Beranda blog Halaman 169

Tutup Kunjungan di Aceh, Wamen PU Tinjau Bendung Karet

0
Wamen PU Tinjau Bendung Karet. (Foto: KemenPU)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Wamen PU) Diana Kusumastuti menutup rangkaian kunjungan kerjanya di Aceh dengan meninjau Bendung Karet, Jumat (11/7/2025). Kunjungan tersebut menjadi bagian dari agenda pemantauan infrastruktur sumber daya air yang dinilai strategis dalam mendukung ketahanan air wilayah.

Dalam kunjungannya, Wamen PU didampingi langsung oleh Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I Heru Setiawan serta Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Yusvira Syah Putri. Sejumlah pejabat teknis lain turut hadir, seperti Kasubbag TU dan Umum, Kasi KPISDA, Kasi Pelaksana, Kasatker O&P, Kasatker PJSA, PPK Atab I, dan Kepala BPPW.

Rombongan memulai peninjauan dari ruang kontrol, tempat sistem pengendalian bendung dipantau secara digital. Dalam kesempatan itu, Wamen PU menerima pemaparan teknis mengenai mekanisme kerja bendung karet, termasuk prosedur pengendalian saat menghadapi kondisi cuaca ekstrem.

Usai meninjau ruang kontrol, Wamen PU melanjutkan pemantauan ke atas Jembatan O&P untuk melihat langsung kondisi fisik bangunan bendung. Dari lokasi ini, Diana Kusumastuti mengamati struktur pengatur aliran air dan sistem pintu yang berfungsi sebagai penghalang intrusi air laut ke wilayah daratan.

Peninjauan juga mencakup Saluran Penguras, salah satu komponen penting dalam memastikan sistem pembuangan air berjalan lancar dan efisien, khususnya saat debit air meningkat.

Kegiatan ini disebut menjadi bagian dari proses evaluasi dan pembinaan teknis yang dilakukan kementerian di penghujung lawatan kerja di Aceh. Setelah seluruh rangkaian kunjungan selesai, Wamen PU beserta rombongan kembali ke Jakarta.

Pemerintah berharap pemantauan langsung terhadap infrastruktur semacam ini dapat memperkuat pelayanan air kepada masyarakat dan meningkatkan ketahanan wilayah terhadap perubahan iklim serta bencana hidrometeorologi.

DPRA Akan Surati Ditreskrimsus Polda Aceh dan Kepala Biro PBJ Terkait Pemanggilan Pokja

0
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Zulfadli. (Foto: Dok. DPRA)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) berencana melayangkan surat kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh dan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Aceh. Langkah ini diambil menyusul pemberitaan media daring di Aceh terkait pemanggilan salah satu Kelompok Kerja (Pokja) di lingkungan Biro PBJ oleh aparat kepolisian.

Ketua DPRA Zulfadhli, A.Md, menegaskan bahwa pemanggilan tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut demi mendapatkan kejelasan duduk persoalan yang sebenarnya.

“Iya, tadi ada saya baca berita di media online. Itu Pokja Biro PBJ dipanggil oleh Polda. Ini ada apa, jadi perlu kita dalami,” kata Zulfadhli dalam keterangannya di Banda Aceh, Jumat (11/7/2025).

Menurut Zulfadhli, surat resmi akan dikirimkan pada Senin, 14 Juli 2025, untuk meminta penjelasan langsung dari pimpinan Ditreskrimsus Polda Aceh di hadapan lembaga legislatif tersebut.

Tak hanya itu, DPRA juga berencana menyurati Kepala Biro PBJ beserta sejumlah Pokja untuk mengklarifikasi perkara yang belakangan mencuat ke publik. Menurutnya, penting bagi DPRA untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh agar tidak menimbulkan prasangka atau spekulasi.

“Jadi, nanti kita lihat, apakah upaya tersebut sebagai bagian dari penegakan hukum, atau hanya modus untuk ‘barter proyek’ semata,” ujarnya.

Zulfadhli menyayangkan jika benar pemanggilan itu mengarah pada intimidasi atau upaya intervensi yang dapat menghambat roda pembangunan di Aceh. Ia menegaskan bahwa di bawah Pemerintahan Aceh saat ini, komitmen untuk membangun daerah sangat kuat dan membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk aparat penegak hukum.

“Pemerintahan Mualem ingin serius membangun Aceh. Jadi hendaknya dukungan semua pihak menyukseskan hal itu,” katanya.

Zulfadhli mengaku mendapat banyak laporan dari masyarakat terkait dugaan praktik tidak etis oknum-oknum penegak hukum yang kerap memanggil Pokja dan diduga berujung pada permintaan “jatah proyek”.

