Merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, PPPK dan PNS memiliki kedudukan serta hak dan kewajiban yang setara dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pelayanan publik.

Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 pun menegaskan bahwa TPP diberikan berdasarkan kelas jabatan, tanpa membedakan status kepegawaian. Artinya, tidak ada alasan hukum untuk mengecualikan PPPK dari penerimaan TPP.

Ketua Forum Komunikasi ASN PPPK Pemerintah Aceh (FORKOM ASN PPPK), Ns. Zuhdi Abrar, menyampaikan harapan besar kepada kepemimpinan baru Aceh agar mengambil langkah korektif.

“Kami menaruh harapan besar kepada Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dan Wakilnya, Fadhlullah, untuk mengakhiri ketimpangan ini. Pemerintah Aceh harus berlaku adil dengan memberikan hak yang sama antara ASN PNS dan ASN PPPK. Jangan ada diskriminasi di antara sesama aparatur negara yang telah bekerja dan mengabdi dengan dedikasi,” tegasnya.

FORKOM ASN PPPK mendesak Pemerintah Aceh untuk:

  1. Menyampaikan data jumlah ASN PPPK secara terbuka dan akurat;

  2. Menyusun alokasi anggaran TPP secara adil dan sesuai regulasi;

  3. Menghapus perlakuan diskriminatif terhadap PPPK;

  4. Merevisi Pergub Aceh Nomor 15 Tahun 2024, khususnya pasal 9 ayat (4), yang menyebut ketentuan TPP PPPK diatur dalam Keputusan Gubernur.

Abainya kebijakan terhadap hak PPPK dinilai tidak hanya melukai rasa keadilan, tetapi juga bertentangan dengan prinsip reformasi birokrasi yang mengedepankan profesionalitas dan kesetaraan di lingkungan ASN. Pemerintah Aceh pun didorong hadir sebagai pengayom bagi seluruh ASN, tanpa terkecuali.

USK Klarifikasi Aturan Pengadaan Barang dan Jasa, Tegaskan Sudah Sesuai Ketentuan Hukum

0
Gedung Rektorat Universitas Syiah Kuala. (Foto: USK)

NUKILAN.ID | Banda Aceh – Universitas Syiah Kuala (USK) memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang dinilai keliru mengenai kebijakan pengadaan barang dan jasa di lingkungan kampus. Pihak rektorat menegaskan bahwa seluruh proses tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, seiring dengan status USK sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).

Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Marwan, menegaskan bahwa sebagai PTN-BH, USK memiliki kewenangan otonom dalam pengelolaan keuangan, khususnya dana non-APBN. Hal itu telah diatur secara jelas dalam sejumlah regulasi perundang-undangan.

“Dengan adanya otonomi tersebut maka USK memiliki kewenangan untuk menyusun kebijakan dan sistem pengadaan barang/jasa yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan internal lembaga, dengan tetap menjunjung prinsip-prinsip akuntabilitas, efisiensi, transparansi, dan keadilan,” ujar Prof. Marwan.

Ia merujuk pada Pasal 92 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2022 tentang PTNBH-USK yang menyebutkan bahwa pengadaan barang dan jasa dengan sumber dana di luar APBN diatur melalui Peraturan Rektor (Pertor). Kebijakan tersebut merupakan bagian dari otonomi kampus untuk menetapkan sistem pengadaan yang efektif dan akuntabel.

Penyusunan Pertor itu, menurutnya, telah melalui proses diskusi terbuka, termasuk public hearing dan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan berbagai pihak seperti LKPP, Kejaksaan, BPKP, Polda Aceh, KADIN, serta pihak internal kampus. Mereka turut memberikan masukan guna memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak bertentangan dengan prinsip hukum dan tata kelola yang baik.

Rektor membantah keras tudingan bahwa Pertor tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mencederai keadilan.

“Dalam melahirkan Peraturan Rektor tersebut, USK sudah melalui proses yang sudah diatur ketentuannya. Jadi sangat keliru kalau Peraturan Rektor ini dinilai melanggar aturan apalagi mengabaikan keadilan,” katanya.

