NUKILAN.ID | Tapaktuan – Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-PAS), T. Sukandi, menilai sebanyak 160 dari 260 keuchik (kepala desa) di Kabupaten Aceh Selatan yang bekerja sama dengan vendor PT MKM dalam proyek pembuatan website desa digital berpotensi dijerat tindak pidana korupsi (Tipikor). Proyek tersebut disebut-sebut menelan anggaran sekitar Rp6 juta per desa.
“Jika benar program ini sudah menjadi bancakan rasuah (korupsi), maka sangat kita sayangkan karena para keuchik yang terlibat dapat disangka dan dijerat telah memperkaya diri sendiri dan orang lain,” ujar T. Sukandi di Tapaktuan, Sabtu (4/10/2025).
Ia menegaskan, hal tersebut jelas diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, yang menyebutkan, “Barang siapa dengan sengaja memperkaya dirinya sendiri atau memperkaya diri orang lain dengan memakai uang negara maka itu adalah Tipikor.”
Menurut Sukandi, kondisi ini menjadi ironi karena selama ini para keuchik di Aceh Selatan kerap dijadikan “sapi perah” oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab melalui berbagai modus penggerogotan dana desa. Modus tersebut biasanya dikemas dalam bentuk program seperti bimbingan teknis (Bimtek), studi banding, pengadaan buku pustaka desa, hingga tahun ini muncul program Website Desa Digital.
Sukandi menyebut, apabila proyek tersebut terbukti tidak sesuai spesifikasi teknis dan aparat penegak hukum (APH) menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup, maka proses penyelidikan dan penyidikan patut segera dilakukan.
Terlebih, kata dia, Jaksa Agung RI Burhanudin telah menegaskan larangan bagi para jaksa untuk “bermain-main” dalam urusan proyek daerah.
“Maka oleh karena itu kepada insan Adhyaksa mesti dapat menjaga integritas dan kepercayaan publik karena institusi ini di Jakarta sedang melakukan bersih-bersih,” ujarnya.
Sukandi juga tidak menampik bahwa setiap program di desa sejatinya memiliki nilai positif bagi masyarakat. Namun, ia menilai implementasinya justru sarat kepentingan bisnis.
“Solusi yang dapat kami tawarkan kepada para kepala desa yang telah menyetorkan uang Rp6 juta/desa kepada vendor agar diminta dikembalikan dengan kolektif secara tertulis serta dipublikasi melalui media dan bila hal ini dilakukan secara bersama-sama maka para Keuchik dapat terlepas dari proses jerat hukum,” pungkas Sukandi.
Sementara itu, Kepala DPMG Aceh Selatan, Agustinur SH, mengakui bahwa sebagian gampong di daerah itu memang telah mengalokasikan anggaran dana desa tahun 2025 sebesar Rp6 juta per desa untuk pembuatan website digital.
“Ini memang program pemerintah pusat. Namun untuk tahun 2025 ini belum semua desa menganggarkannya. Ada yang sudah dan ada yang belum,” ujarnya.
Kabid Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Gampong DPMG Aceh Selatan, Masrizal SE, menjelaskan bahwa pengembangan desa digital merupakan konsep pembangunan desa berbasis teknologi, seperti internet dan telekomunikasi, dengan fokus pada pembuatan website desa ber-domain pemerintah (desa.id).
“Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Desa dan Daerah Tertinggal Nomor 2 tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa tahun 2025,” jelasnya.
Masrizal menambahkan, pelaksanaan kegiatan tersebut mengacu pada Peraturan LKPP Nomor 2 Tahun 2019 tentang pedoman penyusunan tata cara pengadaan barang/jasa di desa. “Namun dalam hal pengadaan tidak dapat dilakukan secara swakelola maka pengadaan tersebut dapat dilakukan melalui penyedia baik sebagian maupun seluruhnya,” ujarnya.
Ia juga menyebut, Bupati Aceh Selatan H. Mirwan telah mengeluarkan surat Nomor 414.25/462/2025 tertanggal 21 Mei 2025 perihal penerapan Website Gampong. Surat tersebut mengimbau agar para keuchik terlebih dahulu berkoordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sebelum melaksanakan kegiatan tersebut.
Ketika ditanya berapa jumlah desa yang telah menerima penawaran dan menyetorkan anggaran kepada vendor, Masrizal mengaku belum mengetahui secara pasti.
“Tidak dikoordinasikan dengan kita makanya kita tidak tahu data jumlah desa yang telah menerima penawaran dan telah menjalankan proyek tersebut. Proyek itu mutlak desa yang mengerjakannya, kita telah membuat spesifikasi teknis yang dituangkan dalam surat Bupati Aceh Selatan beberapa waktu lalu,” kata Masrizal.
Ia menambahkan, saat ini pihaknya sedang melakukan tracking untuk memastikan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan program di desa-desa berjalan sebagaimana mestinya.