“Apalagi kemudian, pihaknya juga banyak sekali mendapatkan informasi, keluhan dari berbagai pihak, dari masyarakat, bahwa, oknum-oknum di Polda Aceh ini kerap mengganggu jalannya pembangunan dengan cara-cara seperti itu, yakni panggil-panggil Pokja, tapi ujung-ujungnya minta ‘jatah proyek’,” ucapnya.

Ia juga menyoroti sejumlah proyek besar di Aceh yang dinilai bermasalah namun belum tersentuh aparat penegak hukum, seperti proyek multi years (MYC) yang bernilai triliunan rupiah.

“Jika ingin melakukan upaya penegakan hukum, banyak sekali proyek-proyek besar di Aceh ini yang butuh keseriusan Polda Aceh untuk menanganinya. Seperti Proyek Multi Years (MYC) yang nilainya triliunan, itu juga juga berselemak masalah. Nah, tapi kenapa mereka diam,” tegasnya.

Sebagai representasi rakyat, DPR Aceh disebut akan bersikap aktif dalam menyikapi isu tersebut, bahkan bila perlu membawa persoalan ini ke tingkat Mabes Polri agar terang dan jelas.

Zulfadhli juga mengingatkan agar antarinstansi, khususnya aparat penegak hukum dan lembaga pemerintahan, dapat saling menghormati tugas serta kewenangan masing-masing. Ia menekankan pentingnya sinergi dalam mendukung pembangunan Aceh sebagai bagian dari komitmen nasional.

“Saat ini, di bawah Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto, kita ingin berhasil membangun Aceh sebagai bagian dari NKRI,” ujarnya.

“Karnanya, upaya-upaya menghambat pembangunan dengan pola-pola pendekatan hukum yang serampangan dan terkesan tendensius, hal tersebut bukan cerminan dari semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” pungkas Zulfadhli.

Editor: Akil

Dari Dayah ke Kampus, Prof Muntasir Jadi Guru Besar Politik Islam Pertama Asal Aceh di Unimal

0
Prof Muntasir Jadi Guru Besar Politik Islam Pertama Asal Aceh di Unimal. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | LHOKSEUMAWE – Sejarah baru tercatat dalam dunia akademik Aceh. Prof Dr Tgk H Muntasir A Kadir, S.Ag., M.A., resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Politik Islam di Universitas Malikussaleh (Unimal), Jumat (11/7/2025). Ia menjadi Guru Besar pertama di bidang tersebut, baik di Unimal maupun di Provinsi Aceh.

Pengukuhan berlangsung khidmat di Gedung ACC Cunda Unimal, Lhokseumawe, dan ditandai dengan penyematan lencana Guru Besar oleh Rektor Unimal, Prof Dr Herman Fithra, Asean.Eng. Penetapan jabatan akademik tertinggi ini didasarkan pada SK Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Nomor: 01941/E4/DT.04.01/JAD/2024.

Prof Muntasir dikenal luas sebagai ulama intelektual dan Pembina Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISAI). Ia lahir dari tradisi dayah dan sukses menapaki jalur akademik hingga ke puncak tertinggi.

Dalam orasi ilmiahnya berjudul “Kontekstualisasi Gagasan dan Pemikiran Ulama Dayah dalam Pembangunan Politik di Aceh”, Prof Muntasir menekankan pentingnya nilai-nilai politik Islam dalam sistem demokrasi. Ia menyebut bahwa politik dalam Islam bukan semata urusan kekuasaan, melainkan sarat amanah dan keadilan.

“Saat pemikiran ulama hanya tertinggal di lembaran kitab kuning tanpa aktualisasi, maka politik kehilangan arah moralnya. Aceh membutuhkan bangunan politik yang tidak hanya demokratis, tetapi juga bernurani. Dan itu bisa digali dari warisan pemikiran ulama dayah,” tegasnya disambut tepuk tangan panjang hadirin.

Rektor Unimal, Prof Herman Fithra dalam sambutannya menyebut Prof Muntasir sebagai representasi sinergi antara pesantren dan universitas. Menurutnya, Prof Muntasir adalah jembatan antara ilmu syar’i dan ilmu sosial-politik kontemporer.

“Prof. Muntasir adalah figur akademisi yang melampaui sekat-sekat institusional. Ia adalah jembatan hidup antara ilmu syar’i dan ilmu sosial-politik kontemporer,” ujar Herman.

Acara pengukuhan dihadiri tokoh-tokoh nasional dan daerah, termasuk ulama dan akademisi dari berbagai lembaga. Di antaranya Pimpinan Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Abu MUDI; Rektor UNISAI, Dr Tgk Muhammad Abrar Azizi, M.Sos.; Wakil Bupati Bireuen, Ir H Razuardi, MT; anggota Komisi VI DPRA, Waled Landeng; Ketua STIS Al-Aziziyah Sabang, Dr Tgk Muslem Hamdani, M.A.; serta pimpinan dayah mitra, dosen, dan civitas akademika.

Abu MUDI, yang merupakan guru sekaligus mertua Prof Muntasir, tak dapat menyembunyikan rasa haru atas pencapaian tersebut.

“Hari ini, saya saksikan langsung bagaimana perjuangan ilmu dibalas Allah dengan kemuliaan. Prof. Muntasir bukan hanya menantu saya, tetapi anak rohani saya yang membawa ruh perjuangan dayah ke ruang akademik. Gelar ini adalah amanah untuk terus membimbing umat dan ini cita-cita saya agar alumni Dayah bisa hadir dalam semua dimensi kehidupan masyarakat,” tutur Abu MUDI.

Sementara itu, Rektor UNISAI Dr Tgk Muhammad Abrar Azizi menyampaikan rasa bangganya. Ia menyebut Prof Muntasir sebagai figur pembina yang tak hanya membangun kampus secara struktural, tetapi juga secara spiritual.

“Sebagai institusi yang dilahirkan dari denyut nadi pesantren, UNISAI bangga memiliki pembina sekaliber Prof. Muntasir. Ia tidak hanya mengembangkan struktur kampus, tetapi membangun jiwanya. Pengukuhan ini bukan akhir, tetapi awal peran besar untuk membentuk generasi Islam berwawasan kebangsaan,” ujarnya.

“Bagi kami UNISAI, Ayah Prof. Muntasir adalah kompas moral, intelektual dan keilmuan serta contoh konkrit bahwa ilmu dan iman bisa berjalan seiring. Kita bangga dan bersyukur atas pencapaian monumental ini,” lanjut Abrar.

Inspirasi dari Dayah untuk Bangsa

Pengukuhan ini menjadi momentum penting, bukan hanya bagi Unimal, tetapi juga dunia pendidikan Aceh. Prof Muntasir meneguhkan bahwa alumni dayah tak hanya berperan dalam dakwah, tapi juga memiliki kapasitas menjawab tantangan sosial-politik modern secara ilmiah.

Dengan gelar Guru Besar Ilmu Politik Islam, Prof Dr Tgk H Muntasir A Kadir kini mengemban amanah besar: menjembatani nilai-nilai warisan ulama dengan kebutuhan zaman, menghadirkan wajah Islam yang adil, bernurani, dan membumi di ruang-ruang kebijakan publik.

SPS Aceh Resmi Tetapkan Panitia HUT ke-79 dan Rakernas 2025, Muhammad Saleh Jadi Ketua Pelaksana

0
SPS Aceh Resmi Tetapkan Muhammad Saleh Jadi Ketua Pelaksana Panitia HUT ke-79. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Serikat Perusahaan Pers (SPS) Provinsi Aceh resmi menetapkan susunan Panitia Pelaksana Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) SPS Tahun 2025. Agenda nasional ini dijadwalkan berlangsung pada 24–27 September 2025 di Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi Aceh.

Penetapan panitia tersebut tertuang dalam Surat Keputusan SPS Aceh Nomor: 101/SPS-ACEH/SK/VII/2025, tertanggal 10 Juli 2025, yang ditandatangani langsung oleh Ketua SPS Aceh Mukhtaruddin Usman, S.E., dan Sekretaris Dedy Rahman.

Dalam SK itu, Muhammad Saleh, S.E., M.M. didapuk sebagai Ketua Panitia Pelaksana (Organizing Committee), didampingi oleh Chaidir sebagai Sekretaris dan Afrizal sebagai Bendahara. Struktur ini merupakan hasil evaluasi dan penyegaran dari susunan sebelumnya dengan mempertimbangkan efektivitas kerja serta sisa waktu persiapan yang semakin terbatas.

“Keputusan ini kami ambil semata-mata untuk mempercepat kerja panitia dan memastikan seluruh tahapan persiapan berjalan optimal,” ujar Mukhtaruddin Usman dalam acara penyerahan SK yang berlangsung di Banda Aceh, Jumat, 11 Juli 2025.

Penunjukan Aceh sebagai tuan rumah merupakan amanah langsung dari SPS Pusat melalui SK Nomor: 2/SPS-KEP/X/2024, tertanggal 10 Oktober 2024. SPS Aceh dipercaya menggelar perayaan HUT ke-79 dan Rakernas tahun 2025, yang menjadi agenda strategis tahunan insan pers nasional.