Soal Proyek FKIP

Terkait dengan proses pengawasan dan pembangunan Gedung FKIP Tahap II, Rektor memastikan bahwa seluruh kegiatan dilakukan sesuai regulasi yang berlaku. Pengawasan proyek dilakukan berdasarkan kontrak jasa dengan sistem waktu penugasan, bukan berbasis hasil akhir.

Rektor menekankan bahwa spesifikasi teknis pengawasan telah tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan menjadi bagian dari kontrak pengawasan. Konsultan pengawas juga telah menjalankan tugas sesuai ketentuan dan melaporkan progres pekerjaan setiap pekan kepada tim teknis dan PPK.

Ia juga menyebut bahwa penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk jasa konsultan mengacu pada Kepmen PUPR Nomor 524/KPTS/M/2022, serta personel yang terlibat telah memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana tercantum dalam dokumen KAK.

Penegasan Hukum Kontrak

Menanggapi dugaan pekerjaan konstruksi dilakukan di luar masa kontrak, Rektor menegaskan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum. Kontrak yang telah habis masa berlakunya tidak dapat menjadi dasar untuk melanjutkan pekerjaan.

“Jika pekerjaan dilakukan di luar masa kontrak, tanpa permohonan perpanjangan waktu, dan tanpa konsultan pengawas maka pekerjaan itu tidak sah secara hukum kontrak serta tidak dapat dibayar,” tegas Rektor.

Ia menambahkan bahwa surat peringatan kepada kontraktor telah diberikan secara bertahap, mulai dari SP 1 hingga SP 3, sebelum akhirnya dikeluarkan surat penghentian resmi oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Surat ini, menurutnya, merupakan bentuk pelaksanaan kewenangan PPK dalam menghentikan pekerjaan di lapangan karena kontrak telah berakhir.

USK Buka Diri Terhadap Kritik, Namun Tolak Fitnah

Rektor menyatakan bahwa pemberitaan yang menyebut sistem pengawasan di USK sebagai formalitas administratif semata merupakan fitnah yang mencemarkan nama baik institusi.

“Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang menjunjung tinggi integritas, kami terbuka terhadap kritik yang konstruktif, namun menolak dengan tegas upaya-upaya yang mencemarkan nama baik institusi tanpa dasar/data,” ujar Prof. Marwan.

Ia menutup dengan menegaskan bahwa seluruh proses pengadaan barang dan jasa di USK telah dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku, melalui mekanisme yang transparan, akuntabel, dan profesional.

Editor: AKIL

Aceh Kirim 72 Ribu Barel Kondensat ke Kilang TPPI Tuban

0
ilustrasi Proses lifting 72.637 barel kondensat. (Foto: SerambiNews)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Sebanyak 72.637 barel kondensat dari Aceh berhasil dikirim ke Kilang PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur. Proses pengiriman dilakukan pada 13 hingga 14 Juni 2025, oleh Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Medco E&P Malaka.

Operasi lifting kondensat tersebut dilaksanakan dari Terminal Blang Lancang, Lhokseumawe, menggunakan kapal MT Gamalama dan dioperasikan oleh KKKS Pema Global Energi.

Pengawas lifting dari BPMA, Rijaluddin, menjelaskan bahwa kondensat yang dikirim berasal dari dua wilayah kerja. Rinciannya, sebanyak 49.637,91 barel berasal dari Wilayah Kerja (WK) A yang dikelola oleh Medco E&P Malaka, sementara 23.000 barel lainnya berasal dari WK B, bagian milik negara yang dikelola oleh Pema Global Energi.

Proses pemindahan kondensat dari tangki F-6101 ke kapal berlangsung selama delapan jam, mulai pukul 06.00 WIB hingga 14.00 WIB pada 14 Juni 2025.

Kepala Divisi Operasi Produksi BPMA, Hafizullah, menyebutkan bahwa lifting ini bersifat strategis karena merupakan pengiriman perdana kondensat bagian negara dari WK B pada tahun 2025 yang menggunakan skema komersialisasi in kind. Adapun untuk WK A, pengiriman dilakukan melalui skema Election Not to Take In Kind (ENTIK) yang juga mencakup bagian negara.

