Beranda blog Halaman 120

Wali Nanggroe: Pemimpin Harus Bekerja dengan Etos Pelayanan, Bukan Ambisi Politik

0
PYM Wali Nanggoe Aceh, Teungku Malik Mahmud Al Haytar. (Foto: LWN)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Dua dekade setelah tercapainya perdamaian di Aceh, pembangunan di Tanah Rencong dinilai belum menunjukkan kemajuan berarti. Bahkan, dalam sejumlah aspek justru mengalami kemunduran.

Penilaian itu disampaikan Paduka Yang Mulia (PYM) Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malek Mahmud Al-Haytar, pada peringatan 20 Tahun Damai Aceh di Balee Meuseuraya Aceh, Banda Aceh, Jumat (15/8/2025).

“Kita harus jujur melihat ke dalam, apakah kita telah menggunakan perdamaian ini dengan sebaik-baiknya? Apakah kita sudah memanfaatkannya untuk memperbaiki nasib rakyat kita? Kalau jawaban kita masih ‘belum’, maka 20 tahun ini harus kita jadikan titik balik. Kita tidak boleh terjebak dalam nostalgia atau seremoni. Kita harus bangkit dengan keberanian baru, untuk membenahi Aceh dengan semangat damai, keadilan, dan kemajuan yang sesungguhnya,” ujar Wali Nanggroe.

Apresiasi Perdamaian, Kritik Pembangunan

Menurutnya, dua puluh tahun adalah waktu yang panjang bagi Aceh untuk berbenah. Dari wilayah konflik, Aceh kini menikmati suasana damai, demokrasi yang relatif stabil, dan meningkatnya partisipasi politik lokal.

“Kita juga patut mengapresiasi hadirnya berbagai produk hukum dan institusi otonom yang diamanatkan oleh MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA),” kata Malek Mahmud.

Ia pun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, termasuk Pemerintah Republik Indonesia, komunitas internasional, hingga Crisis Management Initiative (CMI) dan Pemerintah Finlandia yang berperan besar dalam proses perdamaian.

Namun, Wali Nanggroe mengingatkan bahwa capaian tersebut tidak boleh membuat semua pihak menutup mata terhadap persoalan mendasar yang masih membayangi Aceh.

“Tetapi yang kita saksikan hari ini adalah ketergantungan yang tinggi terhadap APBA, rendahnya investasi sektor riil, dan belum tumbuhnya industri besar atau infrastruktur ekonomi yang berkelanjutan. Kita juga masih menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi, urbanisasi pemuda, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah,” tegasnya.

MoU Helsinki dan UUPA Belum Optimal

Malek Mahmud menilai implementasi MoU Helsinki hingga kini belum sepenuhnya berjalan. Banyak butir penting yang belum dituntaskan, mulai dari pengelolaan sumber daya alam, pembentukan lembaga khusus, pengakuan simbol lokal, hingga penyelesaian masalah korban konflik.

Hal serupa juga terjadi dalam pelaksanaan UUPA yang menurutnya belum dijalankan serius dan konsisten oleh pemerintah kabupaten/kota maupun Pemerintah Aceh sendiri.

“Sebagai Wali Nanggroe, saya menyampaikan ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab moral dan amanah rakyat yang telah menaruh harapan besar kepada proses perdamaian ini,” ungkapnya.

Etos Pelayanan, Bukan Ambisi Politik

Karena itu, ia menekankan agar para pemimpin Aceh bekerja dengan orientasi pelayanan, bukan sekadar mengejar kepentingan politik kelompok tertentu.

“Pemerintah Aceh, baik eksekutif maupun legislatif ke depan harus lebih transparan, pro-rakyat, dan berorientasi pada pembangunan ekonomi nyata. Para pemimpin daerah harus bekerja dengan etos pelayanan, bukan ambisi politik dan kelompok melainkan kepentingan rakyat Aceh,” katanya.

