NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Pemerintah Aceh bekerja sama dengan UNICEF dan Flower Aceh menggelar pelatihan pengenalan Program Gizi Terintegrasi bagi kepala sekolah dan guru SD/MI di Banda Aceh dan Aceh Besar. Pelatihan yang berlangsung pada 18–19 Juni 2025 di Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Aceh ini diikuti oleh perwakilan dari 10 sekolah terpilih.
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya menjawab tantangan gizi anak yang semakin kompleks, termasuk meningkatnya angka obesitas dan gizi lebih di kalangan anak usia sekolah.
Dalam sambutannya, dr Rauyani, Kepala Bagian Kesejahteraan dan Pembinaan Sosial Setda Aceh, menyampaikan bahwa persoalan gizi anak dan remaja di Aceh masih memerlukan perhatian lebih. Ia menekankan bahwa obesitas sudah menjadi ancaman serius bagi generasi muda.
“Banyak anak, terutama perempuan, terpapar standar kecantikan tidak realistis dari media sosial. Pola makan pun terpengaruh, dan tidak sedikit yang mengalami tekanan mental serta perundungan akibat bentuk tubuh mereka,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya peran keluarga, sekolah, dan kerja sama lintas sektor dalam memastikan pemenuhan hak dasar anak, termasuk gizi dan kesehatan. Menurutnya, delapan fungsi keluarga harus diperkuat, sementara guru dan kepala sekolah memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan ramah anak.
Kepala Perwakilan UNICEF Aceh, Andi Yoga Tama, dalam paparannya menyebut bahwa anak-anak di Aceh menghadapi tiga beban gizi sekaligus: stunting, kekurangan gizi mikro, dan obesitas. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (2023), prevalensi obesitas anak usia 5–12 tahun di Aceh mencapai 17,6 persen, jauh di atas rata-rata nasional yang sebesar 10,8 persen.
“Masalah ini bukan semata soal kemiskinan. Pola makan yang tidak sehat, tingginya konsumsi gula, serta kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor utama. Banyak anak juga kecanduan gawai dan minim aktivitas gerak,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa dampak obesitas tak hanya terbatas pada kesehatan fisik, tetapi juga menyentuh aspek psikologis, seperti perundungan, gangguan mental, hingga risiko depresi dan kekerasan.
Sebagai bagian dari intervensi, UNICEF melalui Flower Aceh memperkenalkan berbagai pendekatan edukatif, termasuk buku cerita Kekuatan Gizi Seimbang, permainan edukatif Petualangan Bergizi, serta kampanye anti-bullying. Pelibatan guru, kepala sekolah, dan pengelolaan kantin sehat menjadi fokus dari strategi ini.
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, mengatakan bahwa pelatihan ini menjadi langkah awal untuk membangun sekolah dan madrasah yang lebih peduli terhadap isu gizi anak.
“Kita tidak bisa hanya fokus pada penurunan stunting. Lonjakan obesitas anak harus menjadi perhatian utama. Jika tidak ditangani sejak dini, dampaknya akan serius terhadap masa depan anak, baik dari aspek fisik, mental, maupun sosial,” tegasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya peran guru sebagai agen perubahan. “Kami ingin guru-guru menjadi fasilitator aktif dalam membentuk kebiasaan sehat anak-anak di lingkungan sekolahnya,” ujarnya.
Selama pelatihan, peserta mendapatkan berbagai materi praktis mulai dari layanan gizi anak, pembinaan kantin sehat, cara membaca label pangan, hingga kegiatan fisik yang bisa diterapkan di kelas. Pelatihan dilakukan dengan metode presentasi, praktik microteaching, diskusi kelompok, dan penyusunan rencana tindak lanjut (RTL).
Program ini merupakan bagian dari kerja sama UNICEF dan Pemerintah Indonesia dalam AWP 2025, yang diharapkan mampu mendorong perubahan positif di lingkungan sekolah dalam mendukung kesehatan dan gizi anak.
Editor: Akil