Beranda blog Halaman 124

Wali Nanggroe: Generasi Muda Harus Menjaga Damai, Bukan Pewaris Luka

0
Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haythar saat menghadiri kegiatan Commemoration of the 20th Anniversary of the Aceh Peace Agreement, dengan tajuk refleksi dari kepemimpinan Aceh dalam proses perundingan, di Jakarta, Rabu (13/8/2025). (Foto: Humas Wali Nanggroe Aceh)

NUKILAN.ID | JAKARTA – Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haythar, mengingatkan generasi muda Aceh dan Indonesia agar menjadi penjaga perdamaian, bukan pewaris luka konflik masa lalu.

“Kepada generasi muda Aceh dan Indonesia, agar menjadi penjaga damai, bukan pewaris luka,” ujar Tgk Malik Mahmud.

Pesan itu ia sampaikan saat menjadi pembicara pada kegiatan Commemoration of the 20th Anniversary of the Aceh Peace Agreement di Jakarta, Rabu (13/8).

Acara tersebut mengangkat tema refleksi dari kepemimpinan Aceh dalam proses perundingan dan turut dihadiri Wakil Presiden RI ke-10-12 Jusuf Kalla, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, serta inisiator perdamaian Aceh asal Finlandia, Juha Christensen.

Selain menitipkan pesan damai, Malik juga mengajak generasi muda Aceh untuk mengenang sejarah dan menghormati pengorbanan para syuhada.

“Tetapi, tetap maju dengan visi baru untuk Aceh yang damai, bermartabat dalam bingkai keindonesiaan yang adil dan demokratis,” kata mantan Perdana Menteri GAM itu.

Dalam kesempatan tersebut, Malik juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang berperan menjaga perdamaian hingga kini, khususnya Crisis Management Initiative (CMI) dan Pemerintah Finlandia yang menjadi mediator dalam proses perdamaian 2005 silam.

Ia menegaskan, peringatan dua dekade MoU Helsinki harus menjadi momentum evaluasi sekaligus revitalisasi semangat perdamaian.

“Proses perundingan di Helsinki bukan semata-mata proses politik, tetapi juga sebuah langkah batin, dan penyembuhan kolektif,” ujarnya.

Menurutnya, perdamaian tidak pernah lahir dari rasa menang atau kalah, melainkan dari keberanian untuk saling memahami.

“Karena itu, perjanjian Helsinki bukan hanya hasil dari negosiasi dua pihak, melainkan warisan bersama antara Aceh dan Indonesia, yang menandai kemenangan akal sehat, kebijaksanaan, dan cinta kepada rakyat,” kata Malik.

Ia menambahkan, perdamaian bukan akhir, tetapi awal perjuangan baru untuk keadilan, pembangunan, dan penghormatan hak-hak dasar rakyat Aceh sebagaimana tertuang dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Meski demikian, Malik mengakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Mulai dari implementasi butir-butir perjanjian damai, pemenuhan hak-hak korban konflik, hingga penguatan lembaga lokal agar mampu berdiri tegak dalam sistem otonomi bermartabat.

“Perdamaian tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang telah selesai, tetapi harus terus dipelihara, ditumbuhkan, dan diperjuangkan pada ruang-ruang kebijakan, di ruang publik, terutama di hati setiap anak bangsa,” tegasnya.

Kepada Pemerintah Indonesia, ia kembali menyerukan agar menjaga komitmen yang telah dibangun bersama.

“Implementasi perjanjian damai bukan semata-mata soal administrasi atau politik, tetapi soal menjaga kepercayaan, membangun masa depan yang damai dan setara. Semoga Allah SWT meridhai setiap ikhtiar kita untuk menjaga dan memperkuat perdamaian untuk Aceh, Indonesia, dan dunia,” tutup Malik.

Bulog Pastikan Stok Beras di Aceh Aman hingga Awal 2026

0
Aceh Surplus Beras
Ilustrasi beras bulog. (Foto: Perum Bulog)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Perum Bulog Kantor Wilayah (Kanwil) Aceh memastikan stok beras di provinsi tersebut aman hingga awal 2026, meski sebagian dikirim untuk memenuhi kebutuhan di Sumatera Utara.

“Masyarakat Aceh tidak perlu khawatir dengan ketersediaan, karena stok yang tersedia setelah dikirim ke Sumatera Utara masih sangat cukup untuk kebutuhan di Aceh,” kata Pemimpin Perum Bulog Kanwil Aceh, Ihsan, di Ingin Jaya, Aceh Besar, Selasa (12/8/2025).