Wali Nanggroe juga menegaskan bahwa perdamaian bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan tanggung jawab generasi sekarang dan mendatang.

“Izinkan saya menegaskan kembali bahwa perdamaian Aceh adalah anugerah yang mahal dan rapuh. Ia hanya akan bertahan jika terus kita rawat, kita isi, dan kita maknai. Saya mengajak semua pihak, pemerintah, masyarakat sipil, pemuda, ulama, perempuan, akademisi, mari kita kuatkan kembali semangat kolektif untuk menjadikan Aceh sebagai daerah yang benar-benar berdaulat dalam damai, adil dalam pembangunan, dan bermartabat di hadapan dunia,” tutupnya.

H. Mustafa Ahmad, Camat Pejuang Pendidikan dan Adat Aceh Selatan Wafat di Usia 89 Tahun

0
H. Mustafa Ahmad bin Cut Amat Amin, mantan Camat Labuhanhaji (1971–1978) dan Camat Kluet Selatan (1978–1985). (Foto: For Nukilan)

NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Masyarakat Aceh Selatan kehilangan salah satu putra terbaiknya. H. Mustafa Ahmad bin Cut Amat Amin, mantan Camat Labuhanhaji (1971–1978) dan Camat Kluet Selatan (1978–1985), meninggal dunia pada Sabtu, 9 Agustus 2025, pukul 10.45 WIB di kediaman putra bungsunya, Gusmawi Mustafa, pada usia 89 tahun.

Kepergian almarhum menyisakan duka mendalam, terutama setelah sebulan terakhir kondisinya menurun. Putra bungsunya, Gusmawi Mustafa, menyebut bahwa sang ayah tidak memiliki riwayat penyakit kronis yang lazim diderita di usia lanjut.

“Almarhum tidak menderita darah tinggi, kolesterol, jantung, gangguan ginjal, lever, atau gula darah. Penyebabnya adalah penyakit Albumin, kekurangan protein akibat tidak bisa mengonsumsi makanan dan minuman secara maksimal seperti biasa,” ungkap Gusmawi, yang akrab disapa Ogek Agus.

Selain pengabdian di birokrasi, Mustafa Ahmad juga dikenal sebagai akupunkturis sejak 1985, memanfaatkan keahliannya untuk membantu kesehatan masyarakat secara alami.

Sebelum menapaki karier pemerintahan, Mustafa Ahmad mengawali pengabdiannya sebagai guru di sejumlah sekolah menengah di Banda Aceh dan Labuhanhaji. Ia kemudian dipercaya memimpin Kecamatan Labuhanhaji, dilanjutkan Camat Kluet Selatan, dan selanjutnya memimpin BP-7 hingga 1990. Kariernya diakhiri sebagai pegawai BP-7 Provinsi Aceh sebelum pensiun pada 1992.

Di mata masyarakat, Mustafa Ahmad adalah sosok pemimpin berprinsip yang tak segan mengambil langkah tegas demi kemaslahatan publik. Jauh sebelum program wajib belajar digalakkan pemerintah, ia aktif merazia anak-anak usia sekolah yang berkeliaran di pasar, sawah, dan ladang saat jam belajar.

Ia bahkan mengantar sendiri anak-anak tersebut kembali ke sekolah sambil berdialog dengan orang tua mereka tentang pentingnya pendidikan. Banyak dari “anak-anak razia” itu kini telah menjadi guru, dosen, pengusaha, ASN, dan tokoh sukses di berbagai bidang.

Kiprah almarhum tidak hanya di pemerintahan. Sejak muda, ia aktif di organisasi keislaman dan kemasyarakatan, pernah menjabat Ketua Persatuan Pelajar Islam (PPI) Aceh, Pengurus Pemuda Aceh Selatan (PAS), dan Sekretaris Umum PERTI Aceh.

