Beranda blog Halaman 159

Akademisi di Singkil Soroti Ketimpangan Dana Otsus Aceh

0
Ilustrasi Dana Otsus. (Foto: Google News)

NUKILAN.ID | SINGKIL – Isu perpanjangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh dan revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) kembali mencuat. Suara dari wilayah perbatasan pun mulai terdengar, mengusung harapan terhadap pemerataan anggaran dan pembangunan.

Salah satu yang menyuarakan hal tersebut adalah akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Abdurrauf (STAISAR) Aceh Singkil, Andika Novriadi Cibro. Ia menilai, selama ini distribusi Dana Otsus masih timpang dan belum menyentuh daerah-daerah di kawasan pinggiran.

“Penguatan Dana Otsus semestinya memperhatikan ketimpangan distribusi yang selama ini terjadi, khususnya terhadap wilayah kabupaten yang berada di kawasan pinggiran,” kata Andika kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).

Menurut kandidat doktor dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) itu, mayoritas Dana Otsus terserap di wilayah tengah dan utara Aceh. Sementara daerah perbatasan seperti Aceh Singkil, justru masih minim perhatian dalam pembangunan strategis.

Ia menegaskan, wilayah seperti Aceh Singkil membutuhkan pendekatan afirmatif dalam kebijakan fiskal, terutama untuk penguatan sektor pendidikan, layanan kesehatan, infrastruktur dasar, dan pemberdayaan masyarakat pesisir serta kepulauan.

Andika mencontohkan, masih banyak sekolah di wilayah terpencil dan pulau-pulau kecil di Aceh Singkil yang mengalami keterbatasan guru, fasilitas belajar, hingga akses internet. Kondisi ini dinilai memperparah kesenjangan pembangunan.

“Pembangunan tidak akan pernah merata jika daerah seperti Singkil terus diposisikan sebagai halaman belakang,” ujarnya.

Padahal, kata Andika, Aceh Singkil merupakan kawasan wajah Aceh yang berada langsung di garis perbatasan. Oleh karena itu, ia menilai penting bagi pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap potensi ekonomi daerah ini, seperti sektor perikanan, pariwisata bahari, dan perkebunan.

Ia juga menyoroti perlunya perubahan pendekatan dalam skema Dana Otsus agar lebih berpihak pada kebutuhan wilayah, bukan sekadar pemerataan nominal.

“Keadilan anggaran bukan berarti setiap daerah mendapat jumlah yang sama, melainkan daerah yang lebih membutuhkan harus mendapat porsi lebih, termasuk untuk Aceh Singkil,” pintanya.

Lebih lanjut, Andika mendorong Pemerintah Aceh untuk menyusun peta jalan pembangunan berbasis kawasan. Ia menilai penguatan wilayah perbatasan harus menjadi prioritas utama karena peran strategisnya secara geografis maupun geopolitik.

“Wilayah Kabupaten Aceh Singkil tidak boleh hanya dipandang sebagai wilayah administratif, namun karena peran Aceh Singkil yang strategis secara geografis dan geopolitik, seharusnya menjadikannya sebagai prioritas dalam agenda pembangunan Aceh ke depan,” tandasnya.

Editor: Akil

Mengenang 52 Tahun Wafatnya Bruce Lee, Misteri Kematian Sang Legenda Kung Fu

0
Bruce Lee. (Foto: fanpop.com)

NUKILAN.ID | JAKARTA Hari ini, 20 Juli 2025, genap 52 tahun sejak dunia kehilangan sosok Bruce Lee, aktor sekaligus ahli bela diri yang namanya melegenda di seluruh dunia. Meski telah berlalu lebih dari setengah abad, kematian Bruce Lee pada 1973 masih menyisakan tanda tanya besar.

Bruce Lee lahir dengan nama Lee Jun Fan pada 27 November 1940 di San Fransisco, Amerika Serikat. Ia lahir ketika sang ayah, Lee Hoi Chueen, tengah melakukan tur seni ke Negeri Paman Sam. Sementara ibunya, Grace Ho, dikenal sebagai sosok wanita sederhana.

Masa kecil Bruce Lee dihabiskan di Hong Kong. Sang ayah yang berprofesi sebagai penyanyi opera sekaligus aktor paruh waktu telah memperkenalkannya pada dunia hiburan sejak dini. Bahkan, Bruce Lee sudah tampil sebagai figuran dalam film Golden Gate Girl saat usianya baru tiga bulan.

Setelah menyelesaikan pendidikan menengah di Edison dan Washington, Bruce Lee melanjutkan kuliah di jurusan filsafat di salah satu universitas di Washington. Di waktu yang sama, ia mulai mengajar seni bela diri Wing Chun—ilmu yang ia pelajari langsung dari Master Ip Man di Hong Kong.

Lewat aktivitas mengajarnya itu, Bruce Lee bertemu dengan Linda Emery, perempuan yang kemudian menjadi istrinya pada tahun 1964. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak, Brandon dan Shannon.

Nama Bruce Lee mulai dikenal luas melalui serial televisi The Green Hornet yang tayang pada 1966 hingga 1967. Dalam serial itu, ia tampil sebagai Kato, partner Green Hornet, dengan gaya bertarung yang akrobatik dan penuh energi.

Menjelang akhir 1972, Bruce Lee telah menjadi bintang film terbesar di Asia. Bersama Raymond Chow, ia mendirikan rumah produksi film sendiri bernama Concord Productions. Di bawah bendera itulah Bruce Lee menyutradarai dan merilis film Return of the Dragon.

Kariernya terus menanjak. Bruce Lee pun mendapat kesempatan emas untuk membintangi film Hollywood berjudul Enter the Dragon. Sayangnya, proyek ambisius itu tak sempat ia nikmati. Satu bulan sebelum film itu dirilis, Bruce Lee mengeluh sakit kepala dan kemudian dilarikan ke Queen Elisabeth Hospital, Hong Kong. Ia meninggal dunia pada 20 Juli 1973.

Berdasarkan penelusuran digital Nukilan.id, hingga kini penyebab kematian Bruce Lee masih menjadi teka-teki. Ada yang menyebutkan ia diracun, sementara sebagian lain percaya ia meninggal karena kutukan.

Apa pun penyebabnya, kepergian Bruce Lee tetap meninggalkan duka mendalam bagi para penggemarnya di seluruh dunia. Legenda itu telah pergi selamanya, namun namanya tetap bersinar terang dalam sejarah perfilman dan dunia seni bela diri. (xrq)

Reporter: Akil

Aryos Nivada: Orang Cerdas Belum Tentu Sadar saat Sebar Hoaks

0
Aryos Nivada (tengah) dalam kegiatan diskusi publik. (Foto: Nukilan/Rezi)

NUKILAN.id | Banda Aceh – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh menggelar diskusi publik “Ngopi Aceh Damai Tahun 2025″ bertajuk “Fenomena dan Perilaku Komunikasi Pengguna Media Sosial” di Moorden Cafe Beurawe, Banda Aceh, Sabtu (19/7/2025).

Diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber, yaitu Akademisi Universitas Abulyatama Wiratmadinata, Pegiat Media Sosial dan Pengamat Seni Jauhari Ilyas, serta Owner Dialeksis.com dan Nukilan.id Aryos Nivada.

Dalam paparannya, Aryos Nivada menyampaikan materi tentang “Langkah Cerdas Lawan Hoax”. Menurutnya, langkah cerdas secara filosofis berarti orang yang dipercayai dalam menulis informasi harus benar-benar memahami data yang akan disajikan dan dipublikasikan kepada publik.

“Orang yang dipercayai mendistribusikan informasi dan data serta mempublikasikannya ke publik harus memiliki kecerdasan dalam memahami produk yang akan dipublikasi,” ujar Aryos.

Namun, fenomena yang memprihatinkan adalah tidak semua orang cerdas memiliki kesadaran untuk tidak menjadi pelaku penyebar informasi negatif atau black campaign. Menurut Aryos, beberapa indikator utama yang menyebabkan hal tersebut.