Bulog Aceh saat ini memiliki persediaan 109 ribu ton beras. Dari jumlah tersebut, delapan ribu ton dialokasikan untuk Sumatera Utara, dengan 4 ribu ton telah dikirim dan sisanya menyusul. Ihsan menjelaskan, pengiriman dilakukan atas arahan Pemerintah Pusat untuk pemerataan stok di seluruh daerah.

“Artinya, persediaan beras di setiap daerah tidak boleh kekurangan dan berlebih sebagai upaya memastikan persediaan cukup untuk memenuhi permintaan masyarakat,” ujarnya.

Ia menambahkan, pengiriman beras dari Aceh ke Sumatera Utara dipilih karena jarak yang dekat, sehingga biaya distribusi lebih efisien. Selain itu, langkah ini juga memudahkan Bulog Aceh menyerap hasil panen gadu dan panen raya rendeng pada Februari 2026.

“Sekali lagi kami sampaikan bahwa, masyarakat tidak perlu khawatir karena semua telah dihitung baik untuk penyaluran pangan dan untuk SPHP. Berasnya masih cukup hingga lima bulan ke depan untuk awal tahun 2026,” kata Ihsan.

Dalam menjaga stabilitas harga, Bulog Aceh mendapat dukungan dari Polda Aceh dan Kodam Iskandar Muda dalam distribusi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Gerakan pangan murah yang digelar pemerintah kabupaten/kota bersama TNI/Polri juga digencarkan untuk memudahkan masyarakat membeli beras dengan harga terjangkau di tengah kenaikan harga akibat pasokan terbatas sebelum musim panen.

Editor: Akil

UIN SUNA dan Disdik Aceh Utara Sepakat Kembangkan Pendidikan

0
Rektor UIN SUNA, Prof. Dr. Danial, M.Ag dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara, Jamaluddin, M.Pd. Selasa (12/08/2025) menandatangani MoU Kerja sama yang difokuskan pada pengembangan daerah, khususnya dalam bidang pendidikan dan sumber daya manusia. (Foto: Dok UIN SUNA)

NUKILAN.ID | LHOKSEUMAWE – Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Operation Room Biro Rektorat, Selasa (12/8/2025).

Kesepakatan tersebut ditandatangani langsung oleh Rektor UIN SUNA, Prof. Dr. Danial, M.Ag, dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara, Jamaluddin, M.Pd. Fokus kerja sama diarahkan pada pengembangan daerah, khususnya di bidang pendidikan dan sumber daya manusia.

Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD), Dr. Ruhama Wazna, M.A, menyebut Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam (IPII) sebagai salah satu program studi terbaru di UIN SUNA akan menjadi bagian penting dalam implementasi MoU, yang selanjutnya dituangkan dalam Memorandum of Agreement (MoA).

Dalam sambutannya, Prof. Danial menyambut baik kerja sama ini. “Kami sangat mengapresiasi dukungan serta kolaborasi dari pemerintah daerah sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam mendukung pengembangan pendidikan di Aceh Utara,” ujarnya.

Ia juga menegaskan transformasi dari IAIN Lhokseumawe menjadi UIN Sultanah Nahrasiyah, lengkap dengan sejumlah program studi baru, memberi energi positif bagi pengembangan kampus dan daerah.

Penandatanganan MoU turut dirangkai dengan bedah buku yang diinisiasi Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam di aula FUAD, diikuti para pengawas sekolah se-Aceh Utara.

Kepala Disdikbud Aceh Utara, Jamaluddin, menegaskan pihaknya akan terus mendukung pengembangan pendidikan melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi.

“Aceh Utara sebagai kabupaten terluas di Indonesia memiliki jenjang pendidikan lengkap, dari pendidikan non formal hingga perguruan tinggi. Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama guru yang hebat dan menginspirasi,” jelasnya.

Editor: Akil

MPU Aceh Harap Pengikut Millah Abraham Dihukum Berat

0
Enam pria diduga menyebarkan aliran Millata Abraham ditangkap polisi. (Foto: Dok Polres Aceh Utara)

Nukilan | Banda Aceh – ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Faisal Ali alias Lem Faisal berharap agar penegak hukum menghukum pengikut aliran Millah Abraham dengan berat. Menurutnya, aliran ini sudah ada sejak 2011 lalu.

“Mereka harus dihukum berat. Pengikut Millata abraham sudah pernah disyahadatkan di Masjid Raya dulu,” ujar Lem Faisal kepada Nukilan, Selasa (12/8/2025).