Mustafa Ahmad juga dikenal gigih menyuarakan pelestarian adat Aceh. Pandangannya sederhana namun tegas: adat bukan hanya warisan, melainkan pedoman hidup yang harus dijalankan demi terciptanya keamanan, ketenteraman, dan keadilan sosial.

Kegemarannya menulis membuahkan artikel, jurnal, dan buku bertema adat Aceh, termasuk naskah berjudul “Adat Aceh Setelah Tahun 1621” yang diedit oleh wartawan senior Aceh Selatan, almarhum Zamzami Surya.

Selama masa kepemimpinannya, semangat gotong royong tumbuh subur dan mempererat hubungan antarwarga. Keberanian, kepedulian, dan keteladanan yang ia tunjukkan menjadikannya sosok pemimpin yang dikenang lintas generasi.

Kepergian H. Mustafa Ahmad meninggalkan duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga masyarakat Aceh Selatan yang pernah merasakan buah pengabdiannya. Ia akan selalu diingat sebagai pemimpin sejati yang membangun melalui kebijakan, teladan, dan tindakan nyata.

Editor: Akil

Dari Aceh untuk Dunia: UIN Ar-Raniry Bakal Dirikan Museum Perdamaian

0
Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Mujiburrahman (tengah), saat diwawancarai awak media terkait 20 tahun perdamaian Aceh, Kamis (14/8/2025).(Foto: Kompas.com/Zuhri Noviandi)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry di Banda Aceh tengah bersiap membuka museum perdamaian. Langkah ini bertujuan agar literasi tentang sejarah konflik Aceh terekam secara rapi dan bisa diakses generasi mendatang.

Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Mujiburrahman, menegaskan, banyak pihak ingin mempelajari Aceh sebagai contoh bagaimana sebuah daerah berhasil mengakhiri konflik selama tiga puluh tahun.

“Kenapa harus didirikan, hari ini perdamaian Aceh menjadi model dunia,” ujar Mujiburrahman, Kamis (14/8/2025).

Selain sebagai tempat dokumentasi sejarah, museum itu juga akan menjadi pusat riset perdamaian yang diharapkan bisa menjadi purwarupa bagi dunia. Menurut Mujiburrahman, keberadaan museum akan memudahkan generasi penerus menemukan catatan-catatan sejarah yang selama ini tersebar.

UIN Ar-Raniry sebelumnya pernah menerima tamu dari Thailand yang meminta modul atau buku tentang perdamaian Aceh. Sayangnya, pihak universitas belum bisa menjelaskan secara rinci.

“Maka setelah museum ini hadir nantinya, kita berharap generasi penerus Aceh atau generasi milenial betul-betul memahami perdamaian itu,” tambahnya.

Mujiburrahman menekankan, pembangunan dan kemajuan daerah tidak akan tercapai tanpa terciptanya perdamaian. Dengan memahami sejarah konflik Aceh, generasi mendatang diharapkan tidak mengulang kesalahan yang sama.

“Kita berharap generasi penerus nantinya dengan memahami konflik Aceh yang berkepanjangan, mereka nantinya tidak terlibat lagi atau masuk dalam konflik sama pada puluhan atau ratusan tahun akan datang,” jelasnya.

Editor: Akil

Pesawat Terserang Burung, Jusuf Kalla Batal Terbang ke Aceh

0
JK
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Foto/net)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Rencana Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK), untuk menghadiri acara penghargaan Peace Award di UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, pada Kamis (14/8/2025), harus batal akibat gangguan teknis pada pesawat yang ditumpanginya.

Pesawat jenis Embraer Phenom 300 dengan registrasi T7HKG itu terpaksa kembali ke Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta hanya 10 menit setelah lepas landas. “Saya minta maaf tidak bisa hadir di acara ini. Saya sudah terbang dari Jakarta, 10 menit kemudian ada masalah di pesawat, mesin pesawat dimasuki burung jadi harus kembali,” kata JK melalui sambutan daring.

