Pakar Pertanyakan Program 3 Juta Rumah Prabowo: Benarkah Gratis atau Hanya Janji Populis?

Share

NUKILAN.id | Jakarta – Pemerintahan Prabowo Subianto menargetkan pembangunan tiga juta rumah per tahun, yang difokuskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan pendapatan di bawah Rp8 juta per bulan. Program ini bertujuan menyediakan tempat tinggal layak bagi mereka yang membutuhkan. Namun, sejumlah pihak mempertanyakan apakah target ambisius ini realistis, mengingat beban negara yang sudah cukup berat.

Dengan adanya tuntutan anggaran untuk berbagai program lain, seperti penambahan jumlah kabinet, kementerian yang mengajukan anggaran tambahan, serta program makan bergizi gratis, kekhawatiran pun muncul mengenai kelangsungan program pembangunan rumah ini.

Untuk menggali lebih dalam mengenai hal ini, nukilan.id menghubungi Nicholas Siagian, pakar kebijakan publik sekaligus Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia.

Menurut Nicholas, program pembangunan rumah bagi MBR perlu ditinjau lebih matang, mengingat pada pemerintahan sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga mencanangkan program serupa, yaitu 1 juta rumah, namun tidak berhasil mencapai target.

“Publik tentu bertanya-tanya, apakah program ini benar-benar gratis atau hanya janji populis? Pertanyaan ini wajar, mengingat pemerintahan sebelumnya juga gagal memenuhi target dalam program 1 juta rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo,” kata Nicholas pada Minggu (19/1/2025).

Nicholas menekankan pentingnya pematangan konsep dalam program ini, khususnya dalam hal skema pembiayaan dan alokasi anggaran yang perlu dijelaskan dengan rinci.

“Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto perlu memastikan kembali apakah pembangunan 3 juta rumah ini benar-benar gratis,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah berhati-hati terhadap harapan masyarakat yang berlebihan terkait program ini.

“Jangan sampai kata ‘gratis’ yang sudah terdengar di telinga masyarakat akhirnya memunculkan harapan besar, padahal dari sisi pemerintah sendiri belum ada kejelasan apakah program ini bisa terlaksana,” ungkapnya.

Nicholas lebih lanjut menyebutkan bahwa ada beberapa tantangan besar yang perlu dihadapi, seperti pasokan bahan bangunan, skema pembiayaan negara, serta penyusunan basis data yang akurat mengenai kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain itu, kriteria yang jelas untuk menentukan siapa saja yang masuk dalam kategori MBR juga perlu diperhatikan.

“Beberapa tantangan ini, seperti pasokan bahan bangunan, skema pembiayaan, basis data riil kebutuhan rumah, dan kriteria MBR, masih perlu dipersiapkan dengan matang,” tambahnya.

Nicholas juga menekankan bahwa pencapaian target kuantitatif saja tidak cukup. Keberhasilan program ini harus diukur dari kualitas rumah yang dibangun dan sejauh mana pemerintah dapat menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat.

“Oleh karena itu, program ini tidak hanya harus mencapai target kuantitatif, tetapi juga berhasil menyediakan rumah yang layak huni bagi masyarakat,” tutupnya.

Dengan tantangan-tantangan tersebut, kini menjadi tugas besar bagi pemerintah untuk merumuskan strategi yang matang dan realistis agar program ini tidak hanya sekadar wacana, melainkan dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat yang membutuhkan. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News