Ketua Panitia Pelaksana, Muhammad Saleh, menyampaikan komitmennya untuk menyukseskan agenda besar ini. “Demi marwah SPS dan nama baik Aceh, kami siap melaksanakan tugas ini dengan penuh tanggung jawab dan semangat kolektif,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan harapan akan dukungan dari berbagai pihak, khususnya dari Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan H. Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhullah (Dek Fad), serta sinergi dengan jajaran pers, lembaga pemerintah, hingga dunia usaha di Aceh.

Rangkaian kegiatan HUT ke-79 dan Rakernas SPS 2025 meliputi pelantikan Pengurus SPS Pusat, Dialog Media, serta sejumlah agenda strategis seperti Rapat Kerja Nasional dan pemberian anugerah nasional.

Beberapa penghargaan bergengsi yang akan diserahkan antara lain: Media Brands Awards 2025, Media Relations Awards 2025, Korporasi Terpopuler di Media Arus Utama 2025, Pemimpin Divisi Komunikasi Terpopuler 2025, Lontar Award 2025, dan Lestari Award 2025.

Tak hanya itu, panitia juga mengagendakan Fun Media Tour bertajuk “Pesona Aceh” sebagai upaya promosi budaya dan pariwisata lokal kepada para peserta dari seluruh Indonesia.

Dalam rangkaian ini, sejumlah tokoh daerah, kepala daerah, BUMN/BUMD, serta institusi swasta juga diusulkan sebagai kandidat penerima penghargaan, berdasarkan capaian, keterbukaan informasi, serta kolaborasi strategis mereka dengan media nasional maupun lokal.

“Rakernas ini bukan hanya milik SPS, tetapi milik masyarakat Aceh. Kami ingin menjadikan perhelatan ini sebagai momentum menunjukkan wajah Aceh yang inklusif, komunikatif, dan siap menyambut tamu dari seluruh Indonesia,” tutup Shaleh.

Editor: Akil

‘Palum’ Jadi Lawan Kata Haus, Kini Resmi Masuk KBBI

0
'Palum' Jadi Lawan Kata Haus, Kini Resmi Masuk KBBI. (Foto: Badan Bahasa)

NUKILAN.ID | JAKARTA — Kosakata bahasa Indonesia kembali bertambah dengan hadirnya kata palum sebagai lawan kata dari haus. Meski masih terdengar asing di telinga sebagian masyarakat, kata palum kini telah resmi tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Dikutip Nukilan.id dari KBBI, haus berarti “berasa kering kerongkongan dan ingin minum.” Sementara itu, palum didefinisikan sebagai “sudah puas minum; hilang rasa haus.” Dengan begitu, palum menjadi pasangan semantik yang sepadan untuk kata haus, sebagaimana kenyang menjadi lawan kata dari lapar.

Kehadiran kata palum ini diumumkan oleh Badan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui unggahan di akun media sosial resmi mereka pada 25 Juni 2025.

“Kata haus sudah ada lawan katanya, lo! Palum. Kata ini diambil dari bahasa Batak Pakpak,” tulis Badan Bahasa Kemendikbud sebagai takarir unggahan tersebut.

Kata palum berasal dari bahasa Dairi Pakpak, salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara. Berdasarkan Kamus Bahasa Dairi Pakpak, palum memiliki sejumlah makna, antara lain “sembuh, sembuh dahaga (RW); empalum atena, senang hatinya, tidak takut, terhibur; pepalum ate, apa yang menyenangkan hati pada pembalasan, marah, keinginan.”

Penetapan palum sebagai entri dalam KBBI bukan proses yang singkat. Menurut laporan detikcom, kata ini diusulkan sejak tahun 2024, mengacu pada Kamus Pakpak–Indonesia karya Tindi Radja Manik yang diterbitkan Bina Media, Medan, pada 2002. Setelah melalui proses verifikasi dan kajian, palum resmi diakui dan masuk dalam edisi terbaru KBBI pada tahun 2025.

KBBI juga mencantumkan contoh penggunaan kata tersebut dalam kalimat, seperti: “kondisi palum membuat anak lebih tenang.”

Masuknya palum memperkuat peran penting bahasa daerah dalam memperkaya khazanah kosakata nasional. Sebelumnya, beberapa kata dari bahasa Batak juga telah lebih dulu masuk ke dalam KBBI, seperti parmitu (orang yang gemar minum minuman keras) dan ucok (anak laki-laki, berunding dengan damai).

