Saturday, May 18, 2024

Wacana Sekda Jadi Pj, Pengamat: Pemerintah Kurang Pertimbangkan Aspek Stabilitas

Nukilan.id – Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik menyebutkan akan menempatkan Sekretaris Daerah (Sekda) menjadi Pejabat (Pj) Gubernur, Bupati dan Wali Kota akan dilakukan jika Pilkada digelar 2024. Hal itu dilakukan terhadap kepala daerah hasil Pilkada 2017 dan 2018 yang masa jabatan mereka habis pada tahun 2022 dan 2023.

Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dan Keamanan Aceh, Aryos Nivada, MA., menilai, pernyataan Dirjen Otda Akmal kurang mempertimbangkan aspek stabilitas daerah.

“Harusnya jangan terburu-buru dulu mengeluarkan statemen ini sebab nantinya butuh pertimbangan yang matang walaupun secara peluang sekda terbuka untuk menjadi Pj dalam regulasi. Apalagi waktunya masih panjang, seharusnya pejabat publik menghindari kesan cari panggung,” kata Aryos dalam siaran persnya, Kamis (20/5/2021).

Baca juga: Taqwallah Berpeluang Jabat Pj Gubernur Aceh

Memang secara regulasi, kata Aryos, ditunjuknya Sekda sebagai penjabat sementara sesuai dengan Pasal 204 UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Pasal tersebut mengatur apabila terjadi kekosongan jabatan, penjabat gubernur diangkat dari PNS berpangkat Pejabat Tinggi Madya.

“Sementara untuk bupati/walikota diangkat dari PNS berpangkat Pejabat Tinggi Pratama,” jelasnya.

Disisi lain, lanjut Aryos, Kebijakan pengangkatan sekda menjadi PJ Kepala daerah harus dilihat dari sisi positif dan negatifnya. Menurut Aryos akan ada efek negatif yang berpotensi memicu gejolak di tingkat daerah. Terutama dari aspek netralitas. Dimana terbuka peluang sekda akomodatif terhadap petahana yang sebelumnya menjadi atasannya.

“Dikhawatirkan Pilkada dapat terancam kehilangan spirit dalam menjalankan pemilu yang jujur adil (jurdil),” tambahnya.

“Ketika Sekda itu diangkat oleh petahana. Dirinya cenderung akan akomodatif terhadap atasan yang mengangkat. Tidak tertutup peluang berkonspirasi untuk menaikan petahana yang sebelumnya menjadi atasannya, apabila petahana tersebut dapat naik sekali lagi. Bahkan tidak menutup peluang sekda akan menggunakan sumberdaya negara untuk memenangkan kandidat yang dibackup oleh petahana karena dirinya diangkat oleh petahana tersebut.Sehingga Pilkada bisa hilang semangat menjalankan Jurdil,” tegas Aryos, yang juga Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala (USK).

Baca juga: Ketua KPPI Aceh: Bila Pilkada 2024, Sudah Tepat Pj Dijabat Sekda

Selain itu, sambungnya, penunjukan Pj Gubernur, Bupati dan Wali Kota dalam rentang waktu yang panjang. Menurut Aryos, hal ini juga cenderung tidak kongruen dengan konsep otonomi daerah. Daerah yang tidak menggelar Pilkada di 2022 dan 2023 akan terjadi kekosongan sekitar satu sampai dua tahun.

“penunjukan Pj yang panjang hingga dua tahun berpotensi akan memunculkan sikap oligarki dan hegemoni dari aktor politik yang memang menguasai daerah,” pungkasnya.[ASY]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img