Friday, April 26, 2024

Kilas Balik Lingkungan 2021 dan Respon Terbalik Greenpeace Hingga Walhi

Nukilan.id – 2021 hampir berakhir, dalam konteks lingkungan global salah satu momen yang paling dibicarakan terkait perubahan iklim dalam KTT atau COP26.

Pidato ambisius Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan paparan faktanya dalam KTT di Glasgow, Skotlandia itu mendapatkan tanggapan terbalik dari koalisi masyarakat sipil di Indonesia, termasuk dari ornop Greenpeace hingga Walhi.

Dalam kilas balik lingkungan 2021, Juru kampanye laut Greenpeace Asia Tenggara Arifsyah Nasution menyatakan pemerintah Indonesia cenderung masih lebih cepat mengeluarkan aturan-aturan yang menguntungkan oligarki. Aturan-aturan yang dimaksudnya adalah UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya, hingga UU Minerba.

UU 11/2020 tentang Ciptaker diketahui telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK), di mana bila tak diperbaiki dalam dua tahun akan bersifat melanggar konstitusi. Merespons hal tersebut, pemerintah dan DPR menyatakan akan memperbaiki yang dimaksud MK, namun aturan-aturan di bawah UU Ciptaker tetap berlaku.

Hakim MK Minta Pemerintah-DPR Libatkan Publik Perbaiki UU Ciptaker
“Ini juga menimbulkan sebuah persepsi dan memperkuat pemahaman kita bahwa pemerintaha hanya memprioritaskan UU yang memang memberikan karpet merah untuk oligarki untuk memperlancar proses investasi yang ada di Indonesia,” ucap Arif dalam Kilas Balik 2021 di live space Twitter @Greenpeaceid, Selasa (22/12) malam.

“Tapi hal hal yang berkaitan HAM, kesejahteraan masyarakat di tapak, artinya di wilayah wilayah terdampak seperti krisis iklim misalnya di pesisir ini terabaikan,” imbuhnya.

Arif menerangkan setelah UU Ciptaker berlaku, pembangunan dan aktivitas yang mengancam lingkungan dilonggarkan. Ia mencontohkan, pembangunan pelabuhan.

Pihaknya berpandangan bahwa pembangunan pelabuhan untuk mempercepat logistik nasional hanya dalih pemerintah. Menurutnya, pembangunan pelabuhan itu dimaksudkan agar operasional usaha pertambangan menjadi mudah.

“Sehingga bahan bahan tambang barangkali dari wilayah timur dan hasil hutan bisa cepat mungkin dibawa keluar. dalam konteks ini kita melihat,” ucapnya.

“Ini cukup melihat kita enggak bisa berharap banyak sama pemerintah saat ini. Dengungan untuk mosi tidak percaya harus dilanjutkan sampai 1 atau dua tahun mendatang sehingga ada proses yang harus dikawal oleh masyarakat sipil,” imbuhnya.

Fakta-fakta yang disanggah itu adalah klaim Jokowi di depan KTT Perubahan Iklim soal: Laju deforestasi, kebakaran hutan, rehabilitasi lahan kritis dan targetnya, ekosistem mobil listrik, pemanfaatan energi terbarukan, dan pembangunan berbasis clean energy.

Koalisi masyarakat sipil itu terdiri atas organisasi: Walhi, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Greenpeace Indonesia, Solidaritas Perempuan Indonesia (SPI), dan lain-laib.[cnnindonesia]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img