Langkah ini sejalan dengan upaya KBBI dan Badan Bahasa untuk terus menyerap kata-kata dari berbagai bahasa daerah di Indonesia. Tak hanya memperkaya, integrasi ini juga menjadi bentuk pengakuan atas keberagaman budaya dan bahasa yang ada di Tanah Air. (XRQ)

Reporter: Akil

Aceh Selatan Dihantam Krisis Fiskal, Aktivis: Ini adalah Tanggung Jawab Kolektif

0
Aktivis sosial kemanusiaan Aceh Selatan, M. Rizal Fandi, S.Pd.I. (Foto: Dok. Pribadi)

NUKILAN.ID | TAPAKTUAN — Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan tengah menghadapi tantangan fiskal yang tidak ringan. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terhadap keuangan tahun anggaran 2024 mencatat defisit riil sebesar Rp267,36 miliar. Angka ini melonjak hampir dua kali lipat dari defisit tahun sebelumnya yang tercatat Rp124,5 miliar.

Tak hanya itu, beban utang belanja daerah turut membengkak hingga mencapai Rp184,2 miliar, meningkat sekitar 50,36 persen dibandingkan tahun 2023. Di sisi lain, sisa kas daerah (SILPA) yang hanya tersisa Rp4,4 miliar jauh dari cukup untuk menutup utang non-BLUD yang tercatat sebesar Rp139,4 miliar. Kondisi ini diperparah dengan terpakainya dana earmarked senilai Rp132,3 miliar untuk pos lain di luar peruntukannya.

Menanggapi situasi tersebut, aktivis sosial dan kemanusiaan Aceh Selatan, M. Rizal Fandi, S.Pd.I., menyatakan bahwa krisis fiskal yang terjadi merupakan tanggung jawab kolektif. Hal itu disampaikannya dalam keterangan resmi kepada Nukilan.id pada Jumat (11/7/2025).

“Tidak mungkin hanya Bupati dan Wakil Bupati yang memikul beban ini. Perlu keterlibatan semua pihak, ulama, tokoh masyarakat, pemuda, aparatur gampong, pelaku usaha, hingga akademisi,” ujar Rizal Fandi.

Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas sosial dan politik di tengah krisis.

“Kita perlu membuktikan bahwa Aceh Selatan mampu bangkit bersama,” tambahnya.

Meskipun dihimpit keterbatasan fiskal, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan tetap menjalankan sejumlah program prioritas. Program 100 hari kerja yang telah dicanangkan sejak awal kepemimpinan Bupati H. Mirwan MS, SE, M.Sos dan Wakil Bupati H. Baital Mukadis, SE—yang dilantik pada 17 Februari 2025—mulai dilaksanakan secara bertahap.

“Alhamdulillah, walau dalam kondisi sulit, program-program awal tetap bisa dijalankan dengan semangat kebersamaan. Ini menjadi sinyal awal bahwa Aceh Selatan perlahan bangkit,” kata Bupati Mirwan.

Pemerintah Kabupaten juga terus menjalin komunikasi intensif dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan dukungan program pembangunan demi mempercepat pemulihan.

Namun tantangan belum berakhir. Pada tahun 2025, pemerintah daerah kembali harus berhadapan dengan kebijakan efisiensi nasional melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Akibatnya, alokasi anggaran untuk Aceh Selatan kembali terpangkas sebesar Rp104 miliar.

“Di tengah badai fiskal ini, kita hanya punya dua pilihan: menyerah atau bertahan bersama. Pemerintah sudah mengambil langkah awal, kini saatnya semua elemen masyarakat ikut menjaga, mengawasi, dan mendukung,” pungkas Rizal Fandi.

Dalam upaya mengatasi tekanan keuangan ini, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan telah menyusun roadmap penyelamatan fiskal daerah. Beberapa langkah strategis yang diambil antara lain: restrukturisasi utang jangka pendek, rasionalisasi belanja dengan memfokuskan pada kebutuhan prioritas, perbaikan sistem perencanaan dan proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta penguatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran.

“Kondisi fiskal ini memang berat, namun kami percaya setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya,” tegas Bupati Mirwan.

Pemerintah berharap langkah-langkah pemulihan ini dapat menjadi titik balik bagi Aceh Selatan untuk kembali bangkit dan menata fondasi fiskal yang lebih sehat di masa mendatang. (XRQ)

Reporter: Akil

Kebakaran Hanguskan Rumah di Sigleng, Mahasiswa Trumon Raya Bergerak Galang Dana

0
Kebakaran Hanguskan Rumah di Desa Sigleng, Kec. Trumon, Kab. Aceh Selatan. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Musibah kebakaran kembali melanda wilayah Aceh Selatan. Kali ini, sebuah rumah semi permanen di Desa Sigleng, Kecamatan Trumon, dilahap api pada Kamis (10/07/2025) siang. Kobaran api tak hanya meluluhlantakkan bangunan utama, tetapi juga menyebabkan kerusakan pada beberapa rumah warga lain yang berada di sekitarnya.