“Pertama kebencian personal. Kalau orang sudah benci itu susah berpikir sadar, padahal orang tersebut berpendidikan S1 S2, tapi tidak menjadi pilar utama dalam memperkokoh pondasi berdemokrasi,” jelasnya.

Kemudian, adanya kepentingan terselubung, terutama dalam dunia politik di mana kemampuan pengelolaan media menjadi alat propaganda dan motor pemicu konflik. Hal ini terjadi karena media mampu membentuk opini publik.

Lebih Lanjut, Aryos menekankan pentingnya membaca informasi secara menyeluruh dan tidak setengah-setengah.

Berdasarkan pengamatannya, Aryos menyimpulkan bahwa tidak ada korelasi linear antara kecerdasan seseorang dengan praktik perilaku penyebaran hoaks.

Untuk melawan hoaks, Aryos merekomendasikan beberapa langkah verifikasi, antara lain mengecek referensi informasi apakah jelas, memverifikasi sumber apakah dapat dipercaya, dan tidak mudah mempercayai informasi tanpa menelusuri validitas sumbernya.

“Kita harus paham dan bijak dalam memahami informasi yang kita tangkap, jangan semudahnya langsung mempercayai tanpa bijak menelusuri sumber informasinya secara valid,” pungkasnya.

Reporter: Rezi

Ular King Cobra Sepanjang 3 Meter Dievakuasi di Suka Makmur

0
seekor ular jenis king cobra sepanjang sekitar tiga meter dievakuasi di Desa Weusiteh, Kecamatan Suka Makmur, Sabtu (19/7/2025). (Foto: Dok BPBD Aceh Besar)

NUKILAN.ID | JANTHO – Petugas Pemadam Kebakaran BPBD Aceh Besar berhasil mengevakuasi seekor ular jenis king cobra sepanjang sekitar tiga meter dari bawah balai panggung di Desa Weusiteh, Kecamatan Suka Makmur, Sabtu (19/7/2025), sekitar pukul 11.35 WIB.

Kepala Pusdalops BPBD Aceh Besar, Iqbal, menyebutkan, informasi awal diterima dari warga bernama Nurul Husna (33), yang melihat ular berada di bawah balai rumah panggung miliknya.

“Setelah menerima laporan pukul 11.09 WIB, petugas piket BPBD dari Pos Induk Sibreh segera dikerahkan ke lokasi. Sesampainya di lokasi, petugas langsung melakukan pengintaian terhadap keberadaan ular,” ujar Iqbal dalam keterangannya kepada Nukilan, Sabtu (19/7/2025).

Dengan menggunakan alat khusus berupa stick penangkap ular, tim berhasil mengamankan ular berbisa tersebut tanpa kendala. Proses evakuasi dinyatakan selesai pada pukul 11.35 WIB. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Ular king cobra yang telah dievakuasi kemudian dibawa ke tempat aman oleh petugas.

BPBD Aceh Besar mengimbau masyarakat untuk segera melapor apabila menemukan hewan liar berbahaya di lingkungan tempat tinggal, serta tidak mencoba menangkap sendiri tanpa bantuan petugas berwenang. []

Reporter: Sammy

Pohon Tumbang Timpa Kabel Listrik di Aceh Besar, Lalu Lintas Sempat Terganggu

0
Pohon tumbang akibat angin kencang di Jalan Laksamana Malahayati, Kabupaten Aceh Besar, pada Sabtu pagi (19/7/2025). (Foto: Dok BPBD Aceh Besar)

NUKILAN.ID | JANTHO – Sebuah pohon tumbang akibat angin kencang di Jalan Laksamana Malahayati, Kabupaten Aceh Besar, pada Sabtu pagi (19/7/2025), sekitar pukul 10.10 WIB. Pohon tersebut menimpa kabel listrik dan sempat mengganggu arus lalu lintas menuju Pelabuhan Krueng Raya.

Peristiwa terjadi saat kondisi lalu lintas sedang sepi, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.

Kepala Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Aceh Besar, Iqbal, menyampaikan bahwa pihaknya menerima laporan dari Camat setempat tidak lama setelah kejadian.

“Tim reaksi cepat BPBD bersama sejumlah unsur langsung dikerahkan ke lokasi untuk melakukan evakuasi,” ujar Iqbal dalam keterangannya kepada Nukilan, Sabtu (19/7/2025).

