NUKILAN.id | Jakarta – Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa penggunaan dana pribadi Presiden Prabowo Subianto untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) saat ini tidak menimbulkan masalah. Menurutnya, program tersebut masih berada dalam tahap uji coba. Penggunaan dana pribadi bertujuan mencegah pemborosan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Karena kami ingin memastikan, begitu APBN turun dan program dimulai secara resmi, semuanya berjalan lancar tanpa pemborosan. Jadi, selama tahap uji coba ini, tidak masalah jika dibiayai secara pribadi,” ujar Dasco di Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/1/2025).
Namun, langkah ini menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Muhammad Saleh, Peneliti Hukum di Center of Economic and Law Studies (CELIOS). Ia menilai penggunaan dana pribadi oleh pejabat negara untuk membiayai program pemerintah, seperti MBG di Kendari, adalah praktik yang harus dihentikan.
Saleh menyarankan agar dana pribadi yang digunakan untuk program negara seharusnya diserahkan ke kas negara melalui mekanisme yang sah, seperti mencatatnya sebagai sumbangan atau hibah negara, agar tercatat dalam administrasi keuangan negara.
“Pejabat negara wajib mematuhi peraturan pengelolaan keuangan negara. Semua program harus dibiayai melalui mekanisme APBN atau APBD demi menjaga akuntabilitas, transparansi, dan integritas tata kelola keuangan,” tegasnya dikutip dari Kumparan pada Sabtu (18/1/2025).
Menurut analisis Saleh, penggunaan dana pribadi oleh pejabat untuk program seperti MBG merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip dasar pengelolaan keuangan negara.
Senada dengan Saleh, Nicholas Siagian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, menekankan bahwa penggunaan uang pribadi untuk program pemerintah menimbulkan persoalan transparansi dan akuntabilitas.
“Berbicara tata kelola sebagai pelaksanaan suatu program negara yang bersumber dari keuangan negara haruslah mengedepankan good governance,” ungkap Nicholas Siagian melalui sambungan telepon kepada Nukilan.id, Sabtu (18/1/2025).
Ia menambahkan bahwa program atas nama pemerintah seharusnya dibiayai oleh anggaran resmi yang sudah direncanakan dalam APBN atau APBD, bukan dengan dana pribadi.
“Artinya, seharusnya program atas nama pemerintah haruslah dibiayai melalui anggaran yang dianggarkan pemerintah juga, bukan menggunakan anggaran pribadi perseorangan,” tegasnya.
Nicholas juga mempertanyakan keberlanjutan program ini. Berdasarkan data terbaru, jumlah penerima manfaat program ini diperkirakan mencapai 82,9 juta jiwa. Untuk menjamin keberlangsungan program selama lima tahun mendatang, pemerintah perlu memastikan kesiapan anggaran yang signifikan setiap tahunnya.
“Pertanyaannya, apakah pendanaan program ini konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan? Besarnya kebutuhan anggaran memerlukan rencana yang matang dan evaluasi menyeluruh agar tidak mengganggu prioritas pengeluaran lainnya,” tambah Nicholas.
Di tengah kritik yang terus berkembang, para pengamat menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh oleh pemerintah. Langkah ini diperlukan agar program yang bertujuan mulia tidak justru merusak kredibilitas tata kelola pemerintahan. Evaluasi juga dapat memastikan bahwa manfaat program benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan, tanpa menimbulkan risiko fiskal atau masalah hukum di masa depan. (XRQ)
Reporter: Akil