Kabag Hukum Pemerintah Aceh: Pasal Berakhirnya BRA Hilang Saat Pembahasan Qanun

Share

Nukilan.id – Kepala bagian (Kabag) Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Aceh Muhammad Junaidi, SH. MH mengatakan, pada awalnya masa berakhirnya lembaga Badan reintegrasi Aceh (BRA) tercatat, namun pasal yang menyebutkan kapan berakhirnya itu hilang pada saat pembahasan qanun.

“Dulu kalau tidak salah saya, kapan berakhirnya lembaga BRA ada disebutkan didalam draf Awal, tapi dalam qanun nomor 6 tahun 2015 tidak disebutkan, dan itu perlu dikaji di draf awal dan naskah Akademik yang lama,” jelasnya

Jelas junaidi, jika lembaga BRA sudah selesai tugasnya maka semua pogram sudah dapat di handel oleh lembaga struktural instansi pemerintah didalam Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan pogram kegiatan.

“Kapan berakhirnya akan di kaji lagi, apakah tugas tugasnya sudah selesai atau belum, makanya harus dibuat Tabulasi data dan kajian terhadap lembaga BRA,” ujarnya.

Junaidi menjelaskan kenapa ada ketentuan peralihan secara hukum didalam Qanun Aceh nomor 6 tahun 2015, sedangkan tidak ada subtansi yang mengatur di atasnya tentang kapan berakhirnya.

“Kan menjadi tidak ada hubungan, yang ada disebut pada saat berakhir dan setelah berakhir. Seharusnya ada pasal yang menyebutkan kapan berakhir, kalau tidak salah di draf awal ada, saat pembahasan tapi tidak tau juga kenapa ini tidak disebutkan,” jelasnya

Junaidi menjelaskan prosesi pembentukan qanun tersebut. Katanya, selesainya Peraturan Gubernur (Pergub) tahun 2013 dibuat, langsung dlanjutkan dengan pembahasan Qanun Aceh tahun 2014.

Sementara Draf awal dari Pemerintah Aceh, dan di focus group discussion (FGD) kan di internal Pemerintahan Aceh. Baru dilanjut pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tingkat satu, antara Pemerintah Aceh dengan Komisi atau badan legislasi atau panitia khusus.

Setelah itu baru dilanjutkan dengan Paripurna terhadap Qanun Aceh nomor 6 tahun 2015.

Yang disebut sebagai lembaga sementara (Ad Hoc), jika sudah selesai tugasnya berarti lembaga ini sudah berakhir, maka harus ada kajian dengan catatan tugas BRA sebagai mana disebut didalam qanun.

Junaidi mengatakan, berdasarkan peraturan Gubernur Aceh nomor 2 tahun 2013 benar lembaga BRA adalah lembga Ad hoc (sementara), dan pada saat itu sebagai Badan Penguatan Perdamaian Aceh, bukan Badan Reintegrasi.

“lalu diubah kembali dengan Pergub nomor 30 tahun 2013, tentang perubahan strukturnya, didalamnya ada disebutkan bahwa lembaga BRA ada masa Akhirnya sampai waktu tertentu, itu disebutkan sebagai lembaga Ad hoc,” ujarnya.

Namun, kendati bersifat ad hoc, BRA tidak dapat dibubarkan karena Qanun Aceh nomor 6 tahun 2015 tentang BRA belum dicabut.

“Jika Qanun tidak cabut, maka BRA tetap eksis secara hukum. Tidak bisa dibubarkan, karena lembaga ini dibentuk dengan Qanun, maka kalau dibubarkan harus dicabut qanun juga,” kata Junaidi kpada Nukilan.id di ruang kerja Kabag Hukum Pemerintah Aceh, Senin (09/8/2021).

Menurut Junaidi, didalam Qanun Aceh nomor 6 tahun 2015 ada disebutkan Ketentuan Peralihan Pasal 53, diantaranya;

1. Pada saat berakhir masa tugas BRA, seluruh kekayaan BRA menjadi aset Pemerintah Aceh.

2. Setelah berakhir masa tugas BRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), status Pegawai Negeri Sipil Daerah/Pusat yang dipekerjakan pada BRA dan Satpel BRA Kabupaten/Kota dikembalikan ke instansi induk masing-masing.[]

Reporter: Irfan

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News