Dia menambahkan, petugas langsung melakukan penanganan di lokasi. Proses pembersihan juga dibantu oleh personel TNI, Polri, pihak PLN, dan masyarakat sekitar

Proses penanganan dan pembersihan selesai sekitar pukul 11.25 WIB. Setelah itu, arus lalu lintas kembali normal dan aliran listrik secara bertahap dipulihkan oleh petugas PLN.

BPBD Aceh Besar mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem yang masih dapat terjadi di sejumlah wilayah. []

Reporter: Sammy

Jauhari Ilyas: Media Sosial Harus Jadi Sarana Menebar Hal Positif

0
JAUHARI ILYAS
Wartawan senior Aceh, Jauhari Ilyas. (Foto: Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Wartawan senior Aceh, Jauhari Ilyas, menyoroti peran media dalam konteks kenegaraan yang kian kompleks seiring perkembangan teknologi informasi. Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi bertajuk Ngopi Aceh Damai yang digelar oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh pada Sabtu, 19 Juli 2025, di Moorden, Beurawe, Banda Aceh.

Amatan Nukilan.id dalam forum yang dihadiri sejumlah pegiat media, akademisi, serta tokoh masyarakat itu, Jauhari menjelaskan bahwa saat ini setidaknya ada dua jenis media yang mendominasi ruang publik.

“Saat ini ada dua jenis media yang sering kita kenal. Pertama, media konvensional, yang dilindungi oleh undang-undang. Kedua, media sosial, yang hingga kini saya belum menemukan payung hukum yang secara khusus mengaturnya,” katanya.

Ia menekankan bahwa keberadaan media sosial yang begitu terbuka dan mudah diakses telah mengubah lanskap komunikasi publik secara signifikan. Kini, siapa pun bisa menjadi ‘penyiar informasi’, namun tanpa regulasi yang ketat, hal ini dapat menjadi pedang bermata dua.

“Semua orang sekarang menjadi pengguna media sosial. Karena itu, penting bagi kita untuk memahami mengapa dan bagaimana kita bermedia sosial,” lanjutnya.

Jauhari kemudian membandingkan situasi media masa kini dengan kondisi di masa Orde Baru. Menurutnya, pada era tersebut, pers sangat dibatasi oleh aturan negara. Untuk bisa menerbitkan media, dibutuhkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), yang pemberiannya dikendalikan oleh rezim saat itu.

“Kalau melihat ke belakang, di masa Orde Baru, media konvensional itu sangat diatur oleh undang-undang. Dulu, kalau mau menerbitkan media, harus punya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), dan surat izin ini sangat terbatas,” kenang Jauhari.

Ia menjelaskan bahwa pada masa itu, hanya segelintir pihak yang bisa memperoleh SIUPP karena proses penerbitannya sangat dikendalikan oleh pemerintah. Ini membuat ruang kebebasan pers menjadi sempit dan cenderung bersifat satu arah.

“Hanya sedikit yang bisa mendapatkannya karena prosesnya dikendalikan oleh rezim saat itu. Beda dengan sekarang, jauh lebih mudah dan terbuka. Negara memberi kelonggaran yang cukup besar,” sambungnya.

Namun, kemudahan dan keterbukaan yang diberikan negara pada masa kini justru menghadirkan tantangan baru, terutama dalam ranah media sosial yang tidak lagi dikendalikan oleh regulasi seketat media konvensional.

Jauhari menekankan bahwa tantangan terbesar saat ini bukan hanya kebebasan mengakses informasi, tetapi juga tanggung jawab dalam menggunakannya.

“Nah, dalam konteks media sosial saat ini, yang paling penting adalah bagaimana kita menggunakannya secara bijak,” ungkapnya.

Ia mengingatkan bahwa setiap individu harus menyadari bahwa konten yang dibagikan memiliki dampak, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat luas. Oleh sebab itu, kehati-hatian dalam menyebarkan informasi sangat diperlukan.

“Kita harus memahami betul konten yang kita tayangkan, jangan asal membagikan informasi tanpa tahu duduk persoalannya,” tegas Jauhari.