Dia menambahkan, dengan ditangkapnya enam orang pengikut aliran ini bisa mengungkap jaringan yang lebih besar di Aceh. Dia menduga saat ini aliran Millah Abraham sudah punya jaringan di seluruh Aceh.

MPU Aceh sendiri, kata Lem Faisal, akan memberikan sosialisasi dan edukasi dan bimbingan persuasi yang dilakukan MPU kabupaten dan kota kepada masyarakat agar tak terjerumus dalam aliran ini.

“Langkah yang kami lakukan adalah menyosialisasikan Qanun Pembinaan dan Perlindungan Akidah,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Utara menangkap enam pria diduga menyebarkan aliran menyimpang Millah Abraham yang berinisial AA (48) sebagai pembaiat, HA (60) sebagai imam 2, RH (39) sebagai imam 4, ES (38) sebagai bendahara, NAJ (53) sebagai ututsan dan ME (27) sebagai sekretaris. Para pelaku ditangkap dalam operasi terpisah di Lhoksukon, Pidie, dan Bireuen pada 26, 28, dan 29 Juli 2025. []

Reporter: Sammy

MoU Helsinki, “Dokumen Kuat” Pembuka Peluang KKR Aceh

0
Ketua Komisioner pertama KKR Aceh, Afridal Darmi. (Foto: Nukilan/Sammy)

Nukilan | Banda Aceh – Ketua Komisioner pertama Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Afridal Darmi, menyatakan peluang pembentukan KKR Aceh terbuka lebar setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki pada 2005.

“Tidak pernah ada sebelumnya sebuah dokumen yang begitu kuat. Bodoh sekali kita kalau tidak mengambil kesempatan itu,” kata Afridal saat menceritakan pengalamannya dalam acara peringatan 20 Tahun Damai Aceh: Keadilan Transisi di pelataran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Senin (11/8/2025) malam

Ia menambahkan, MoU Helsinki menjadi tonggak penting bagi pemajuan hak asasi manusia di Indonesia. “Hari ini, orang Aceh bisa menepuk dada dan mengatakan kalau tidak ada Aceh, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) serta Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) tidak akan pernah diratifikasi di Indonesia,” ujarnya.

Afridal menegaskan bahwa sejak awal pihaknya mendorong agar KKR Aceh terealisasi. Menurutnya, momentum besar pasca-MoU itu akhirnya berhasil diwujudkan, meski pelaksanaannya baru terwujud pada 2016 setelah melalui berbagai dinamika. Walau semangatnya saat itu naik turun, tapi berhasil mencapai sesuatu.

Dalam ceritanya, Afridal mengungkapkan peran Wakil Ketua Komisioner KKR Aceh pertama, Muhammad MTA, yang saat itu mengambil langkah tegas agar lembaga tersebut mendapat perhatian pemerintah. “MTA pernah mengancam lewat konferensi pers. Dia bilang kepada wartawan, kalau kami tetap tidak dipedulikan, SK Gubernur ini akan kami kembalikan. Biar semua orang tahu betapa pemerintah tidak mempedulikan KKR Aceh,” kata Afridal.

Menurutnya, ancaman tersebut akhirnya membuat pemerintah mulai memberikan perhatian serius terhadap keberadaan KKR Aceh. []

Reporter: Sammy

Sejarah Panjang KKR Aceh: Dari Wacana 1999 hingga Resmi Dibentuk pada 2016

0
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Aulianda Wafisa dalam acara peringatan 20 Tahun Damai Aceh: Keadilan Transisi di pelataran LBH Banda Aceh, Senin (11/8/2025) malam. (Foto: Nukilan/Sammy)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Aulianda Wafisa, mengungkapkan gagasan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh telah muncul sejak 1999, ketika konflik bersenjata masih berlangsung di Aceh.

“Waktu itu masih sebatas wacana, mungkin hanya dua orang saja yang mengerti KKR. Diskusi dilakukan di tengah situasi Aceh yang sangat sulit,” kata Aulianda dalam acara peringatan 20 Tahun Damai Aceh: Keadilan Transisi di pelataran LBH Banda Aceh, Senin (11/8/2025) malam.

Menurutnya, ide tersebut baru mengemuka secara formal pada 2005, ketika dimasukkan ke dalam Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki. Sejak saat itu, KKR tidak lagi sekadar menjadi gerakan masyarakat sipil, melainkan memiliki landasan dalam perjanjian damai.

