Aryos Nivada: Pencerdasan Politik di Aceh Belum Berhasil Sepenuhnya

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Pengamat politik Aceh, Aryos Nivada, menilai bahwa pencerdasan politik di Aceh belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini disampaikannya dalam sebuah monolog berjudul Membaca Anatomi Politik Aceh di kanal YouTube @JalanAry yang ia bawakan sendiri.

Dikutip Nukilan.id dari monolog tersebut, Aryos menyoroti bagaimana politik identitas masih mendominasi panggung politik di Aceh. Ia menyebut fenomena ini tidak akan hilang begitu saja, selama masyarakat belum memiliki kesadaran politik yang matang dan mengakar.

“Artinya, pencerdasan politik belum berhasil sepenuhnya mengubah cara berpikir dan bertindak masyarakat. Bisa kita katakan bahwa ada kegagalan dalam membangun revolusi mental dalam konteks politik lokal,” ujarnya.

Menurut Aryos, rendahnya kesadaran politik menyebabkan masyarakat mudah terjebak dalam simbol-simbol dangkal tanpa memahami substansi di baliknya. Ia mengingatkan bahwa memahami politik Aceh tidak bisa dilakukan hanya dengan pengamatan permukaan.

“Kalau kita tidak mampu memahami ini, maka kita bisa dianggap sebagai masyarakat yang kurang cerdas dalam berpolitik. Maka dari itu, cara menyikapi dan memahami politik Aceh tidak bisa hanya mengandalkan pengamatan kasat mata,” tegasnya.

Aryos kemudian mengajak publik untuk lebih jeli dalam menelaah berbagai dinamika yang terjadi di balik layar politik Aceh. Menurutnya, banyak peristiwa politik yang tampak mustahil secara kasat mata, justru terjadi karena adanya gerakan tersembunyi.

“Kita perlu melihat tindakan-tindakan di luar itu—banyak hal yang sebelumnya kita anggap tidak mungkin, ternyata bisa saja terjadi karena adanya gerakan-gerakan bawah tanah atau yang terselubung,” tambah Aryos.

Lebih jauh, Aryos juga menyinggung tentang pengaruh pemerintah pusat terhadap politik lokal di Aceh. Ia menilai bahwa intervensi elite kekuasaan nasional sangat menentukan nasib kandidat dalam kontestasi politik daerah.

“Selain peran ulama, peran pemerintah pusat juga sangat besar dalam memengaruhi politik lokal di Aceh. Hal ini tentu juga berlaku di daerah-daerah lain di Indonesia,” jelasnya.

Akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala ini menyebutkan bahwa Aceh selalu menjadi sorotan dalam konteks dukungan dari pemerintah pusat atau elite kekuasaan nasional. Dalam konteks ini, ia memberi contoh konkret bagaimana restu dari pusat menjadi penentu utama dalam kemenangan seorang kandidat dalam Pilkada Aceh.

“Misalnya, ketika seorang kandidat tidak mendapatkan restu dari elite pusat, maka bisa dipastikan bahwa kandidat tersebut akan sangat sulit memenangkan pemilihan. Sebaliknya, elite pusat bisa mengerahkan sumber daya untuk mendukung kandidat yang mereka restui,” kata Aryos.

Menutup monolognya, Aryos mengajak masyarakat untuk menggunakan akal sehat dan hati nurani dalam membaca dinamika politik Aceh. Ia menekankan pentingnya menggunakan berbagai sumber informasi yang kredibel dan tetap menjunjung tinggi objektivitas.

“Membaca Politik Aceh harus dengan Nurani dan Nalar Tajam. Hal-hal semacam ini perlu dibaca secara jeli agar kita bisa memahami dengan baik perlakuan dan pola kerja politik lokal di Aceh,” katanya.

“Gunakan berbagai sumber informasi yang kredibel, lakukan validasi, cross-check, dan utamakan objektivitas serta kebenaran. Karena membaca politik Aceh tidak cukup dengan mata, tapi harus dengan nurani dan nalar yang tajam,” pungkasnya.

Pernyataan Aryos ini menjadi pengingat bahwa membangun kesadaran politik masyarakat tidak bisa dilakukan secara instan. Dibutuhkan proses panjang, edukasi berkelanjutan, dan partisipasi aktif semua elemen dalam mendorong demokrasi yang sehat dan berkeadaban di Aceh. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img

Read more

Local News