Lebih jauh, ia juga mengingatkan ancaman tersembunyi dalam penyalahgunaan media sosial, terutama yang berkaitan dengan isu SARA serta penyebaran hoaks yang bersumber dari informasi yang tidak terverifikasi.

“Kemudian, jangan sampai kita terjerat hal-hal yang berkaitan dengan SARA, atau menyebarkan hoaks karena tidak menguasai data dan fakta,” ujarnya.

Karena itu, Jauhari menegaskan pentingnya verifikasi sebelum membagikan informasi ke ruang publik. Ketepatan dan akurasi menjadi kunci agar media sosial tidak berubah menjadi sumber kekacauan informasi.

“Jadi, sebelum membagikan sesuatu, pastikan dulu informasi itu benar dan bisa dipertanggungjawabkan,” ucapnya.

Di akhir pemaparannya, Jauhari mengajak masyarakat untuk memandang media sosial bukan sebagai alat provokasi, melainkan sebagai medium untuk menyebarkan inspirasi dan nilai-nilai positif.

“Maka media sosial ini seharusnya menjadi sarana untuk mempublikasikan hal-hal positif, bukan sebaliknya,” pungkasnya.

Diskusi ini menjadi ruang reflektif bagi peserta untuk memahami kembali posisi media—baik konvensional maupun digital—dalam menjaga harmoni sosial serta mendorong peran aktif warga dalam mewujudkan kedamaian di Aceh. (XRQ)

Reporter: AKil

Kebakaran Hanguskan Lima Rumah di Aceh Besar, Korban Mengungsi ke Tenda Darurat

0
Kebakaran melanda kawasan permukiman di Desa Baet Meusago, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar, pada Sabtu dini hari (19/7/2025). Foto: Dok BPBD Aceh Besar)

NUKILAN.ID | JANTHO – Kebakaran melanda kawasan permukiman di Desa Baet Meusago, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar, pada Sabtu dini hari (19/7/2025), sekitar pukul 04.30 WIB. Peristiwa tersebut menghanguskan lima unit rumah milik warga dan menyebabkan 11 kepala keluarga (KK) mengungsi.

Kepala Pusdalops BPBD Aceh Besar, Iqbal, mengatakan seluruh rumah yang terbakar terdiri dari bangunan kayu dan satu unit rumah permanen.

“Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun seluruh korban kini harus mengungsi ke tempat penampungan sementara yang disiapkan oleh aparatur desa setempat,” ujar Iqbal dalam keterangannya kepada Nukilan, Sabtu (19/7/2025).

Korban pertama adalah Jalinah (60 tahun), yang tinggal seorang diri di rumah panggung berkonstruksi kayu. Bangunan tempat tinggalnya ludes terbakar dan ia kini mengungsi ke tenda darurat yang disiapkan oleh aparatur desa.

Korban kedua, Basiron (43 tahun), bersama keluarganya yang terdiri dari empat jiwa juga kehilangan rumah panggung yang habis terbakar. Nasib serupa dialami Harun Ahmad (86 tahun), yang tinggal sendiri di rumah permanen. Meski bangunannya bukan berbahan kayu, rumah milik Harun tetap tak luput dari amukan api dan rata dengan tanah.

Korban berikutnya adalah Asma (90 tahun) yang tinggal bersama tiga anggota keluarga lainnya. Mereka menghuni rumah panggung kayu yang juga habis dilalap api. Sementara itu, Syarkawi (50 tahun) kehilangan rumah shelter yang dihuni dua kepala keluarga dengan total empat jiwa. Rumahnya pun habis terbakar dalam kejadian tersebut.

Seluruh korban saat ini mengungsi ke tenda darurat (teratak) yang sedang disiapkan oleh aparat desa. Petugas pemadam kebakaran dan tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar dilaporkan telah turun ke lokasi untuk membantu proses pemadaman serta mendata kerugian.

