Tuesday, April 30, 2024

Kekerasan Pada Perempuan dan Anak Tinggi di Aceh, Psikolog: Harus Ada Kolaborasi Pencegahan

Nukilan.id – Psikolog Klinis Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru Aceh Tengah Harmala,S.Psi. mengatakan, keberfungsian dan kolaborasi semua pihak untuk menekan perlakuan yang tidak layak terhadap Perempuan dan Anak sangat penting.

“Kekerasan psikis itu dirasakan korban sebagai perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk berkehendak, rasa tidak berdaya dan menderita psikis,” kata Psikolog Harmala ketika dihubungi Nukilan.id di Takengon, Selasa (1/6/2021).

Menurut Harmala, bila kekerasan dirasakan oleh anak maka itu dapat menghambat tumbuh kembang anak (Task Developmental) secara optimal.

Untuk itu, Harmala berharap ada kolaborasi dari semua pihak, karena sesuai harkat-martabat kemanusiaan, korban kekerasan harus mendapat perlindungan dari ancaman kekerasan dan diskriminasi, agar Anak Aceh khususnya berkualitas, berakhlak dan sejahtera.

“Mendengar berita tentang kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di media sosial, itu ikut memicu kita pada rasa marah, sayang dan berontak,” ujar Harmala.

Harmala memaparkan, amanah UU. RI no.23 th 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, didefenisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama Perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau merampas kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Sama dengan pengertian “Kekerasan Terhadap Anak” dalam UU. no.35 th 2014 adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

“Pendalaman beberapa kasus klinis, kekerasan yang dialami Perempuan dan Anak tidak mengenal waktu juga tempat. Sebelum pandemi covid-19 dan sampai saat ini masih ada korban. Baik yang formal melapor kepada Perlindungan Perempuan dan Anak atau yang memilih aktif ke klinik Psikolog,” jelasnya.

Harmala juga menjabarkan informasi penyebab kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, setidaknya ada beberapa informasi terungkap sebagai sebab terjadi kekerasan, antara lain;

1.Karakter/kepribadian.
Setiap korban di beragam budaya dengan beragam usia menunjukkan bahwa kepribadian cenderung terbelenggu memunculkan potensi psikis yang dimiliki untuk mewujudkan tujuan. Ditegaskan oleh Crae dan Cista dalam Theories of Personality, 2008. Kepribadian selalu diikuti lima sifat yang konsisten yaitu: ektraversi, neurotisme, keterbukaan pada pengalaman, kooperatif dan mendengarkan suasana hati. Perilaku bisa diprediksi melalui tiga komponen inti: kecenderungan dasar, adaptasi karakter dan konsep diri serta tiga komponen periferal: dasar-dasar biologis, biografi objektif dan pengaruh luar.

2.Interaksi Sosial.
Kesulitan menyesuaikan diri, menjalin relasi, memahami dan menalar suatu problem tidak mempertajam peran dan fungsi dalam menyelesaikan masalah dengan logis. Jelas Bandura dalam Theories of Personality 2008, Fungsi manusia adalah produk dari interaksi timbal balik perilaku, lingkungan, pertemuan kebetulan dan kejadian tidak terduga serta faktor-faktor kepribadian termasuk kecukupan diri dan kognisi-kognisi lainnya.

Manusia menggunakan bahasa untuk mentransformasi pengalaman menjadi pola-pola konsisten perilaku yang disebut sistem diri. Melalui observasi, manusia dapat belajar tanpa melakukan apapun. Tindakan keliru dengan penstrukturan ulang perilaku secara kognitif. Sehingga mampu menguatkan mereka meminimalkan atau melepaskan diri dari tanggungjawab tanpa mengabaikan konsekuensi dengan dehumanisasi pengkambinghitaman.

Efektifitas dan kombinasi beberapa terapi psikologis dalam menambah usia bahagia, memperpanjang harapan hidup korban tindak kekerasan Perempuan dan Anak. Mengenal karakter diri, membangkitkan dan mengoptimalkan fungsi potensi psikis dengan mandiri yang layak dan normatif.

Keadaan ini tidak membatasi korban tindak kekerasan Perempuan dan Anak untuk mendapatkan hak-hak, kewajiban Pemerintah dan Masyarakat dan Perlindungan. Bersamaan dengan perasaan positif, aksi logis dan akal sehat yang konsekuen, disiplin menyeimbangkan antara fungsi Kecerdasan Intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

“Harapkan kita semua korban kekerasan Perempuan dan Anak dapat melalui kisah pilunya,” demikian Harmala.[]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img