Awalnya JK memperkirakan masalah tersebut dapat ditangani dalam waktu singkat, sekitar 10 sampai 20 menit. Namun, setelah pemeriksaan teknisi, pesawat ternyata harus masuk bengkel untuk diperbaiki. Dalam video yang dibagikannya, JK dan rombongan terlihat sudah berada di dalam pesawat sebelum insiden terjadi.

Acara yang dibatalkan ini sebenarnya juga menjadi bagian dari peringatan Hari Damai Aceh ke-20, pada 15 Agustus 2025. Dalam pidato yang ia sampaikan sebagai penerima Peace Award, JK menekankan pentingnya menjaga perdamaian sekaligus membangun kesejahteraan masyarakat.

“Setelah konflik selesai, tantangan berikutnya adalah bagaimana mengelola sumber daya dan membangun sektor-sektor penting seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan perdagangan,” ujar JK.

Ia juga mengingatkan bahwa perdamaian tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses panjang negosiasi. Pengalaman panjang antara pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada masa kepemimpinannya sebagai Wakil Presiden 2004-2009 menjadi contoh nyata pentingnya dialog dan pemahaman atas akar masalah.

“Kunci penyelesaian konflik kata dia adalah memahami akar masalah, mengutamakan dialog, dan mencari solusi yang memberi keuntungan bagi semua pihak. Selama merdeka, kita belajar bahwa banyak konflik terjadi karena ketidakadilan ekonomi dan sosial. Tidak ada negara maju yang dibiarkan berlarut dalam konflik. Maka penyelesaian harus dilakukan dengan dialog, saling pengertian, dan tujuan bersama,” tambah JK.

Editor: Akil

Garis Kemiskinan di Aceh Singkil Terus Naik, Daya Beli Warga Mulai Tergerus

0
Ilustrasi kemiskinan. (Foto: Detik)

NUKILAN.ID | Aceh Singkil – Garis kemiskinan di Kabupaten Aceh Singkil terus mengalami peningkatan selama empat tahun terakhir. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 garis kemiskinan berada di angka Rp487.249 per kapita per bulan, dan meningkat menjadi Rp609.322 pada tahun 2024. Rata-rata kenaikan tiap tahunnya mencapai 7,7 persen.

Dikutip Nukilan dari laporan BPS Aceh Singkil, kenaikan garis kemiskinan mencerminkan meningkatnya kebutuhan minimum untuk dapat hidup layak di daerah tersebut. Garis kemiskinan sendiri digunakan sebagai ambang batas untuk menentukan apakah seseorang tergolong miskin atau tidak, berdasarkan rata-rata pengeluaran bulanannya.

“Jika pengeluaran per kapita per bulan seseorang berada di bawah garis kemiskinan, maka ia termasuk dalam kategori miskin,” tulis laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Singkil, dikutip Nukilan, Kamis (14/8/2025).

Meski garis kemiskinan meningkat, data menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di Aceh Singkil justru mengalami penurunan selama periode 2021 hingga 2024. Pada 2021, angka kemiskinan mencapai 20,36 persen, kemudian turun menjadi 19,06 persen pada 2024. Penurunan paling signifikan terjadi pada 2022 sebesar 1,28 persen, sementara penurunan paling kecil hanya 0,03 persen terjadi pada 2023.

Namun, jika dilihat dari jumlah absolut, tren jumlah penduduk miskin bersifat fluktuatif. Jumlah tertinggi tercatat pada 2021 sebanyak 25.480 jiwa, sementara jumlah terendah terjadi pada 2022 dengan 24.330 jiwa. Kenaikan garis kemiskinan idealnya diikuti oleh kenaikan pendapatan dan pengeluaran masyarakat. Namun di Aceh Singkil, hal ini justru berbanding terbalik pada 2024.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), rata-rata pengeluaran per kapita per bulan mengalami penurunan pada tahun 2024, setelah sebelumnya meningkat sejak 2021. Penurunan ini terjadi pada dua kategori utama: pengeluaran makanan dan nonmakanan.