Hingga berita ini diturunkan, penyebab kebakaran masih dalam penyelidikan pihak berwenang. Pemerintah setempat juga tengah mengupayakan bantuan logistik bagi warga terdampak. []

Reporter: Sammy

Dr. Wiratmadinata: Peran Media dalam Konteks Kenegaraan Telah Bergeser

0
Dr. Wiratmadinata
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Dr. Wiratmadinata, SH, MH, (Foto: Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Dr. Wiratmadinata, SH, MH, menyampaikan pandangannya terkait posisi media dalam konteks kenegaraan. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi bertajuk Ngopi Aceh Damai yang diselenggarakan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh, Sabtu, 19 Juli 2025, di Moorden, Beurawe, Banda Aceh.

Dalam pantauan Nukilan.id, Wiratmadinata menyampaikan bahwa di masa lalu media massa dipandang sebagai alat perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Namun, seiring perkembangan zaman dan teknologi, peran media telah mengalami pergeseran. Kini, media menjadi ruang bagi beragam kepentingan dan tidak lagi bersuara tunggal seperti dahulu.

“Dalam konteks negara yang sudah merdeka, pendekatan media sebagai alat perjuangan seperti masa lalu sudah tidak relevan lagi. Dulu, media massa digunakan sebagai alat perjuangan untuk kemerdekaan. Tapi sekarang, perjuangan itu sudah berpindah ke masyarakat, ke tengah-tengah kita, melalui berbagai saluran,” ujar Wiratmadinata.

Dalam narasinya, ia menggambarkan bagaimana perubahan pola kepemilikan media turut memengaruhi independensi dan objektivitas pemberitaan. Media, menurutnya, bukan lagi milik publik secara utuh, melainkan berafiliasi dengan berbagai kepentingan politik dan kekuasaan.

“Misalnya, partai politik seperti NasDem punya MetroTV, lalu CNN dimiliki oleh siapa, TVOne juga punya siapa. Hampir semua media sekarang punya pemilik yang punya afiliasi politik,” jelasnya.

Wiratmadinata juga mengajak peserta untuk menengok kembali sejarah media di masa Orde Baru. Saat itu, negara memiliki media resmi yang bertugas menyuarakan narasi tunggal pembangunan dan program pemerintah.

“Dulu, di zaman Orde Baru, negara punya media sendiri seperti Suara Rakyat, Pelita, dan lain-lain. Semuanya satu suara, untuk mendukung pembangunan dan program pemerintah,” katanya mengenang masa lalu.

Menurutnya, saat itu kontrol negara terhadap media sangat kuat sehingga pemberitaan lebih bersifat seragam dan diarahkan untuk menyukseskan agenda negara. Namun seiring dengan reformasi dan terbukanya kebebasan pers, kontrol tersebut melemah, digantikan oleh kepemilikan media yang semakin tersebar.

“Tapi sekarang tidak. Semua kelompok masyarakat, semua partai politik, bahkan ormas, punya medianya masing-masing. Jadi perjuangannya pun jadi sendiri-sendiri, sesuai kepentingannya masing-masing,” lanjutnya.

Ia menilai bahwa fragmentasi kepemilikan ini menyebabkan media tidak lagi berjalan dalam satu narasi kolektif seperti dahulu. Masing-masing media hadir dengan misi yang berbeda, merepresentasikan suara dan aspirasi pemiliknya.

Dalam konteks itu, Wiratmadinata pun menyoroti pergeseran mendasar dalam identitas media. Fungsi idealis media sebagai alat perjuangan perlahan memudar, digantikan oleh fungsi pragmatis yang lebih dekat pada urusan kekuasaan dan kepentingan kelompok.

“Karena itu, media sekarang rasanya sudah nggak pas lagi disebut alat perjuangan. Lebih tepat disebut sebagai alat untuk bisnis. Tapi bisnis di sini bukan cuma soal dagang, tapi soal urusan. Urusan politik, urusan kekuasaan, dan sebagainya,” papar dia.

Ia menjelaskan bahwa istilah “bisnis” dalam konteks media saat ini tidak bisa dipahami secara sempit sebagai aktivitas ekonomi semata. Lebih dari itu, media telah menjadi instrumen politik yang digunakan untuk memengaruhi opini publik dan memperjuangkan kepentingan tertentu.

