NUKILAN.id | Banda Aceh – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi masalah serius di Aceh. Meskipun sudah ada keberanian dari sebagian korban untuk melapor, stigma negatif di masyarakat membuat langkah tersebut masih sulit bagi banyak orang. Riswati, seorang aktivis perempuan di Banda Aceh, mengungkapkan bahwa banyak korban KDRT masih enggan untuk speak up karena merasa malu dan takut dengan reaksi lingkungan sekitar.
“Masalah KDRT sering kali dianggap sebagai ranah privat. Banyak korban yang enggan melapor karena takut dianggap tidak mampu menjaga keutuhan keluarga,” kata Riswati saat diwawancarai Nukilan.id, Rabu (14/8/2024).
Padahal, menurutnya, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) di Indonesia telah memberikan perlindungan hukum bagi korban, dan pelaku KDRT dapat dikenai pidana.
“Walaupun dia pasangan kita, suami kita, tidak boleh juga dia pakai kekerasan dalam rumah tangga. Korban harus berani speak up,” tegasnya.
Direktur Flower Aceh itu juga menyoroti pentingnya membangun kesadaran kritis dalam rumah tangga, baik dari pihak perempuan maupun laki-laki. Menurutnya, hubungan yang seimbang, pola pengasuhan yang positif, dan menumbuhkan cinta kasih adalah kunci untuk mencegah KDRT.
“Masyarakat Aceh juga harus memahami bahwa syariat Islam tidak pernah membenarkan kekerasan terhadap istri. Rasulullah dan para sahabatnya tidak pernah melakukan kekerasan terhadap istri-istri mereka,” tambahnya.
Ia berharap, dengan adanya kesadaran dan pendidikan yang lebih baik tentang KDRT, stigma di masyarakat dapat berubah, dan korban merasa lebih aman untuk melapor dan mencari bantuan.
“Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal membangun rumah tangga yang sehat dan saling menghormati,” tutup Riswati. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah