NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Komisi VII DPR RI menyoroti perbedaan harga semen yang dinilai tidak wajar antara Aceh dan Sumatera Utara. Padahal, pabrik produsen semen tersebut, PT Solusi Bangun Andalas (SBA), beroperasi langsung di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengungkapkan keheranannya usai melakukan kunjungan kerja (reses) masa persidangan I tahun 2025–2026 ke PT SBA pada Jum’at (24/10/2025).
“Semen yang dikirim ke Medan dan kembali lagi ke Aceh justru lebih murah harganya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa bisa lebih murah di luar daerah?” ujar Saleh dalam pertemuan dengan manajemen PT SBA.
Menurut Saleh, kondisi tersebut menunjukkan adanya kelemahan dalam kontrol pasar dan distribusi semen oleh pihak perusahaan. Karena itu, Komisi VII mendesak agar induk perusahaan PT SBA segera menertibkan tata distribusi dan melakukan pengawasan harga secara transparan.
Selain soal harga, Komisi VII juga menyoroti sejumlah persoalan lain, seperti belum maksimalnya penggunaan mesin produksi, perlunya penertiban penggerukan klinker di pelabuhan, serta peningkatan kontribusi program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bagi masyarakat sekitar.
“Kami minta Kementerian Perindustrian menindaklanjuti temuan lapangan ini. Persoalan harga hingga efisiensi produksi harus diperbaiki agar industri semen di Aceh bisa bersaing,” tegas Saleh.
Bupati Aceh Besar Soroti Kapasitas Produksi
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Aceh Besar Muharram Idris atau akrab disapa Syech Muharram, menegaskan bahwa daerahnya memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah sebagai bahan baku utama semen, seperti batu kapur, pozzolan, dan pasir besi.
“Aceh Besar ini sangat kaya. Kita punya semua bahan bakunya, tapi pabrik semen di sini masih kecil. Di daerah lain seperti Padang, pabriknya besar dan produksinya tinggi. Kami juga ingin maju seperti provinsi lain,” ujar Syech Muharram.
Ia berharap PT SBA dapat memperluas kapasitas produksi agar kontribusinya terhadap pembangunan daerah semakin besar. Selain itu, Bupati juga menekankan pentingnya komitmen perusahaan terhadap perjanjian awal dengan masyarakat sejak pabrik semen berdiri di Lhoknga pada era 1980-an.
Syech Muharram turut menyoroti pelaksanaan CSR yang menurutnya perlu disalurkan langsung ke desa-desa tanpa bergantung pada proposal.
“Kalau menunggu proposal, ada desa yang aktif dan ada yang tidak. Akibatnya pembagian tidak merata. CSR itu harus dirasakan adil oleh seluruh masyarakat,” tegasnya.
Kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ini diharapkan menjadi momentum pembenahan industri semen di Aceh. Pemerintah daerah berharap keberadaan perusahaan besar seperti PT SBA membawa manfaat nyata bagi masyarakat sekitar.
“Kami mendukung investasi dan industri, tapi harus seimbang dengan kesejahteraan masyarakat di sekitar pabrik,” pungkas Bupati Aceh Besar.






