Perbedaan Pandangan Presiden dan Mendikti Soal Fakultas Kedokteran, Akademisi Angkat Bicara

Share

NUKILAN.id | Jakarta — Perbedaan persepsi terkait kebijakan pendidikan kedokteran mencuat antara Calon Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro. Keduanya memiliki pandangan yang berbeda soal solusi kekurangan tenaga medis di Indonesia.

Dalam Debat Capres terakhir yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Minggu (4/2/2024), Prabowo menegaskan rencananya untuk memperbanyak jumlah fakultas kedokteran di Indonesia sebagai salah satu langkah strategis meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Ia berencana membangun 300 fakultas kedokteran baru serta memberikan 20 ribu beasiswa di bidang kedokteran dan STEM.

“Kita kekurangan sekitar 140 ribu dokter di Indonesia, dan itu akan segera kita atasi dengan cara, kita akan menambah fakultas kedokteran di Indonesia. Dari yang sekarang ada 92 fakultas kedokteran, kita akan membangun 300 fakultas kedokteran,” kata Prabowo dalam debat tersebut.

Namun, rencana tersebut bertolak belakang dengan kebijakan yang diusulkan Menteri Satryo. Dalam wawancara bersama detikedu, Jumat (10/1/2024), ia menyatakan bahwa penambahan fakultas kedokteran baru sebaiknya dihentikan. Menurutnya, meskipun pembukaan fakultas kedokteran menarik secara finansial bagi universitas, kebijakan ini bukan solusi ideal untuk mengatasi kekurangan dokter di Indonesia.

“Kita stop dulu aja penambahannya (FK) itu,” tegas Satryo.

Ia mengusulkan agar kebutuhan tenaga medis dipenuhi dengan meningkatkan kapasitas mahasiswa di fakultas kedokteran yang sudah ada, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Menanggapi perbedaan pandangan ini, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik dari Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45), Dr. Firman, menilai bahwa kebijakan Menteri Satryo harus sejalan dengan visi dan misi Presiden yang telah ditetapkan.

Menurut Firman, meskipun penambahan jumlah fakultas kedokteran memerlukan kajian mendalam, penting bagi kebijakan pemerintah untuk tetap mendukung perkembangan pendidikan kesehatan yang berkelanjutan demi menciptakan pemerataan layanan kesehatan di seluruh Indonesia.

“Sebagai seorang pemimpin, Presiden dan Menteri Pendidikan harus berada di jalur yang sama. Jangan sampai kebijakan yang ada justru membuat stabilitas dunia pendidikan kacau dan merugikan kemajuan sektor kesehatan kita,” tegas Firman kepada Dialeksis, Sabtu (11/1/2025).

Lebih lanjut, Firman juga menekankan bahwa membangun lebih banyak fakultas kedokteran, terutama di daerah-daerah yang membutuhkan tenaga medis, bukan hanya akan membantu meningkatkan jumlah dokter, tetapi juga memberikan kesempatan bagi generasi muda di seluruh Indonesia untuk mengakses pendidikan kedokteran.

“Pemerataan pendidikan kedokteran sangat penting untuk menciptakan sistem kesehatan yang inklusif. Jika kita hanya mengandalkan kuota di fakultas kedokteran yang sudah ada, akan ada banyak calon dokter yang terhalang akses, khususnya di wilayah 3T. Selain itu, pembukaan fakultas kedokteran baru juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi tenaga pengajar dan tenaga medis lainnya,” tambahnya.

Menurutnya, meskipun ada kekhawatiran mengenai kualitas pendidikan yang mungkin menurun jika terlalu banyak fakultas kedokteran dibuka, hal tersebut dapat diatasi dengan memastikan adanya standar kualitas yang ketat dan pengawasan yang lebih baik terhadap kurikulum serta fasilitas pendidikan.

“Peningkatan kualitas pendidikan kedokteran harus tetap menjadi prioritas, namun kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak dokter, khususnya di daerah-daerah yang kesulitan mengakses layanan kesehatan,” pungkasnya.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News