Nukilan.id – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan, penetapan Tersangka terhadap kasus korupsi beasiswa yang telah di umumkan oleh pihak Polda Aceh, terfokus pada “oknum pelaku” di level kebijakan administrasi dan belum menyentuh pada aktor “pemilik modal” yang terlibat sejak awal dari perencanaan, penganggaran, dan mengusul nama nama penerima beasiswa.
“Ada 23 Orang dengan istilah mareka, Koordinator atau Perwakilan dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang memiliki kewenangan dalam kasus beasiswa kepada mahasiswa,” kata Alfian Dalam keterangannya kepada Nukilan.id Rabu (2/3/2022).
Menurut Alfian, lahirnya istilah koordinator atau perwakilan anggota DPRA, berdasarkan perintah atau desain aktor. karena ditingkatan tersebut pemotongan atau korupsi beasiswa terjadi.
Selanjutnya kalimat koordinator atau perwakilan tersebut tidak dikenal dalam administrasi Negara dan Daerah. Sehingga Polda Aceh penting dan patut mengembangkan penyidikan berlanjut terhadap keberadaan 23 orang tersebut. Jelasnya
“Siapa yang memberikan kewenangan bagi mareka dan atas perintah siapa,” ucapnya.
Lanjutnya, dalam penetapan Tersangka yang telah diumumkan, atas inisial RK, di sangkakan bukan atas sebagai Koordinator atau perwakilan dari Anggota DPRA. akan tetapi inisial tersebut sebelumnya juga menerima beasiswa pendidikan dan kembali mendapatkan beasiswa di tahun 2017.
Karna menerima dua kali beasiswa dan ini bertentangan dengan Pergub 58 Tahun 2017. dan kemudian pertayaannya adalah atas inisial tersebut, siapa anggota DPRA yang telah memerintahkan RK,” tanya Alfian.
Menurutnya, kasus korupsi beasiswa Aceh secara kontruksi kasus ini tidak akan selesai kalau ada upaya aktor “diselamatkan” seharusnya kemauan yang kuat bagi Polda untuk mengusut secara utuh aktornya.
Sehingga tidak meninggalkan pesan pada publik, kalau politisi atau orang berpengaruh tidak dapat tersentuh hukum dan ini sangat berimplikasi pada kepercayaan publik. padahal modus pemotongan dalam kasus kejahatan luar biasa dengan sangat mudah untuk mengusutnya,” ungkap Alfian.
Oleh karena itu, MaTA mempertanyakan kepada Polda Aceh, apa urgensinya sehingga kasus korupsi beasiswa tidak diusut secara utuh dan upaya “mengamankan” aktor sejak awal sangat kelihatan ( sudah 3 kepemimpinan Polda). padahal publik sudah sangat sabar menunggu atas kinerja penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut dan ini menjadi tanda tanya publik sejak dulu.
Perlu Political Will yang kuat untuk Kapolda Aceh dalam menyelesaikan kasus korupsi beasiswa secara utuh dan kami percaya kasus korupsi tersebut tidak berdiri pada orang orang di level kebijakan administrasi saja akan tetapi sebagai “pemilik modal” aktor patut di tetapkan tersangka sehingga rasa keadilan tidak selalu tercederai dan pelaku juga tidak tersendera oleh kasus tersebut,” tutur Alfian.