Warga yang berada di lokasi sempat berupaya memadamkan api dengan alat seadanya. Namun, upaya itu tidak cukup untuk menaklukkan amukan si jago merah hingga akhirnya bantuan datang dari berbagai pihak.

Meski tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, kerugian materil diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah. Keluarga yang menjadi korban kini harus kehilangan tempat tinggal beserta seluruh harta bendanya, meninggalkan duka mendalam bagi mereka dan masyarakat sekitar.

Kabar duka ini langsung mengetuk keprihatinan banyak pihak, termasuk kalangan mahasiswa dan pemuda asal Trumon Raya. Salah satu respons datang dari Himpunan Mahasiswa Pemuda Pelajar Trumon (HMP2T).

Dalam keterangan yang diterima Nukilan.id, Ketua Umum HMP2T, T. Ridwansyah, menyatakan rasa solidaritasnya atas musibah yang terjadi.

“Kami sangat berduka atas musibah kebakaran yang menimpa warga di Desa Sigleng. Ini bukan hanya musibah bagi satu keluarga, tapi duka kita bersama,” kata Ridwansyah.

Ungkapan duka tersebut tak berhenti sebagai pernyataan empati semata. Mahasiswa Trumon Raya yang tergabung dalam HMP2T dan Ikatan Mahasiswa Trumon Raya (IMTR) segera mengambil langkah konkret untuk membantu para korban. Mereka menyerukan aksi kemanusiaan demi meringankan beban keluarga terdampak.

“Oleh karena itu, kami mengajak seluruh mahasiswa Trumon Raya di mana pun berada untuk bersama-sama melakukan aksi kemanusiaan berupa penggalangan dana guna meringankan beban saudara-saudara kita yang tertimpa musibah,” tambah Ridwansyah.

Aksi solidaritas ini akan dilakukan melalui berbagai kanal, mulai dari penggalangan dana di lingkungan kampus, turun ke jalan raya, hingga menyebarkan informasi melalui media sosial.

HMP2T dan IMTR berharap, inisiatif ini bisa menjadi bentuk nyata kepedulian anak muda terhadap kampung halaman mereka—bahwa semangat gotong royong dan empati tak pernah lekang oleh waktu maupun jarak.

Dengan semangat itu pula, mereka mengajak semua pihak, terutama masyarakat Trumon Raya di perantauan, untuk berpartisipasi dalam meringankan beban sesama. Sebab dalam musibah, kebersamaan menjadi kekuatan utama yang bisa memberi harapan baru. (XRQ)

Reporter: Akil

Kebakaran Hanguskan Satu Rumah di Komplek BLD Lambheu

0
Kebakaran rumah yang terjadi di Desa Lambheu, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Jumat (11/7/2025). (Foto: Dok BPBD Aceh Besar)

Nukilan | Aceh Besar – Satu unit rumah milik warga di Komplek BLD, Desa Lambheu, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, hangus terbakar pada Kamis (11/7/2025) sore. Kebakaran dilaporkan terjadi sekitar pukul 16.25 WIB.

Informasi yang dihimpun Nukilan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar, rumah yang terbakar milik Zaini Juned (52). Dalam peristiwa ini, satu keluarga dengan lima jiwa terdampak, namun tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.

“Rumah yang terbakar merupakan bangunan permanen dan berada di kawasan padat penduduk,” ujar Kepala Pusdalops BPBD Aceh Besar, Iqbal, Jumat (11/7/2025).

Petugas piket pemadam dari Pos Peukan Bada segera merespons laporan yang diterima melalui grup WhatsApp. Satu unit armada dikerahkan dari Pos Peukan Bada, ditambah tiga unit armada bantuan dari Dinas Pemadam Kebakaran Kota Banda Aceh.

Tim pemadam langsung melakukan penanganan di lokasi dan berupaya memblokade api agar tidak merambat ke rumah lain yang berada berdekatan. Proses pemadaman dan pendinginan berhasil diselesaikan pada pukul 17.07 WIB.

Penyebab pasti kebakaran masih dalam penyelidikan pihak berwenang. []

Reporter: Sammy

Dosen FPIK UTU Kenalkan Teknologi BuDar kepada Nelayan Tradisional Lhok Kuala Bubon

0
Dosen FPIK UTU Kenalkan Teknologi BuDar kepada Nelayan Tradisional Lhok Kuala Bubon. (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | MEULABOH – Dalam upaya mendukung praktik perikanan berkelanjutan, tim dosen dari Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar (UTU) menggelar edukasi dan sosialisasi teknologi Bubu Dasar (BuDar) ramah lingkungan kepada nelayan tradisional di Lhok Kuala Bubon, Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini berlangsung pada Jumat, 11 Juli 2025, di Balai Pertemuan Desa Lhok Kuala Bubon. Program ini menjadi bagian dari implementasi tridharma perguruan tinggi yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat pesisir dengan memanfaatkan teknologi tepat guna berbasis sumber daya lokal.

