Perwakilan PBB Salut dengan Perdamaian dan Kerukunan Ummat Beragama di Aceh

Share

Nukilan.id – Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Aceh. Kunjungan ini bertujuan melakukan peninjauan implementasi program-program PBB dan juga melakukan pertemuan dengan para staff PBB dan Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB) Aceh, Senin (30/5/2022).

Saat pertemuan dengan Perwakilan PBB tersebut, FKUB menunjuk 12 orang Anggotanya, terdiri dari Ketua FKUB Aceh, H.A Hamid Zein, SH., M.Hum, Wakil Ketua FKUB, Drs.Tgk.H. Abdullah Usman, Sekretaris FKUB/Akademisi, Hasan Basri M. Nur, S.Ag,.M.Ag, Wakil Sekretaris FKUB, Zulfahmi, S.Ag., M.Si, Tokoh Ormas Islam NU, Tgk Asnawi M. Amin, Tokoh Ormas Islam Muhammadiyah, Drs. H. Suardi Saidy, M.Ag, Tokoh Agama Buddha, Bpk Yuswar, SE, Tokoh Agama Katolik, Baron Ferryson Pandiangan, S.Ag, M.Th, Tokoh Agama Hindu, Ir. Paini, Praktisi Akademisi UIN Ar-Raniry, Dr. Nurjannah Ismail, M.Ag, Tokoh Islam Ormas Perempuan, Cut Intan Arifah, SE, Pemuka Agama Islam, Dr. Muslem Daud, M.Ed, dan GPIB- Aceh, Pdt Samuel.

Dalam pertemuan itu, Ketua Delegasi Perwakilan PBB, Ms. Valerie Juliand ingin mendalami beberapa hal, antara lain, ingin mendapat masukan bagaimana kerukunan hidup antar umat beragama di Aceh.

“Aceh sangat unik, menerapkan otonomi khusus dan bersifat istimewa, lalu bagaimana kaitannnya dengan penerapan azas Pancasila yang dianut di Indonesia, khusus dalam hubungannnya dengan kerukuran hidup umat beragama,” tanya Valerie dalam pertemuan itu.

Ia juga menanyakan bagaimana kondisi Aceh pasca konflik dan tsunami dalam kaitan dengan kerukunan hidup antar umat beragama. Dan pasca konflik Aceh, bagaimana upaya rehabilitasi dan rekonsiliasi yang diadakan dalam kaitan dengan kerukunan hidup antar umat beragama.

“Kemudian, dalam penerapan hukum syariah di Aceh , apakah ada hal hal yang melanggar HAM dan apakah umat non muslim dapat menerima penerapan hukum tersebut?,” lanjut Valerie.

Selain itu, kata Valerie, PBB sangat konsen pada bidang lingkungan hidup, apakah ada kebijakan Pemerintah Aceh dalam menjaga kelestarian alam dan apakah dari FKUB ada diminta masukan?.

 

Terakhir, Valerie menyampaikan, PBB siap memfasilitasi dan membantu apabila FKUB membutuhkan dukungan PBB dalam upaya merawat dan menjaga kerukunan hidup antar umat beragama di Aceh, utamanya dalam pembangunan.

Sementara itu, untuk memenuhi harapan pertanyaan dari Ketua Delegasi PBB tersebut, secara umum Ketua FKUB Aceh, A. Hamid Zein menyampaikan, FKUB telah berperan aktif bersama stakeholder lainnya, termasuk Pemerintah, organisasi keagamaan dan para pemuka agama dalam menjaga kerukunan ummat beragama di Aceh.

“FKUB ini adalah lembaga resmi yg dibentuk oleh Pemerintah Aceh dengan tugas antara lain, melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi organisasi masyarakat keagamaan dan kemasyarakatan dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan Gubernur;L, melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan Kerukunan dan Pemberdayaan Umat Beragama,” jelasnya.

