Nukilan.id – Pemerintah Aceh bakal menghentikan pembayaran premi kesehatan 2,1 juta masyarakat mulai bulan depan. Premi warga tersebut selama ini ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
Hal itu disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Nasrul Zaman dalam keterangannya kepada Nukilan, Jum’at (11/3/2022).
Ia melihat ada 2 persoalan dalam kerjasama pemerintah Aceh dengan BPJS, pertama soal sinkronisasi data yang tidak pernah selaras dan kedua soal disamakannya model pelayanan BPJS bagi warga Aceh dengan warga provinsi lainnya termasuk sistem rujukan padahal Aceh memberi anggaran BPJS sangat besar.
Meski masyarakat Aceh saat ini sebagian besar bergantung terhadap kesehatan gratis terutama masyarakat miskin namun pemerintah Aceh juga tidak bisa semena mena membayar Rp1,2 trilliun hanya untuk asuransi, karena sektor kemiskinan dan pendidikan yang buruk juga membutuhkan perhatian dan keberpihakan anggaran.
“Sebenarnya sejak awal saya sudah pernah menyampaikan agar JKA perlahan lahan dicari solusi untuk tidak gabung dengan BPJS, JKA untuk masyarakat Aceh perlu dibuat secara mandiri dan Aceh pernah punya pengalaman mengelola JKA dengan provider lain,” ujar Nasrul Zaman.
Selain itu, kata dia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) jelas memberi kewenangan bagi Aceh untuk mengelola sektor kesehatan secara mandiri dan diperkuat oleh Qanun No. 4 tahun 2010 tentang kesehatan pasal 75 yang memerintahkan Pemerintah Aceh membuat BPJKA.
“Untuk sementara kita menyesalkan pemerintah Aceh karena setelah anggaran JKA kerjasama dengan BPJS hanya sampai Maret 2022, maka harusnya ada pengumuman kalau masyarakat tetap bisa berobat gratis di seluruh rumah sakit pemerintah yang ada di kabupaten/kota termasuk yang di Banda Aceh,” terang Nasrul Zaman.
Menurut Nasrul, kalau itu tidak dilakukan maka sama saja pemerintah Aceh telah melarang warganya sakit terhitung 01 April 2022 mendatang.
“Dan kalau itu terjadi maka Aceh akan sulit bergerak dari status termiskin se-Sumatera,” pungkasnya. []