“Karena kondisinya begitu, media massa hari ini sarat dengan kepentingan yang sifatnya subjektif. Partai A punya kepentingannya sendiri, Partai B juga begitu, Partai C pun sama,” ujarnya.

Diskusi ini tidak hanya mengungkap fenomena komunikasi digital masa kini, tetapi juga mengajak publik untuk berpikir lebih kritis terhadap konten yang dikonsumsi sehari-hari. Kegiatan Ngopi Aceh Damai kembali menunjukkan peran penting forum-forum terbuka sebagai ruang untuk memperkuat literasi media dan demokrasi di kalangan masyarakat. (XRQ)

Reporter: Akil

Kesbangpol Aceh Gelar Diskusi Ngopi Damai, Bahas Perilaku Komunikasi Pengguna Medsos

0
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh menggelar diskusi bertajuk Ngopi Aceh Damai pada Sabtu, 19 Juli 2025. (Foto: Nukilan)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh kembali menggelar diskusi bertajuk Ngopi Aceh Damai pada Sabtu, 19 Juli 2025. Diskusi yang berlangsung di Moorden, Beurawe, Banda Aceh, itu mengangkat tema “Fenomena dan Perilaku Komunikasi Pengguna Media Sosial” dan menghadirkan tiga narasumber yang aktif dalam kajian media serta sosial politik.

Ketiganya adalah Wiratmadinata, Jauhari Ilyas, dan Aryos Nivada. Acara yang dimulai pukul 14.30 WIB itu dipandu oleh wartawan senior, Adi Warsidi.

Algoritma, Echo Chamber, dan Penyempitan Ruang Publik

Dalam pemaparannya, Wiratmadinata menyoroti perubahan mendasar dalam cara kerja media di era digital. Ia menyebut bahwa media kini telah menjadi bagian dari sistem bisnis yang dikendalikan algoritma.

“Mungkin hari ini kita harus mengakui bahwa algoritma media sudah menjadi bagian dari bisnis. Coba lihat saja di internet atau media sosial—ada istilah echo chamber, di mana apa yang kita klik, apa yang kita tonton, akan terbaca sebagai hal yang kita sukai. Kalau kita klik soal mobil, maka yang muncul selanjutnya semuanya tentang mobil,” katanya.

Lebih jauh, Wiratmadinata menilai bahwa fenomena echo chamber bukan semata perkara teknis algoritma, melainkan telah membentuk ulang cara publik mengakses informasi. Alih-alih memperluas wawasan, media sosial justru menciptakan ruang yang sempit.

“Jadi ruang kita sebenarnya makin sempit, karena diarahkan oleh algoritma,” tambahnya.

Peran Media dan Tanggung Jawab Sosial

Sementara itu, wartawan senior Aceh, Jauhari Ilyas, menyoroti pergeseran fungsi media dalam konteks kenegaraan. Ia menegaskan bahwa perkembangan teknologi informasi telah menjadikan hampir semua orang sebagai pengguna media sosial aktif.

“Semua orang sekarang menjadi pengguna media sosial. Karena itu, penting bagi kita untuk memahami mengapa dan bagaimana kita bermedia sosial,” ujarnya.

Menurut Jauhari, tantangan terbesar bukan lagi soal kebebasan informasi, melainkan bagaimana masyarakat dapat bersikap bijak dalam mengelola informasi tersebut.

“Nah, dalam konteks media sosial saat ini, yang paling penting adalah bagaimana kita menggunakannya secara bijak,” ungkapnya.

Ia juga mengingatkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab atas konten yang dibagikannya.

“Kita harus memahami betul konten yang kita tayangkan, jangan asal membagikan informasi tanpa tahu duduk persoalannya,” tegas Jauhari.

Melawan Hoaks dengan Kebiasaan Verifikasi

Di sesi terakhir, Ketua AMSI Aceh, Aryos Nivada, menyoroti persoalan hoaks yang masih menjadi tantangan besar di tengah arus informasi yang deras. Ia memaparkan materi berjudul “Langkah Cerdas Lawan Hoaks”, dan menegaskan bahwa hoaks tidak hanya menyasar masyarakat awam, tetapi juga kalangan berpendidikan.