Teknologi BuDar yang diperkenalkan merupakan alat tangkap untuk ikan demersal, seperti kerapu macan, kakap merah, dan jenahak, yang dirancang agar ramah lingkungan dan efisien. Sosialisasi ini dihadiri oleh 35 peserta, terdiri dari perangkat desa, pemuda, mahasiswa, serta nelayan setempat. Turut hadir Panglima Laot Lhok Kuala Bubon, Bapak Tarzan.

Dalam sambutannya, Panglima Laot menyampaikan dukungannya terhadap kegiatan ini. “Kami sangat berterima kasih dan memberikan apresiasi kepada dosen perikanan yang sudah mengajak kolaborasi dengan nelayan kami. Tentunya kami sangat mendukung penuh atas pelaksanaan kegiatan ini baik sosialisasi dan kegiatan workshop nantinya.

Teknologi bubu ini merupakan salah satu alat tangkap alternatif yang bisa digunakan oleh nelayan kami, khususnya nelayan tradisional Lhok Kuala Bubon. Saya sangat berharap partisipasi dan ikut sertakan nelayan untuk berhadir pada kegiatan selanjutnya dan dukungan penuh untuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini,” ujarnya.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program hibah Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) KemdiktiSaintek 2025, diketuai oleh Hamidi, S.Pi., M.Si., dan melibatkan tiga dosen lainnya: Rosi Rahayu, S.Pi., M.Si., Afdhal Fuadi, S.Pi., M.Si., serta dosen Ekonomi Manajemen, Rusdi, S.H.I., M.M. Selain itu, dua mahasiswa magang dari Program Studi Perikanan UTU juga turut berpartisipasi dalam program ini sebagai bagian dari implementasi Indikator Kinerja Utama (IKU) kampus merdeka.

Dalam sesi penyampaian materi, Ketua Tim Pengabdian, Hamidi, menjelaskan bahwa teknologi BuDar tahun ini memanfaatkan bahan-bahan lokal seperti rotan, batang pohon pinang, serta daun pinang dan daun kelapa sebagai atraktor untuk menarik ikan.

“Salah satu bahan dan alat yang kita gunakan untuk membuat BuDar yaitu berbasis sumberdaya lokal, seperti rotan, batang pohon pinang, dan atraktor yang dapat mengikat ikan untuk berkumpul dan terjebak di dalam bubu serta sulit untuk keluar seperti daun pinang dan daun kelapa yang dipasang pada bagian atas, sisi kanan, dan sisi kiri bubu,” ujarnya.

Sementara itu, Afdhal Fuadi menambahkan bahwa inovasi BuDar tahun ini dikembangkan dari hasil pengabdian sebelumnya di Lhok Meureubo pada 2024.

“Untuk inovasi BuDar tahun ini 2025 kita akan menghasilkan bubu yang tentunya lebih murah dan berbahan yang mudah didapat di sekitaran Lhok Kuala Bubon dengan ukuran BuDar panjang 150 cm, lebar 90 cm, dan tinggi 50 cm,” katanya.

Rosi Rahayu, S.Pi., M.Si., menyampaikan bahwa kegiatan pada hari itu merupakan langkah awal dari serangkaian program yang akan berlangsung hingga Oktober.

“Kegiatan hari ini merupakan kegiatan awal yang dilaksanakan, kemudian nanti akan dilaksanakan kegiatan workshop pembuatan bubu, metode pengoperasian dan pengangkatan BuDar, serta monitoring dan evaluasi. Harapannya Bapak-bapak nelayan juga ikut hadir pada kegiatan selanjutnya yang insya Allah kita laksanakan pada hari Jumat, yang dimana pada hari tersebut Bapak-bapak nelayan tidak melakukan aktivitas ke laut dengan arti mempunyai luang waktu untuk berhadir,” katanya.

Antusiasme nelayan terhadap teknologi ini cukup tinggi. Banyak pertanyaan dilontarkan selama sesi diskusi, menunjukkan ketertarikan mereka terhadap penggunaan alat tangkap ramah lingkungan yang inovatif dan ekonomis tersebut.

Program pengabdian ini akan berlangsung selama empat bulan ke depan, mencakup sosialisasi, pelatihan pembuatan dan pengoperasian BuDar, hingga pengenalan teknologi pendukung seperti GPS dan pembuatan rumpon dasar (tamen). Dengan sinergi antara akademisi dan masyarakat nelayan, diharapkan teknologi BuDar menjadi solusi alternatif bagi perikanan berkelanjutan di pesisir Aceh Barat.