Hafizullah juga memaparkan bahwa hingga pertengahan tahun ini, realisasi lifting kondensat telah melebihi target. Dari WK A, tercatat sebesar 179.580 barel atau 124 persen dari target WP&B 2025, sedangkan dari WK B sebanyak 193.596 barel atau 124 persen dari target. Jika digabungkan dengan skema Proforma Lifting (PPL), total lifting mencapai 373.276 barel atau 124 persen dari target keseluruhan.

Deputi Operasi BPMA, Muhammad Mulyawan, menggarisbawahi pentingnya koordinasi lintas fungsi dalam pencapaian ini. Ia menambahkan, “Stok kondensat di tangki F-6101 akan dimanfaatkan melalui skema Proforma Lifting (PPL) hingga akhir Juni untuk mendorong pencapaian lifting semester I.”

Kepala BPMA, Nasri Djalal, turut memberikan apresiasi atas kerja sama semua pihak yang terlibat.

“Ini adalah bukti kolaborasi yang solid. Kami optimis kontribusi Aceh dalam ketahanan energi nasional akan semakin meningkat,” ujarnya.

BPMA bersama seluruh KKKS berkomitmen untuk terus memaksimalkan produksi migas Aceh demi mendukung target ketahanan energi nasional ke depan.

Akademisi Muda Dinilai Punya Peran Strategis dalam Inovasi Pertanian Aceh

0
Potret Pertanian. (Foto: Getradius.id)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Pertanian merupakan sektor vital dalam struktur perekonomian Aceh. Selain menjadi kontributor utama terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sektor ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, menjadi penyangga ketahanan pangan, sekaligus penopang industri pengolahan berbasis komoditas lokal.

Melihat besarnya peran sektor ini, keterlibatan akademisi muda dalam mendorong inovasi pertanian dinilai sangat penting. Hal ini disampaikan oleh Andriy Anta Kacaribu, S.Si., M.T., mahasiswa program doktoral Bioteknologi Pertanian di Universitas Syiah Kuala (USK), saat diwawancarai oleh Nukilan.id pada Senin (30/6/2025).

“Saya meyakini, akademisi muda punya peran sangat strategis sebagai jembatan antara teknologi dan masyarakat. Kita dibekali pengetahuan terbaru, sekaligus lebih dekat secara emosional dengan masyarakat di daerah,” ujar Andriy.

Menurutnya, tugas akademisi tidak berhenti pada pengembangan ilmu pengetahuan semata. Justru tantangan terbesar adalah bagaimana menjembatani hasil riset agar bisa memberi manfaat nyata bagi masyarakat luas, khususnya para petani di lapangan.

“Peran kita bukan hanya meneliti, tetapi juga menerjemahkan hasil riset agar mudah dipahami dan diaplikasikan petani,” tambahnya.

Ia menekankan pentingnya membangun jejaring lintas sektor, termasuk dengan pemangku kepentingan lokal, sebagai strategi untuk memperkuat dampak inovasi.

“Akademisi muda juga harus aktif menjalin kolaborasi dengan akademisi senior, pemerintah daerah, lembaga penelitian, serta komunitas petani. Dengan begitu, inovasi pertanian tidak hanya berhenti di laboratorium, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat.”

Dalam praktiknya, kolaborasi ini dapat berwujud dalam beragam inisiatif. Mulai dari pendampingan teknologi pertanian, pelatihan berbasis hasil riset, hingga pengembangan model pertanian adaptif terhadap tantangan zaman, termasuk perubahan iklim dan lonjakan biaya produksi.

“Misalnya membantu petani meningkatkan produksi, mengurangi ketergantungan pada input mahal atau menghadapi tantangan perubahan iklim,” jelas Andriy.

Ia menegaskan bahwa peran akademisi seharusnya tidak terjebak dalam menara gading. Sebaliknya, mereka perlu membuka diri terhadap realitas di lapangan dan menyesuaikan pendekatan ilmiah dengan kebutuhan lokal.

“Intinya, kita perlu turun ke lapangan, mendengar langsung masalah yang dihadapi petani, lalu berusaha mencarikan solusi berbasis ilmu pengetahuan. Karena bagi saya, sains yang bermanfaat adalah sains yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” pungkasnya.

Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa kemajuan sektor pertanian Aceh ke depan sangat bergantung pada kemampuan para akademisi muda untuk bersinergi dan mengaplikasikan ilmunya secara kontekstual.

Di tengah dinamika perubahan iklim dan tantangan global lainnya, pendekatan berbasis pengetahuan lokal dan keterlibatan langsung menjadi kunci untuk memastikan pertanian tetap menjadi sektor unggulan yang berkelanjutan. (xrq)

Reporter: Akil

Anak Putus Sekolah di Aceh Dapat Pelatihan Komunikasi Publik dari PKBM Ruman Aceh

0
Anak Putus Sekolah di Aceh Dapat Pelatihan Komunikasi Publik dari PKBM Ruman Aceh. (Foto: PKBM Ruman Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ruman Aceh menggelar pelatihan komunikasi publik bagi anak-anak putus sekolah yang menjadi warga belajar program kesetaraan. Kegiatan ini berlangsung di Banda Aceh dan diikuti oleh 70 peserta dari jenjang Paket A, B, dan C.

“Pelatihan menghadirkan pemateri Dosi Alfian, pendiri Dosialfian Smart Speaking. Peserta merupakan warga belajar program kesetaraan pada PKBM Rumah Baca Aneuk Nanggroe atau Ruman Aceh,” ujar Ketua PKBM Ruman Aceh, Nonong Noviansyah, Selasa (1/7/2025).

Menurut Nonong, pelatihan ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya diri peserta dalam berbicara di depan umum, sekaligus menjadi bagian dari penilaian mata pelajaran keterampilan dan Bahasa Indonesia untuk semester genap tahun ajaran 2024/2025.

Pelatihan ini didukung melalui dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Kinerja yang dikucurkan pemerintah. Rizky Sopya, pendiri PKBM Ruman Aceh, menjelaskan bahwa bantuan tersebut merupakan kali kedua yang mereka terima di luar dana BOP rutin pendidikan kesetaraan dan pendidikan anak usia dini.

“Alhamdulillah, ini untuk kedua kali kami menerima BOP Kinerja di luar dana BOP rutin pendidikan kesetaraan dan pendidikan anak usia dini. Selain pelatihan komunikasi publik, juga ada beberapa kegiatan lainnya yang sudah dilaksanakan,” ujar Rizky.

Sejak berdiri pada tahun ajaran 2017/2018, PKBM Ruman Aceh telah menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan untuk anak putus sekolah. Mereka juga memiliki unit pendidikan formal berupa taman kanak-kanak (TK) yang dimulai sejak 2015/2016.

Saat ini, jumlah warga belajar program kesetaraan PKBM Ruman Aceh tercatat mencapai 672 orang dari berbagai daerah di Aceh. Hingga kini, total alumni yang dihasilkan mencapai 587 orang.

“Sedangkan alumni yang dihasilkan sebanyak 587 orang. Kami berterima kasih kepada pemerintah dan tim Ruman Aceh yang telah membersamai program belajar kepada anak putus sekolah,” tutup Rizky.

Editor: Akil

Kemenkeu: Realisasi Pendapatan Negara di Aceh Tembus Rp1,99 Triliun per Mei 2025

0
Rapat Asset Liabilities Committee (ALCo) Regional Aceh membahas kinerja APBN per 31 Mei 2025 di Banda Aceh. (FOTO: Humas Kemenkeu Aceh)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Kantor Perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Satu Aceh melaporkan bahwa pendapatan negara di Provinsi Aceh hingga 31 Mei 2025 telah mencapai Rp1,99 triliun. Angka ini setara dengan 28,81 persen dari target yang ditetapkan.

“Pendapatan negara di Provinsi Aceh sejak Januari hingga 31 Mei 2025 tercatat sebanyak Rp1,99 triliun. Pendapatan tersebut terealisasi sebesar 28,81 persen,” ujar Kepala Perwakilan Kemenkeu Satu Aceh, Paryan, dalam pernyataannya di Banda Aceh, Selasa (1/7/2025).

