Wednesday, April 24, 2024

BPKP Prioritaskan Pengawasan Keuangan di Aceh

Nukilan.id – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh memprioritaskan pengawasan pelaksanaan keuangan daerah di Aceh pada tahun anggaran 2020-2021.

“Prioritas pengawasan mulai dari perencanaan, penganggaran, kinerja pengawasan 2020-2021, strategi hingga solusinya,” kata Kepala BPKP Aceh Indra Khaira Jaya, di Banda Aceh, Rabu (2/6/2021).

Dalam rangka pengawasan tersebut, BPKP Aceh bekerja sama Pemerintah Aceh melaksanakan Rapat Koordinasi Pengawasan Intern (Rakorwasin) keuangan dan pembangunan tingkat Aceh.

Rakorwasin ini diikuti oleh para kepala daerah se Aceh, Inspektur se-Aceh, dengan menghadirkan narasumber dari KPK, Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Deputi Kepala BPKP dan Sekretaris Daerah Aceh.

Indra mengatakan, prioritas pengawasan BPKP berskala nasional yang berkaitan dengan daerah yaitu sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ketahanan pangan, energi, pariwisata, penanggulangan bencana, TKDN, penanganan COVID-19, akuntabilitas kekayaan negara/daerah yang dipisahkan (BUMN/BLUD, BUMG), dan tata kelola instansi pemerintah (SPIP, APIP dan Risk Fraud) di daerah.

Namun khusus di Aceh, kata Indra, terdapat prioritas pengawasan tematik, yaitu audit dana otonomi khusus, Baitul Mal dan kontrak multi-years (tahun jamak) dan akuntabilitas keuangan daerah berupa audit perencanaan penganggaran, serta tata kelola pemerintah daerah dalam bentuk SPIP terintegrasi.

Agenda pengawasan tersebut dilandasi kebutuhan stakeholder utama BPKP mulai dari Presiden, Menteri dan kepala daerah dalam mewujudkan tujuan pembangunan untuk mensejahterakan rakyat yang dituangkan dalam bentuk visi dan misi kepala pemerintahan pusat dan daerah yang patut didukung dan diwujudkan.

“APIP (aparat pengawasan intern pemerintah) sebagai mitra kerja strategis berkewajiban mendukung perwujudan pencapaian tujuan, visi dan misi pimpinan pemerintahan pusat dan daerah tersebut,” ujarnya.

Indra menyampaikan, berdasarkan dinamika, isu serta tuntutan yang berkembang, masyarakat tidak merasakan manfaat dan masih kurang efektifnya kegiatan pembangunan, karena hal itu BPKP menuntut pengawasan harus dimulai dari perencanaan serta penganggaran.

“Tuntutan ini mendapat pembenaran dari hasil pengawasan BPKP Aceh sejak dua tahun terakhir (2020-2021), dari sisi pengawasan preventif, represif dan konsultatif dengan

Indra menyebutkan, dari hasil pengawasan BPKP masih ditemukan potensi kurang efektifnya belanja di Aceh sebesar Rp 472,2 miliar, data penerima bansos invalid sebanyak 85 ribu, data penerima ganda 58 ribu, serta eksekusi dana bantuan tenaga kesehatan baru mencapai 50,61 persen dari anggaran 83 miliar.

“Secara represif, terdapat 18 kasus tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara mencapai 44,4 miliar,” kata Indra.

Indra menyebutkan, secara konsultatif sampai dengan Mei 2021, kapabilitas APIP, maturitas SPIP masing-masing masih di posisi 33,33 persen dan 40 persen.

Sedangkan untuk Baseline Manajemen Risiko Indeks (MRI) Pemda masih rata-rata level satu, enam PDAM yang kurang sehat dan delapan PDAM masih sakit, serta masih terdapat lima Pemda yang terlambat dalam menyusun APBD.

Karena hal itu, lanjut Indra, diperlukan komitmen antara BPKP bersama pemerintah daerah se-Aceh untuk berkolaborasi dan bersinergi mengawal perencanaan serta penganggaran keuangan daerah hingga 2022.

Selain itu, juga perlu mengawal pencapaian kinerja APBA 2021, melaksanakan probity audit pada kegiatan yang bernilai material dan berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat.

“Terus mengawal terwujudnya sistem pengendalian intern pemerintah terintegrasi, dan meningkatkan kapabilitas sumber daya APIP guna mengawal akuntabilitas keuangan dan pembangunan,” demikian Indra.[Antara]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img