Yusril Dukung Daud Beureueh Jadi Pahlawan Nasional

0
Yusril saat memberikan pidato kunci dalam Seminar Nasional Teungku Daud Beureueh di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Kamis malam (10/7/2025). (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan dukungannya terhadap usulan masyarakat Aceh agar Teungku Muhammad Daud Beureueh diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

Pernyataan itu disampaikan Yusril saat memberikan pidato kunci dalam Seminar Nasional Teungku Daud Beureueh di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Kamis malam (10/7/2025). Dalam kesempatan tersebut, Yusril menekankan pentingnya meninjau ulang sejarah Aceh dan kiprah tokoh penting seperti Daud Beureueh yang menurutnya memiliki jasa besar bagi Republik Indonesia.

“Tidak semua tokoh di Aceh gembira dengan Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Sebagian ingin Aceh menjadi negara sendiri, sebagian malah ingin tetap di bawah penjajahan Belanda. Daud Beureueh berjuang habis-habisan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI baik secara politik, militer, maupun diplomasi,” tegas Yusril.

Ia menjelaskan, pada masa Revolusi, Presiden Soekarno menyetujui usulan Daud Beureueh agar Aceh menjadi provinsi tersendiri dengan keistimewaannya. Kala itu, Daud Beureueh pun diangkat sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, dengan pangkat tituler Mayor Jenderal TNI.

Namun, pembentukan Provinsi Aceh melalui Keputusan Darurat Wakil Perdana Menteri Sjafruddin Prawiranegara belakangan ditolak oleh KNIP dan Menteri Dalam Negeri Susanto Tirtoprodjo. Akibatnya, Aceh digabungkan ke dalam Provinsi Sumatera Utara.

“Celakanya, pencabutan Keputusan Darurat Wakil Perdana Menteri Sjafruddin itu harus dilaksanakan oleh Perdana Menteri RI yang baru, Mohammad Natsir, padahal baik Sjafruddin, Natsir, maupun Daud Beureueh semuanya adalah tokoh Partai Masyumi,” jelas Yusril.

Yusril mengungkapkan, dalam wawancaranya dengan Mohammad Natsir pada 1982, Natsir mengisahkan bahwa ia sempat datang ke Aceh untuk membujuk Daud Beureueh agar tidak melakukan perlawanan. Namun upaya itu terlambat karena Daud Beureueh telah lebih dahulu menyatakan pembangkangan terhadap pemerintah pusat dan masuk hutan.

“Natsir terlambat sehari datang ke Aceh karena putrinya meninggal tenggelam di Kolam Renang Cikini,” ungkap Yusril.

Saat mendarat di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), Natsir menyampaikan pidato di hadapan masyarakat dan menitipkan pesan agar Daud Beureueh menahan diri. Pesan itu disampaikan melalui Osman Raliby, namun jawaban Daud Beureueh sangat tegas: “nasi sudah menjadi bubur.”

Meskipun Provinsi Aceh kembali dibentuk secara resmi pada 1956, kepercayaan Daud Beureueh terhadap pemerintah pusat telah luntur. Beliau kemudian memimpin gerakan DI/TII Aceh yang pada tahun 1958 menyatakan bergabung dengan PRRI dan Permesta.

Namun demikian, Yusril menegaskan bahwa gerakan tersebut tidak semestinya dilihat semata-mata sebagai pemberontakan.

“Dari fakta-fakta sejarah itu, Daud Beureueh mestinya tidak dianggap sebagai pemberontak yang ingin memisahkan Aceh dari NKRI. Beliau seorang Republiken yang kecewa dengan janji-janji yang tak kunjung diwujudkan para pemimpin di pusat,” ujar Yusril.

Ia juga mencontohkan dua tokoh Masyumi lainnya, Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara, yang sempat dicap pemberontak oleh rezim Orde Lama dan Orde Baru, namun akhirnya mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Beliau adalah pejuang RI sejati, jasa-jasanya tak ternilai bagi bangsa dan negara, sehingga sudah saatnya beliau diangkat menjadi Pahlawan Nasional,” tegas Yusril.

Menurutnya, peninjauan kembali atas sejarah tokoh-tokoh seperti Daud Beureueh sangat penting agar bangsa ini tidak terus-menerus mengulang kekeliruan penilaian masa lalu.

“Beliau bukan pemberontak, melainkan tokoh yang ingin menjaga kehormatan dan janji-janji Republik,” pungkasnya.

Yusril berharap, ke depan pemerintah pusat dapat mengambil langkah serupa dalam memberikan penghormatan kepada Teungku Muhammad Daud Beureueh seperti halnya kepada Natsir dan Sjafruddin.

Editor: Akil