Paryan yang juga menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh merinci bahwa realisasi pendapatan negara tersebut terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp1,24 triliun (21,03 persen), penerimaan bea dan cukai senilai Rp226,76 miliar (79,01 persen), serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp529,77 miliar (71,13 persen).

“PNPB ini di antaranya dari optimalisasi aset mencapai Rp10,16 miliar, pelaksanaan lelang sebesar Rp1,38 miliar, serta pengurusan piutang negara dengan capaian Rp44 juta,” jelasnya.

Sementara itu, dari sisi belanja negara, hingga akhir Mei 2025 realisasinya tercatat sebesar Rp16,08 triliun. Anggaran tersebut mencakup belanja pemerintah pusat senilai Rp4,69 triliun dan belanja transfer ke daerah sebesar Rp11,39 triliun.

“Belanja pemerintah pusat secara year on year mengalami penurunan 27,27 persen. Ini dipengaruhi kontraksi realisasi belanja barang dan modal akibat dinamika efisiensi. Realisasi transfer ke daerah secara year on year juga mengalami kontraksi sebesar 7,08 persen,” kata Paryan.

Untuk kinerja anggaran daerah, pendapatan Aceh tercatat sebesar Rp11,42 triliun. Jumlah ini terdiri dari dana transfer sebesar Rp9,58 triliun dan pendapatan asli daerah (PAD) Rp1,82 triliun.

“Sedangkan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah di Aceh sampai dengan 31 Mei 2025 sebesar Rp9,21 triliun yang didominasi belanja operasional mencapai Rp6,9 triliun. Belanja modal masih menjadi perhatian karena baru mencapai Rp203,78 miliar atau terealisasi 5,13 persen,” pungkas Paryan.

Editor: Akil

Aceh Selatan Pastikan Lolos ke PORA XV/2026 Aceh Jaya

0
Tim Pra PORA Askab PSSI Aceh Selatan foto bersama sebelum pertandingan (Foto: Humas PSSI Aceh).

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Tim sepak bola Aceh Selatan berhasil mengamankan satu tiket menuju Pekan Olahraga Aceh (PORA) XV/2026 di Aceh Jaya, usai tampil impresif di babak Prakualifikasi PORA (Pra PORA) IV Cabang Olahraga (Cabor) Sepak Bola tahun 2025.

Anak asuh pelatih Fajriadi itu memastikan diri lolos setelah menyapu bersih tiga pertandingan dengan kemenangan, mengoleksi total sembilan poin sempurna di Grup A. Kepastian ini didapat setelah mereka menundukkan Singkil dengan skor meyakinkan 4-0 pada laga terakhir grup yang berlangsung di Stadion Ludung Meukong, Krueng Batu, Kluet Utara, Aceh Selatan, Minggu (29/6/2025) sore.

Dengan hasil ini, Aceh Selatan keluar sebagai juara Grup A dan berhak melaju langsung ke PORA Aceh Jaya, mengikuti jejak Pidie (juara PORA 2022) dan tuan rumah Aceh Jaya yang telah lebih dahulu mengantongi tiket.

Sementara itu, Nagan Raya yang finis sebagai runner-up Grup A harus melalui babak play-off melawan runner-up dari Grup B untuk merebut satu tempat tersisa.

Di Grup B, pertandingan pembuka yang digelar di Stadion Persada Abdya menyajikan laga tanpa gol antara Aceh Tengah dan Kota Sabang. Sementara pada laga sore harinya, Aceh Barat menjaga asa lolos ke PORA setelah menundukkan tuan rumah Aceh Barat Daya dengan skor tipis 1-0.

Sementara itu, di Grup C yang berlangsung di Lapangan RTH Cot Gapu, Bireuen, tim tuan rumah tampil beringas dengan menghajar Bener Meriah 7-0. Kemenangan telak ini memperbesar peluang Bireuen untuk melaju ke ajang olahraga tertinggi di Aceh tersebut.