Pada 2024, pengeluaran rata-rata untuk makanan berada di angka Rp600.916, sedangkan untuk nonmakanan sebesar Rp439.624. Kondisi ini mengindikasikan penurunan daya beli masyarakat, yang berarti kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ikut melemah, di luar faktor inflasi.

Proporsi pengeluaran rumah tangga juga mencerminkan kesejahteraan masyarakat. Di Aceh Singkil, mayoritas rumah tangga masih mengalokasikan sebagian besar pengeluarannya untuk kebutuhan makanan. Menurut pendekatan ekonomi, rumah tangga yang lebih banyak menghabiskan pendapatan untuk kebutuhan pangan cenderung berada dalam kategori berpendapatan rendah. Sebaliknya, rumah tangga yang mampu membelanjakan lebih banyak untuk kebutuhan nonmakanan dinilai sudah relatif sejahtera dan tidak lagi terfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok. []

Reporter: Sammy

Farid Nyak Umar Terpilih Lagi Nahkodai PKS Banda Aceh 2025–2030

0
Pengumuman kepengurusan baru DPD PKS secara virtual pada Kamis (14/8/2025). (Foto: tangkapan layar)

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Farid Nyak Umar kembali menakhodai Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Banda Aceh untuk masa bakti 2025–2030. Kepercayaan ini menandai periode keduanya memimpin partai tersebut di tingkat kota.

Pengumuman kepengurusan baru itu dilakukan secara virtual pada Kamis (14/8/2025) oleh Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Aceh, Ismunandar. Ia tampil bersama Sekretaris DPW, Kasibun Daulay, serta sejumlah pengurus lain, dan disiarkan melalui kanal PKSTV.

“Susunan pengurus DPD PKS Banda Aceh, Ketua Farid Nyak Umar, Sekretaris Faisal (Qasim), dan Bendahara Tuanku Muhammad,” ujar Ismunandar, dikutip Nukilan dari kanal PKSTV, Kamis (14/8/2025).

Pada posisi Ketua Majelis Pertimbangan Daerah (MPD) ditetapkan Irwansyah, dengan Alfiyan Muhiddin sebagai Sekretaris MPD. Sementara itu, jabatan Ketua Bidang Kaderisasi dipegang oleh Iwan Sulaiman. Untuk Dewan Etik Daerah (DED), posisi ketua dipercayakan kepada Mubashirullah dan sekretaris diisi oleh Saifullah M. Yusuf.

Selain mengumumkan formasi pengurus di Banda Aceh, Ismunandar turut membacakan susunan kepengurusan DPD PKS dari berbagai kabupaten/kota lain di Aceh. []

Reporter: Sammy

Harga Beras di Aceh Besar Mulai Berangsur Turun

0
Ilustrasi beras. (Foto: Tempo)

NUKILAN.ID | Banda Aceh – Harga beras di Aceh Besar dan sekitarnya mulai berangsur turun, mengikuti penurunan harga gabah di tingkat petani. Pemilik Kilang Padi Meutuah Baro (MB) Blang Bintang, Darmawan, mengatakan sejumlah petani di beberapa kabupaten telah memasuki masa panen.

“Ada beberapa kabupaten/kota yang sudah masuk musim panen, seperti Abdya, Aceh Jaya, dan Aceh Timur. Sekarang beras yang kami jual berasal dari panen di daerah tersebut,” ujar Darmawan kepada Nukilan, Kamis (14/8/2025).

Menurutnya, harga gabah yang diterima penggilingan saat ini berkisar Rp7.000 per kilogram. Namun, gabah hasil panen tersebut sebagian besar belum masuk ke kilang padi.

Sementara itu, harga beras di pasaran bervariasi, namun rata-rata telah turun sekitar Rp3.000 hingga Rp5.000 per karung.