“Kecerdasan seseorang tidak selalu linier dengan kemampuannya menyaring informasi. Banyak orang cerdas yang tetap menyebarkan hoaks karena tidak punya habit verifikasi,” jelas Aryos.

Ia mengungkapkan bahwa penyebaran hoaks lebih banyak didorong oleh emosi dan kebencian, serta minimnya kesabaran dalam menyaring informasi.

Budaya “nguping” atau menerima informasi setengah-setengah juga menjadi celah rawan untuk manipulasi. Karena itu, Aryos mendorong masyarakat untuk membangun kebiasaan verifikasi dan memperkuat literasi media.

“Kalau tidak punya kualitas pemahaman informasi, maka akan mudah dikendalikan orang lain,” tutupnya. (XRQ)

Reporter: Akil

PT PEMA Ajukan Proposal Kelola Wilayah Kerja South Block A ke BPMA

0
PT PEMA Ajukan Proposal Kelola Wilayah Kerja South Block A ke BPMA. (Foto: PT PEMA)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – PT Pembangunan Aceh (Perseroda) atau PT PEMA melakukan kunjungan silaturahmi ke kantor Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) pada Kamis (17/7/2025). Pertemuan tersebut membahas peluang kerja sama sekaligus penyerahan proposal minat pengelolaan Wilayah Kerja (WK) South Block A.

WK South Block A merupakan blok migas terminasi dari Kontrak Kerja Sama (KKS). PT PEMA menyatakan kesiapannya untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi blok tersebut sebagai bagian dari upaya mendukung pembangunan serta peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Aceh.

Direktur Utama PT PEMA, Mawardi Nur, mengatakan langkah ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah Aceh melalui perusahaan daerah dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alam di sektor migas.

“PT PEMA selaku mitra strategis BPMA ingin mendorong sama-sama terhadap pembangunan ekonomi daerah melalui pengelolaan Wilayah Kerja Migas dengan dapat membantu peningkatan PAD Aceh dan juga pembukaan lapangan kerja,” ujar Mawardi.

Dalam pertemuan itu hadir jajaran direksi PT PEMA, mulai dari Direktur Utama, Direktur Pengembangan Bisnis, Direktur Komersial, Sekretaris Perusahaan, hingga Manajer Eksekutif Pengembangan Bisnis.

Direktur Pengembangan Bisnis PT PEMA, Naufal Natsir Mahmud, menjelaskan proposal yang diajukan telah disusun secara komprehensif. Menurutnya, dokumen tersebut mempertimbangkan potensi wilayah kerja, aspek teknis, serta rencana pengembangan jangka panjang yang berkelanjutan.

Hal ini, kata Naufal, selaras dengan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 yang memberi peluang bagi BUMD untuk mendapatkan prioritas dalam pengelolaan WK migas terminasi.

“Kami yakin bahwa pengelolaan Wilayah Kerja South Block A akan membuka peluang besar bagi peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja di Aceh,” ujar Naufal.

Sementara itu, Direktur Komersial PT PEMA, Faisal Ilyas, menegaskan bahwa pengelolaan WK tersebut tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, melainkan juga memperhatikan aspek keberlanjutan serta pemberdayaan masyarakat lokal.

Untuk memperkuat posisi, PT PEMA telah mengantongi dua rekomendasi penting dari pemerintah daerah. Pertama, rekomendasi Penjabat Gubernur Aceh Nomor 500.10.7.1/1481 tentang Pengelolaan WK South Block A. Rekomendasi ini dinilai sebagai bentuk dukungan terhadap langkah PT PEMA mengelola blok migas tersebut.

Selain itu, Gubernur Aceh juga menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk memprioritaskan BUMD dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk blok migas yang telah diterminasi.

“Rekomendasi ini menjadi landasan kuat bagi kami untuk melanjutkan tahapan pengelolaan Wilayah Kerja South Block A. Kami sangat mengapresiasi dukungan penuh dari dari Bapak Gubernur, yang menunjukkan komitmennya dalam mendorong partisipasi BUMD terhadap pengelolaan sumber daya alam,” tutup Mawardi.