Nukilan.id – Dekan Fakultas Hukum Abulyatama Wiratmadinata, SH., MH., mengatakan Demokrasi yang dijalankan di Aceh tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam dan tidak bisa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 serta ideologi negara Pancasila.
“Apabila praktek demokrasi kita dalam kontek politik bertentangan dengan prinsip-prinsip persatuan Indonesia, maka dengan sendirinya betentangan dengan prinsip hukum Indonesia, dan dalam kontek Aceh bertentangan dengan Syariat Islam,” kata Wiratmadinata pada Diskusi Publik “Demokrasi Sebagai pilar Pembangunan Aceh” yang digelar virtual Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana Aceh Jogjakarta (Himpasay) di Aula Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian (Diskominsa) Aceh, Banda Aceh, Kamis (8/7/2021).
Menurut Wira, di Indonesia–dalam konteks apapun–haruslah berdasar konstitusi, dan diatas konstitusi terdapat filosofi atau dasar negara yang bernama pancasila.
“Filosofi atau dasar negara UUD 45 tidak mungkin dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Begitu juga produk Undang-undang lain, harus mengacu pada konstitusi Pancasila,” ujar Wira.
Dijelaskan, dalam pemahamanya bahwa Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang memiliki paradigma Pancasila.
Tidak jauh berbeda, Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh Prof. Drs. Yusny Saby, MA., Ph.D, juga menyebutkan keberagaman demokrasi yang dianut negara-negara di dunia, semua memiliki karakteristiknya tersendiri.
“Namun yang juga terpenting bagi generasi muda adalah mengawal para pelaku demokrasi yang merupakan politisi agar tidak melenceng dari garis yang seharusnya,” jelas Yusny Saby.
Dijabarkan Porf. Yusny bahwa politik bukanlah segala-galanya. Di atas politik ada agama, akhlak, moral, adab, etika, hingga kepatutan.
Untuk itu–Prof. Yusny Saby–mengingatkan mahasiswa agar tidak membenci politik. Para mahasiswa dituntut untuk paham politik agar tidak menjadi korban politik.
“Disinilah peran anda. Melihat pelaku demokrasi ini, sudahkah mereka itu berada di perannya masing-masing,” katanya.
Yusny Saby menyebut boleh saja para pelaku demokrasi adalah kader partai, namun seharusnya juga menjadi kader bangsa dan menjadi negarawan.
Diskusi publik yang diikuti dari kalangan mahasiswa itu dibuka langsung Gubernur Aceh Nova Iriansyah secara virtual dan dihadiri Istri Gubernur Dyah Erti Idawati.[ji]