“Harganya masih berbeda-beda, tapi kami berupaya menenangkan masyarakat bahwa musim panen sudah dimulai dan harga beras perlahan turun,” katanya.

Darmawan berharap harga beras ke depan semakin stabil. Pemerintah menargetkan harga gabah di tingkat petani berada di kisaran Rp6.500 per kilogram.

“Kalau petani menerima Rp6.500 per kilogram, maka sampai di penggilingan harganya menjadi sekitar Rp6.700–Rp6.800 per kilogram. Tapi, saat ini gabah dengan harga Rp7.000 per kilogram saja belum masuk ke kilang,” ujarnya. []

Reporter: Sammy

Nelayan Aceh Libur Melaut pada HUT Kemerdekaan RI

0
Ilustrasi nelayan melaut. (Foto : shutterstock)

NUKILAN.ID | Banda Aceh – Seluruh nelayan di Aceh akan menghentikan aktivitas melaut pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2025. Sementara pada peringatan 20 tahun MoU Helsinki, 15 Agustus 2025, nelayan juga tidak melaut karena bertepatan dengan hari Jumat, yang secara tradisi memang menjadi hari pantang melaut.

Panglima Laot Aceh, Miftah Cut Adek, mengatakan ketentuan tersebut merupakan bagian dari hukom adat laot yang telah berlaku di Aceh sejak lama. Tradisi libur melaut pada HUT Kemerdekaan RI, misalnya, sudah dijalankan sejak 1945.

“Kalau untuk peringatan Hari Damai Aceh itu masih kita pertimbangkan, tapi karena tahun ini bertepatan dengan hari Jumat, yang memang nelayan tidak melaut, jadi tetap libur juga,” ujar Miftah kepada Nukilan, Kamis (14/8/2025).

Ia menjelaskan, ada beberapa hari pantang melaut yang telah menjadi tradisi di Aceh, yakni setiap hari Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha masing-masing selama tiga hari berturut-turut, saat kenduri laot, peringatan HUT RI, dan peringatan tsunami pada 26 Desember. Tradisi libur melaut pada peringatan tsunami disepakati sejak 2005.

Menurut Miftah, aturan-aturan ini tidak hanya mengatur jadwal melaut, tetapi juga menjadi simbol persatuan nelayan di seluruh Aceh. Hukom adat laot memastikan bahwa tradisi dan nilai-nilai kebersamaan tetap terjaga di tengah perubahan zaman.

Libur melaut pada momen-momen tertentu memiliki makna sosial yang kuat bagi komunitas nelayan Aceh. Selain untuk menghormati peristiwa penting, pantangan ini menjadi waktu bagi nelayan untuk berkumpul dengan keluarga, memperbaiki peralatan tangkap, dan memulihkan tenaga. []

Reporter: Sammy

Luka Konflik Aceh Masih Membekas, Rekonsiliasi Harus Menyeluruh

0
Perjanjian perdamaian antara pemerintah RI dan GAM di Helsinki, Finlandia. (Foto: Dok CMI)

NUKILAN.ID | Banda Aceh – Dua puluh tahun setelah perjanjian damai ditandatangani di Helsinki, Finlandia, luka yang ditinggalkan konflik bersenjata di Aceh belum sepenuhnya sembuh. Bagi Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Yusni Sabi, perdamaian yang sudah terjalin hanya akan bertahan jika rekonsiliasi dilakukan secara menyeluruh dan mencakup semua korban, tanpa terkecuali.

“Korban konflik di Aceh itu lima juta orang. Ada yang kehilangan pendidikan, terpaksa mengungsi, kehilangan nyawa, atau menderita sakit. Tidak ada kita yang tidak jadi korban,” ujarnya kepada Nukilan, Kamis (14/8/2025).

Konflik bersenjata yang berlangsung selama hampir tiga dekade meninggalkan jejak penderitaan di seluruh lapisan masyarakat. Ada anak-anak yang tumbuh tanpa pendidikan karena sekolah rusak atau ditutup, keluarga yang terpisah karena mengungsi, hingga ribuan jiwa yang hilang. Selain korban jiwa, banyak warga yang menderita trauma berkepanjangan dan kehilangan mata pencaharian.

Bagi Yusni, semua orang di Aceh adalah korban, baik mereka yang terlibat langsung di garis depan maupun yang terdampak secara tidak langsung. Karena itu, ia menilai pendekatan yang hanya mengakui korban dari kelompok tertentu adalah keliru.

“Kalau pemerintah masih membagi-bagi korban, hati-hati. Itu tidak adil. Semua kita terdampak konflik, bukan hanya satu pihak,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa ketidakadilan sosial dan kesenjangan ekonomi dapat menjadi sumber ketegangan baru di masyarakat. Jika tidak diantisipasi, hal itu berpotensi merusak fondasi perdamaian yang sudah dibangun dengan susah payah.

Menurut Yusni, rekonsiliasi yang tuntas adalah kunci menjaga perdamaian jangka panjang. Rekonsiliasi bukan sekadar seremoni atau peringatan tahunan, melainkan proses berkelanjutan untuk memulihkan hubungan antarwarga, memperbaiki layanan publik, dan memastikan hak-hak korban diakui dan dipenuhi. []

Reporter: Sammy

20 Tahun Damai, Aceh Harus Perangi Kemiskinan dan Ketidakadilan

0
Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Yusni Sabi (Foto: Dok pribadi)

NUKILAN.ID | Banda Aceh – Dua dekade setelah penandatanganan perjanjian damai di Helsinki pada 15 Agustus 2005, Aceh kini menghadapi tantangan baru yang tak kalah serius. Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Yusni Sabi, mengingatkan bahwa medan perang Aceh telah berubah: bukan lagi konflik bersenjata, melainkan perjuangan melawan masalah-masalah sosial yang menggerogoti kesejahteraan masyarakat.

“Dulu kita berperang pakai senjata, sekarang tidak lagi. Tapi perang untuk menjaga damai tetap harus dilakukan. Musuh kita sekarang adalah kemiskinan, korupsi, kebodohan, ketidakadilan, dan sejenisnya,” kata Yusni kepada Nukilan, Kamis (14/8/2025).

Menurut Yusni, meski konflik bersenjata telah berakhir, ketegangan sosial dapat kembali muncul jika akar masalah seperti kemiskinan dan ketidakadilan dibiarkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Aceh masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumatra.

“Kalau ada masalah yang bisa memicu konflik lagi, kita harus beri tahu pemerintah bahwa musuh kita bukan rakyat miskin, tetapi kemiskinan. Bukan rakyat yang tidak sehat, tetapi pelayanan kesehatan yang buruk,” ujarnya.

Ia menekankan, perbaikan pelayanan publik, pemerataan pembangunan, dan penegakan hukum yang adil merupakan kunci mencegah kembalinya ketegangan di Aceh. “Kalau persoalan-persoalan ini tidak diselesaikan, perdamaian hanya akan menjadi slogan kosong,” tegasnya.

Yusni menilai, pemerintah memegang peran sentral dalam perang melawan masalah sosial ini, namun partisipasi masyarakat juga sangat diperlukan. Menurutnya, kolaborasi antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan generasi muda harus dipererat.

“Siapa pun, terutama para pemimpin, harus siap memerangi semua hal itu. Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga perdamaian,” katanya.

Ia menambahkan, salah satu langkah strategis adalah mengidentifikasi “musuh-musuh baru” perdamaian, seperti praktik korupsi di tingkat birokrasi, ketimpangan ekonomi antarwilayah, dan kualitas pendidikan yang belum merata.

“Kalau musuh-musuh ini kita biarkan, mereka akan merusak fondasi damai yang sudah dibangun dengan susah payah,” ujarnya. []

Reporter: Sammy