Secara khusus, kata Hamid Zein, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, FKUB tidak membuat aturan atau kebijakan. Pihaknya hanya menjalankan ketentuan atau kebijakan yang sudah diatur dalam berbagai regulasi nasional dan regulasi khusus yang ditetapkan dengan Qanun (Peraturan Daerah).

“Untuk melihat bagaimana kerukunan hidup antar umat beragama di Aceh, janganlah dilihat secara parsial, akan tetapi lihatlah secara menyeluruh dan holistik. Sebab Aceh adalah salah satu daerah di Indonesia yang menerapkan otonomi khusus, lagi bersifat istimewa, termasuk dalam pelaksanaan kehidupan beragama,” ujarnya.

Lebih lanjut, kata Hamid Zein, berdasarkan pantauan FKUB, kondisi kekinian kerukunan ummat beragama di Aceh saat ini kian membaik, di mana secara garis besar interaksi kehidupan internal ummat muslim sebagai mayoritas di Aceh dalam kondisi baik. Bila pun ada kendala komunikasi, lebih disebabkan oleh pengamalan ibadah (misalnya perbedaan dalam cara pengamalan menurut mazhab berbeda dalam Islam). Hal ini diselesaikan melalui Pemerintah Daerah yang dibantu oleh FKUB dan jajaran terkait lainnya. Pendekatan dialog lebih dikedepankan.

“Kehidupan antar umat beragama juga positif. Kami terus memantau perkembangan dan menurut hemat kami terutama dalam setahun terakhir tidak ada kendala antar umat beragama, baik di tingkat Provinsi , maupun Kabupaten/Kota,” ungkapnya.

Menurutnya, ummat muslim di Aceh terus memberikan rasa tentram kepada ummat beragama lainnya. Begitu juga ummat beragama lain tidak merasa terusik dalam pelaksanaan ibadah mereka baik ummat Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

“Begitu juga, Umat beragama lainnya juga tidak mengusik dan mengganggu pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh ummat Islam. Malah berdasarkan observasi kami, terdapat ummat beragama lain yang berjualan makanan untuk ummat Muslim berbuka puasa. Hal dapat menjadi salah satu indikasi ketentraman yang mereka rasakan, khususnya di area perkotaan layaknya Banda Aceh,” tutur Hamid Zein.

Kata dia, FKUB Aceh akan terus bekerja bersama stakeholder terkait untuk terus membantu Pemerintah Aceh dan juga Pemerintah Pusat dalam menjaga kerukunan umat beragama di Aceh ini. Namun kami Pengurus FKUB masa bakti 2022-2025 ini tergolong masih baru karena baru di-SK-kan sekitar dua bulan lalu.

“Sebagai bagian dari induksi dan bekal mencapai target kerja lebih baik, maka kami berharap agar FKUB dapat difasilitasi program studi komparasi ke beberapa tempat dan negara lain yang kehidupan dan kerukunan umat beragama lebih harmonis,” kata Hamid Zein.

“Forum Kerukunan Umat Beragama-FKUB terbuka untuk program kerja dan kerjasama menuju harapan bersama hidup dalam harmony,” tutupnya.

Pada akhir pertemuan, Ketua Delegali PBB, Ms. Valerie Juliand memberi apresiasi dan salut atas pengakuan dan penjelasan dari beberapa tokoh agama terkait upaya upaya merajut perdamaian dan kerukunan hidup antar umat beragama di Aceh.

“Kami salut dan Terimakasih atas informasi yang diberikan, bahwa ternyata Penerapan Kerukunan Hidup Antar Umat beragama dan penerapan hukum lokal yang berlaku sudah diterapkan di Aceh , jauh sebelum kemerdekaan dan jauh sebelum Pancasila dijadikan azas negara di Indonesia,” ucapnya.

Turut hadir dalam pertemuan itu, Kepala Penasehat Keamanan Kantor PBB di Indonesia, Mr. Joseph Katuramu, Joint Programme Officer, Ms. Sarah Aver, dan Field Security Coordinator UNDSS Western Region, Mr. Daudi Mssika, []

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News