Namun, Aulianda mengungkapkan, penggunaan istilah “rekonsiliasi” di dalam MoU sempat memicu penolakan.

“Itu memancing kemarahan, karena terkesan seperti istilah lap darah bak ujong peudeung (mengelap darah di ujung pedang). Pelanggaran HAM dilakukan orang lain, kenapa kita yang harus mengelap darahnya dengan rekonsiliasi,” ujarnya.

Pada masa itu, kata Aulianda, semangat utama gerakan HAM di Aceh adalah menuntut pengadilan terhadap para jenderal yang diduga terlibat pelanggaran HAM.

“Setiap peringatan Hari HAM 10 Desember, tidak ada isu lain selain adili jenderal pelanggar HAM,” katanya.

Pada 2008, LBH Banda Aceh menyusun dua rancangan qanun, yakni Qanun KKR dan Qanun Pertanahan. Proses perumusan Qanun Pertanahan berjalan cepat meski pengesahannya lambat, sementara Qanun KKR justru mengalami hambatan panjang.

“Bahkan di internal LBH sendiri masih ada perdebatan apakah qanun KKR layak diterapkan di Aceh atau tidak,” ungkapnya, mengutip pernyataan Direktur LBH saat itu, Afridal Darmi.

Gagasan KKR kemudian diperjuangkan oleh Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) yang saat itu dipimpin Hendra Budian. Dukungan AJMI membuat proses pembahasan berjalan lebih cepat, sementara LBH kembali fokus mengurus Qanun Pertanahan. Hingga kemudian pada 2016, KKR Aceh resmi dibentuk oleh Pemerintah Aceh.

Kini, menurut Aulianda, pandangan sebagian pihak yang dahulu menolak KKR mulai berubah.

“Orang-orang yang dulu tidak sepakat kini sepakat, karena mereka sudah mendapatkan pengetahuan tentang KKR melalui diskusi-diskusi rutin yang digelar waktu itu,” pungkasnya. []

Reporter: Sammy

Korban Konflik Dinilai Menaruh Harapan yang Terlalu Besar pada KKR Aceh

0
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna dalam acara peringatan 20 Tahun Damai Aceh: Keadilan Transisi di pelataran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Senin (11/8/2025) malam. (Foto: Nukilan/Sammy)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, menilai banyak korban konflik Aceh menaruh harapan berlebihan terhadap kinerja Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. Menurutnya, sebagian korban menganggap KKR sebagai solusi atas seluruh permasalahan mereka, padahal lembaga tersebut memiliki mandat yang terbatas.

“Segala jenis kebutuhan itu digantungkan pada KKR. Yang paling sering disuarakan adalah masalah kemiskinan, yang faktornya berlapis-lapis, selain karena struktural juga karena korban mengalami pelanggaran HAM masa lalu,” kata Husna dalam acara peringatan 20 Tahun Damai Aceh: Keadilan Transisi di pelataran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Senin (11/8/2025) malam.

Ia menjelaskan, sesuai qanun, KKR Aceh hanya memiliki tiga mandat utama, yaitu pengungkapan kebenaran, pengambilan pernyataan, serta membuat rekomendasi untuk pemulihan dan rekonsiliasi. Untuk reparasi, KKR hanya berwenang memberikan rekomendasi, sementara pelaksanaannya dilakukan oleh pihak lain.

“Korban nggak pernah tahu bahwa mandat KKR itu hanya tiga. Jadi setelah pengambilan pernyataan, kompensasi dan rehabilitasi tak kunjung datang, itu jadi keluhan dan kemarahan, padahal KKR nggak punya mandat untuk itu,” ujarnya.

Husna menambahkan, ketidaktahuan korban dapat dimaklumi. Meski sosialisasi telah dilakukan, ia menilai mustahil semua pihak bisa terinformasikan.

“Undang-undang saja banyak yang nggak tahu, apalagi Qanun Aceh No 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh ini,” katanya.

Ia juga mengungkapkan, masih ada korban yang keliru memahami peran KKR. Sebagian mengira lembaga ini dapat menyalurkan bantuan seperti Badan Reintegrasi Aceh (BRA), sehingga mereka mengajukan proposal.

“Ini bukan salah korban. Kita tidak menyalahkan korban, tapi karena mereka terlanjur menganggap KKR sebagai solusi segala masalah,” ujar Husna. []

Reporter: Sammy

Polda Sumut Gagalkan Penyelundupan 10 Kg Sabu dari Aceh ke Palembang

0
Ilustrasi Sabu. (Foto: Polda Aceh)

NUKILAN.ID | MEDAN — Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara (Sumut) menggagalkan upaya pengiriman narkotika jenis sabu seberat 10 kilogram di Jalan Lintas Medan–Banda Aceh, Aceh Timur. Dua orang tersangka, RM dan SB, diamankan dalam operasi yang berlangsung Jumat (8/8/2025) lalu.

