NUKILAN.id | Banda Aceh – Meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Aceh, terutama di lingkungan pendidikan, belum mendapatkan perhatian serius dari para calon gubernur yang akan berlaga di Pilkada 2024. Meski isu ini kian mendesak, dua pasangan calon, yakni Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi dan Muzakir Manaf-Fadhlullah, tampaknya lebih memusatkan visi dan misi mereka pada sektor lain seperti ekonomi, tata kelola pemerintahan, penerapan Syariat Islam, serta keadilan sosial.
Menurut analisis dari Nukilan.id, visi kedua pasangan calon tersebut belum menunjukkan komitmen khusus dalam menangani kekerasan seksual di Aceh, terutama di sekolah-sekolah. Padahal, lingkungan pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak dan remaja dalam membangun masa depan. Ketidakjelasan sikap ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat yang menuntut perlindungan lebih tegas terhadap perempuan dan anak.
Direktur Flower Aceh, Riswati, mengungkapkan bahwa pemerintah daerah, termasuk para calon pemimpin, harus memperlihatkan komitmen nyata dalam menangani kekerasan seksual. Dalam wawancara dengan Nukilan.id, Riswati menegaskan bahwa diperlukan langkah konkret untuk melindungi korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
“Kami ingin melihat tindakan yang lebih tegas dari calon pemimpin daerah terkait kekerasan seksual di sekolah. Isu ini tidak bisa terus diabaikan karena berdampak langsung pada generasi muda Aceh,” ungkap Riswati pada Selasa (22/10/2024).
Lebih lanjut, Riswati juga menyoroti pentingnya revisi Qanun Jinayah sebagai langkah awal untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual. Menurutnya, aturan tersebut perlu diperbaiki agar lebih responsif terhadap korban perempuan dan anak. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang cepat, tegas, dan berpihak pada korban.
“Revisi Qanun Jinayah harus segera dilakukan. Hukum yang ada saat ini masih kurang melindungi korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak. Proses hukum yang lebih cepat dan adil sangat dibutuhkan,” tambahnya.
Selain revisi qanun, Riswati menegaskan bahwa pemerintah harus berkomitmen untuk mengalokasikan anggaran yang memadai guna mendukung program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Menurutnya, anggaran yang tepat sasaran sangat penting untuk memastikan perlindungan dan pemberdayaan perempuan serta anak berjalan efektif.
“Anggaran yang jelas dan program yang berkelanjutan harus menjadi prioritas, terutama dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual. Tanpa dukungan anggaran yang memadai, upaya perlindungan hanya akan menjadi janji kosong,” katanya.
Isu kekerasan seksual di Aceh kini semakin memerlukan perhatian serius, terutama dengan meningkatnya jumlah kasus yang melibatkan anak-anak dan perempuan. Jika tidak segera menjadi fokus utama, dikhawatirkan masa depan generasi muda Aceh akan semakin terancam oleh lingkungan pendidikan yang tak lagi aman. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah