Nukilan.id – Mahkamah Syar’iyah (MS) Aceh memvonis bebas pria berinisial SUR (46) yang didakwa melakukan pemerkosaan terhadap anak kandung berusia 5 tahun. Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) menyalahkan Qanun Jinayat sebagai penyebab masalah tersebut.
“Kasus ini memperkuat asumsi adanya masalah sistemik dalam penerapan Qanun Jinayat pada pelaku kekerasan seksual anak. Unsur pendukung sistem yang terkait Qanun Jinayat, seperti kapasitas SDM hakim tidak memadai dalam memutuskan perkara yang berpihak pada anak. Alih-alih berpihak pada anak, hasil visum pun terkesan diabaikan,” kata komisioner KPPAA, Firdaus D Nyak Idin, kepada wartawan, Sabtu (9/10/2021).
Dia menyoroti salah satu pertimbangan hakim. Dia menyebut hakim menjadikan perceraian orang tua korban sebagai salah satu pertimbangan.
Firdaus mengatakan, dalam pertimbangan hakim, disebutkan kedua orang tua korban sedang dalam proses perceraian sehingga terdapat indikasi secara psikologis ibu korban selaku pelapor menyimpan dendam ke ayah korban.
“Dalam putusan ini terkesan malah ibu kandung korban dianggap melapor karena benci dan dendam. Benar-benar keputusan yang tidak adil,” ujar Firdaus.
Firdaus lalu menyoroti Qanun Jinayat yang dinilai sebagai puncak masalah dalam memproses kasus anak. Dia mendesak pasal terkait kekerasan anak dalam qanun itu dicabut agar kasus kekerasan seksual terhadap anak tak lagi ditangani oleh MS.
“Bagi saya, puncak masalah ada di Qanun Jinayat. Kasus ini seharusnya menyadarkan semua pihak, bahwa Qanun Jinayat harus direvisi. Pasal terkait kekerasan seksual terhadap anak harus dicabut. Hakim MS tak punya kapasitas menyidangkan kasus kekerasan seksual anak,” ujar Firdaus.
Sebelumnya, Mahkamah Syar’iyah (MS) Aceh memvonis bebas SUR yang didakwa memperkosa anak kandung berusia 5 tahun. SUR sebelumnya divonis 180 bulan oleh MS Jantho.
“Benar, ada putusan nomor 22/JN/2021/MS Aceh yang amar putusannya menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan jarimah pemerkosaan,” kata pejabat humas MS Aceh, Darmansyah, saat dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (8/10).
Dalam putusan tersebut, hakim MS membatalkan putusan MS Jantho Nomor 16/JN/2021/MS.jth tanggal 16 Agustus 2021. Selain itu, hakim memerintahkan terdakwa untuk dikeluarkan dari tahanan serta memulihkan hak dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.
“Membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum,” putus hakim.
Putusan itu diketuk majelis hakim pada Selasa, 28 September 2021. Ansyari duduk sebagai ketua majelis dengan hakim anggota Alaidin dan Khairil Jamal.
Di pengadilan tingkat pertama, yakni MS Jantho, SUR divonis 180 bulan penjara. Putusan itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jantho, yakni 200 bulan penjara. []