Dikutip dari Detik.com, Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut Kombes Jean Calvijn Simanjuntak mengungkapkan, penangkapan dilakukan sekitar pukul 11.00 WIB di parkiran sebuah minimarket. Sabu tersebut diduga akan diedarkan ke Palembang, Sumatera Selatan.

“Waktu kejadian Jumat, 8 Agustus 2025, pukul 11.00 WIB, di parkiran minimarket Jalan Lintas Medan-Banda Aceh,” kata Calvijn melalui keterangannya, Selasa (12/8).

Pengungkapan ini bermula dari pengembangan kasus sebelumnya yang selaras dengan informasi masyarakat tentang adanya pengiriman narkotika melintasi wilayah Sumut. Polisi kemudian memantau pergerakan mobil yang ditumpangi kedua tersangka.

“Awalnya tim mengembangkan hasil pengungkapan kasus sebelumnya yang akan mengantar sabu dan sinkron dengan info masyarakat adanya pengantaran narkotika menuju Palembang yang akan melintas Medan,” ujar Calvijn.

Saat kendaraan berhasil dihentikan, petugas menemukan barang bukti sabu kemasan teh merek Guanyingwang dengan total berat 10 kilogram. Polisi juga menyita satu unit mobil Avanza warna silver BK-1171-VN, satu koper biru, dua unit telepon genggam, dan uang tunai Rp 850 ribu.

Calvijn menjelaskan, RM dan SB merupakan kurir yang diperintahkan oleh tersangka berinisial P, sementara barang haram tersebut berasal dari tersangka lain berinisial BJ. Kedua pemasok itu kini berstatus daftar pencarian orang (DPO).

“Barang bukti diambil dari DPO BJ di parkiran masjid Desa Seneuneobok Pidie, Peureulak, Aceh Timur, yang akan diantar ke Palembang,” terangnya.

Menurut Calvijn, para kurir menerima uang jalan sebesar Rp 5 juta, dengan upah Rp 30 juta untuk setiap kilogram sabu yang berhasil diantar. Dari total muatan, RM dijanjikan Rp 300 juta, sementara SB akan mendapat Rp 100 juta.

Kini, kedua tersangka beserta barang bukti diamankan di Mapolda Sumut untuk penyidikan lebih lanjut. Calvijn menegaskan, pihaknya akan terus memburu kedua DPO tersebut dan mengusut kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus ini.

Ketua MA Sambut Gagasan Wali Nanggroe Aceh Perkuat Mahkamah Syar’iyah

0
Wali Nanggroe menilai pelaksanaan syariat Islam di Aceh “belum sepenuhnya sesuai harapan” sehingga diperlukan sinergi lebih kuat antara Pemerintah Aceh dan Mahkamah Syar’iyah. Langkah itu diwujudkan melalui inisiatif pembentukan OPD khusus. (Foto: MA)

NUKILAN.ID | JAKARTA – Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H., menerima audiensi Wali Nanggroe Aceh, Teungku Malik Mahmud Alhaythar, di kantor MA, Jakarta, Selasa (12/8/2025). Pertemuan ini membahas langkah penguatan peran Mahkamah Syar’iyah dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh.

Dalam pertemuan tersebut, Wali Nanggroe didampingi Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, perwakilan Pemerintah Aceh, Komisi VII DPR Aceh, staf khusus, dan penasihat. Sementara Ketua MA turut didampingi Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Ketua Kamar Agama, Ketua Kamar Pembinaan, Sekretaris MA, Dirjen Badan Peradilan Agama, serta Kepala Badan Urusan Administrasi MA.

Salah satu agenda utama adalah rencana pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) “Sekretariat Peradilan Syariat Islam” untuk mendukung kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang ahwal syakhsiyah, muamalat, dan jinayat.

Wali Nanggroe menilai pelaksanaan syariat Islam di Aceh “belum sepenuhnya sesuai harapan” sehingga diperlukan sinergi lebih kuat antara Pemerintah Aceh dan Mahkamah Syar’iyah. Langkah itu diwujudkan melalui inisiatif pembentukan OPD khusus.