Editor: Akil

Sidang Uji Materi Masa Jabatan Keuchik, DPR dan Pemerintah Tegaskan Kekhususan Aceh

0
Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudiarta menyampaiakn keterangan DPR dalam sidang pengujian Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU Pemerintahan Aceh), pada Senin (30/6/2025) di Ruang Sidang MK. (Foto: Humas/Panji)

NUKILAN.ID | JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian konstitusionalitas Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Senin (30/6/2025). Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang MK ini menghadirkan keterangan dari pihak DPR RI dan Presiden (Pemerintah) sebagai bagian dari agenda lanjutan perkara Nomor 40/PUU-XXIII/2025.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh lima orang keuchik (kepala desa) dari Aceh. Mereka mempersoalkan masa jabatan keuchik yang dibatasi enam tahun dan hanya bisa dipilih kembali satu kali masa jabatan. Para pemohon menilai ketentuan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2024, yang menetapkan masa jabatan kepala desa delapan tahun.

Lex Specialis UU Pemerintahan Aceh

Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudiarta, dalam keterangannya menilai perbedaan masa jabatan antara keuchik dan kepala desa tidak melanggar konstitusi. Ia menegaskan bahwa UU Pemerintahan Aceh merupakan lex specialis yang berlaku khusus di Aceh, sehingga ketentuan dalam UU Desa tidak otomatis berlaku di wilayah tersebut.

“Dalam Pasal 39 ayat (2) dan Pasal 118 UU Nomor 3 Tahun 2024, tidak disebutkan secara eksplisit bahwa ketentuan tersebut berlaku untuk keuchik di Aceh. DPR sebagai pembentuk UU juga telah mempertimbangkan kekhususan daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 107, 109, dan penjelasan umum UU Desa,” ujar Wayan.

Pengakuan terhadap Keistimewaan Daerah

Pemerintah yang diwakili oleh Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, menyampaikan bahwa keberadaan UU Pemerintahan Aceh merupakan bentuk penghormatan terhadap sejarah perjuangan rakyat Aceh serta karakter adat dan budaya yang dimiliki.

“Perbedaan ini adalah perwujudan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta untuk menjamin dan melindungi masyarakat Aceh dalam kehidupan sosial dan politiknya. Maka ketentuan Pasal a quo tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, karena justru memberikan kepastian hukum,” terang Akmal.

Ia menambahkan, perlakuan yang berbeda dalam konteks ini tidak dapat dikategorikan sebagai diskriminasi, melainkan bagian dari pengakuan terhadap kekhususan yang telah dijamin dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Aceh dan Kewenangan Khusus

Dukungan terhadap keberlakuan UU Pemerintahan Aceh juga disampaikan Wakil Ketua DPR Aceh, Ali Basrah. Ia menyebut bahwa Aceh adalah provinsi yang memiliki kekhususan dan keistimewaan sebagaimana diakui oleh UUD 1945. Oleh karena itu, menurutnya, ketentuan masa jabatan keuchik tetap sah.

“Dengan asas lex specialis derogat legi generali, ketentuan dalam UU Desa tidak dapat diberlakukan di Aceh, sampai ada putusan lain. Maka Pasal 115 UU 11/2006 tetap mengikat,” kata Ali Basrah menegaskan.

Dalam naskah akademik RUU Pemerintahan Aceh disebutkan bahwa otonomi daerah di Aceh, termasuk dalam urusan pemerintahan gampong, merupakan kewenangan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat.

Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Muhammad Junaidi, menambahkan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2006 telah mengatur tata cara perubahan undang-undang khusus tentang Aceh, yang menjamin otonomi khusus tetap dihormati. Ia menginformasikan bahwa Pemerintah Aceh saat ini juga telah mengusulkan perubahan terhadap undang-undang tersebut kepada DPR.

Ia menegaskan, “tidak ada norma hukum di dalam Pasal 115 ayat (3) UU Pemerintahan Aceh yang bertentangan dengan UUD 1945.” Menurutnya, pasal tersebut justru merupakan bagian dari amanat konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 18B UUD 1945.

“Pemerintah Aceh menolak permohonan uji materiil yang diajukan, karena hak dalam merubah maupun membuat undang-undang merupakan kewenangan langsung dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden (Pemerintah),” tutup Junaidi.

Editor: Akil