Staf Khusus Wali Nanggroe, Dr. Rafiq, menyebut rencana tersebut telah dikomunikasikan dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PAN-RB, yang “pada prinsipnya membuka peluang” dengan pendampingan pemerintah daerah.

Ketua MA menyambut positif gagasan tersebut. Menurutnya, Mahkamah Agung memprioritaskan putra daerah Aceh sebagai aparatur di Mahkamah Syar’iyah. “Putra daerah Aceh memiliki keunggulan lebih memahami kultur Aceh,” ujarnya.

Meski begitu, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Suharto, S.H., M.H., mengingatkan perlunya kajian mendalam agar fungsi OPD tidak tumpang tindih dengan kesekretariatan yang sudah ada.

Ketua Kamar Pembinaan MA, Syamsul Maarif, S.H., L.L.M., Ph.D., menyoroti potensi OPD dalam memperkuat keamanan persidangan, mendukung pelaksanaan eksekusi, mengembangkan mediasi dan arbitrase syariah, serta memperkuat kepailitan syariah.

Sementara itu, Senior Advisor Wali Nanggroe, Prof. Syahrizal Abbas, memaparkan hasil riset 15 tahun terakhir yang menegaskan perlunya penguatan regulasi, infrastruktur hukum, dan SDM peradilan syariah. Ia juga memaparkan rencana pembentukan Konsorsium Mahkamah Syar’iyah se-ASEAN di Aceh serta rencana seminar internasional yang diharapkan dihadiri Ketua MA.

Di akhir pertemuan, Ketua MA menegaskan dukungan terhadap percepatan pembentukan OPD Sekretariat Peradilan Syariat Islam. “Dengan niat yang baik, kita bersama-sama mendukung pembentukan OPD ini,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan bahwa substansi lebih penting daripada nama. “Mereka tidak menyebut embel-embel Islam, tapi substansi yang dilaksanakan adalah hukum Islam, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat Internasional,” kata Sunarto, merujuk pada praktik peradilan di Dubai dan Bahrain.

Pertemuan ditutup dengan pembacaan dan penandatanganan berita acara sebagai komitmen bersama mengoptimalkan peran Mahkamah Syar’iyah di Aceh.

Editor: Akil

Tekan Inflasi, Pemkab Aceh Besar Gelar Pangan Murah di Kuta Malaka dan Montasik

0
Pemkab Aceh Besar Gelar Pangan Murah di Kuta Malaka dan Montasik. (Foto: MC Abes)

NUKILAN.ID | JANTHO – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar melalui Dinas Pangan kembali menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) sebagai langkah menstabilkan pasokan dan harga pangan di daerah. Kali ini, kegiatan berlangsung di dua kecamatan sekaligus, Kuta Malaka dan Montasik, Senin (11/8/2025).

Kepala Dinas Pangan Aceh Besar, Aliyadi SPi MM, menyebut pihaknya menyediakan masing-masing 2,5 ton beras untuk setiap kecamatan, dikemas dalam karung 5 kilogram. Beras tersebut dijual seharga Rp61.000 per sak, dengan total 500 sak per kecamatan.

“Pangan murah ini merupakan upaya Pemerintah Aceh Besar untuk membantu masyarakat mendapatkan beras dengan harga terjangkau, sekaligus menekan laju inflasi,” ujar Aliyadi.

Pelaksanaan GPM dipusatkan di halaman kantor camat masing-masing kecamatan. Antusiasme warga terlihat tinggi saat berbondong-bondong membeli beras yang disediakan pemerintah.

Aliyadi menuturkan, program serupa sebelumnya telah digelar di sejumlah kecamatan lain di Aceh Besar. Melihat respon positif masyarakat, kegiatan ini akan terus dilaksanakan secara bertahap di berbagai wilayah.

“Hari ini kita pusatkan di halaman kantor camat masing-masing. Masyarakat sangat antusias, dan kita harapkan program ini bisa meringankan beban pengeluaran mereka, terutama di tengah fluktuasi harga pangan,” tambahnya.

Ia menegaskan, pangan murah juga akan kembali digelar di beberapa kecamatan lain mulai Selasa (12/8) hingga Rabu (20/8) mendatang agar manfaatnya dirasakan secara merata.

“Insyaallah, dalam kurun waktu tersebut kita akan menjangkau semua kecamatan, sehingga manfaatnya bisa dirasakan masyarakat secara luas,” pungkas Aliyadi.

Program ini, lanjutnya, selaras dengan instruksi pemerintah pusat melalui Badan Pangan Nasional untuk menjaga kestabilan harga di seluruh pelosok negeri.

Editor: Akil