Pemkab Aceh Utara Susun Strategi Daerah Cegah Perkawinan Anak

Share

NUKILAN.ID | LHOKSUKON – Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mulai menyusun Strategi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak (Strada PPA) sebagai langkah menekan angka pernikahan usia dini di wilayah tersebut.

Pertemuan awal tim penyusun digelar pada Jumat (13/6/2025) di ruang Operation Room Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara. Kegiatan ini didukung oleh Flower Aceh, Konsorsium Permampu-INKLUSI, dan dihadiri perwakilan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Forum Anak, lembaga layanan, serta tokoh masyarakat.

Penyusunan dokumen ini bertujuan membangun pemahaman bersama, mengidentifikasi data pendukung, serta menyusun kerangka kerja strategi di tingkat kabupaten.

Asisten I Sekdakab Aceh Utara, Dr Fauzan, menyebutkan bahwa praktik perkawinan anak masih menjadi persoalan darurat meskipun secara nasional angkanya menunjukkan penurunan.

“Perkawinan anak merupakan persoalan darurat. Meski secara nasional angkanya menurun, praktik ini tetap terjadi dan berdampak besar terhadap masa depan anak,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa pernikahan di usia anak dapat berisiko tinggi terhadap kesehatan, memicu putus sekolah, kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga stunting.

Akan Diintegrasikan ke Dokumen Pembangunan

Pemerintah daerah menyatakan komitmennya untuk mengintegrasikan strategi ini ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“Ini bukan sekadar soal regulasi, tapi soal menyelamatkan generasi muda kita. Harus ada aksi nyata yang melibatkan semua pihak,” tambah Fauzan.

Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Amrina Habibi, menilai strategi pencegahan perkawinan anak perlu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya lokal, termasuk norma adat dan peran tokoh agama.

“Strategi nasional sudah ada, tapi tidak bisa langsung kita copy paste. Kita perlu pendekatan yang sesuai dengan realitas sosial dan kultural di sini,” katanya.

Senada, Kabid Perlindungan Anak pada Dinas Sosial PPPA Aceh Utara, Husniah, menekankan pentingnya upaya preventif agar anak tidak menikah di usia di bawah 19 tahun. Ia menyarankan perlunya sosialisasi luas serta menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara sehat.

“Pentingnya memperbanyak sosialisasi tentang pencegahan perkawinan anak <19 tahun, termasuk memastikan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan anak, jangan sampai terjerumus pada pergaulan bebas. Semoga kehadiran kebijakan yang melindungi ini dapat memperkuat dan menekan angka pernikahan di bawah usia 19 tahun, dan mendukung tercapainya Aceh Utara menjadi generasi emas tahun 2045,” ujarnya.

Perspektif Tokoh Agama dan Aparat Penegak Hukum

Mewakili unsur tokoh agama, H. Jamaluddin Ismail (Walidi) menyampaikan bahwa dalam Islam, perkawinan harus membawa kemaslahatan dan mencegah kerusakan, sebagaimana prinsip Maqashid Syariah.

“Perkawinan dalam Islam disyaratkan harus mendatangkan maslahah (kebaikan) dan menghindari mafsadah (kerusakan). Melalui pendekatan Maqashid Syariah atau tujuan utama dari Syariat Islam. Dalam perkawinan penting memastikan tiga aspek dalam kehidupan manusia, yaitu menjaga al-nafs (jiwa), menjaga al-‘aql (akal) dan menjaga al-nasl (keturunan),” jelasnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Aceh Utara, AKP Dr Bustani, menegaskan perlunya penguatan perlindungan terhadap perempuan dan anak.

“Penting optimalkan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh supaya mendapatkan perlindungan terpadu,” tegasnya.

Dorongan Kolaboratif dari Masyarakat Sipil

Direktur Flower Aceh, Riswati, mengingatkan bahwa upaya pencegahan tidak cukup hanya dengan regulasi. Menurutnya, pendekatan berbasis komunitas sangat diperlukan agar terjadi perubahan pola pikir dan budaya yang selama ini melanggengkan praktik perkawinan anak.

“Tidak cukup hanya dengan regulasi. Harus ada perubahan pola pikir dan dukungan nyata dari komunitas. Itulah mengapa pendekatan berbasis masyarakat sangat penting,” ujarnya.

Staf Flower Aceh, Gebrina Rezeki, menambahkan bahwa dokumen Strada PPA tingkat provinsi yang baru saja difinalisasi akan menjadi rujukan penting. Namun, menurutnya, dokumen kabupaten harus disusun secara partisipatif dengan memperhatikan kondisi lokal.

“Kita berharap proses ini menghasilkan strategi yang partisipatif dan benar-benar menjawab persoalan di lapangan,” kata Gebrina.

Tantangan dan Rencana Aksi

Dalam diskusi, peserta menyebut beberapa tantangan seperti rendahnya pemahaman masyarakat tentang usia ideal menikah, kuatnya pengaruh adat, dan lemahnya pengawasan terhadap pernikahan dini yang tak tercatat resmi.

Beberapa rencana aksi yang disepakati antara lain:

  • Melibatkan Forum Anak dalam penyusunan dan sosialisasi Strada PPA.

  • Memberikan pelatihan kepada pendamping desa untuk menyampaikan informasi ke masyarakat pelosok.

  • Menyediakan layanan konseling keluarga melalui BP4, Puspaga, dan LK3 dalam kasus dispensasi pernikahan.

  • Memperbaiki sistem pencatatan nikah agar pernikahan anak tidak luput dari pemantauan.

  • Mengoptimalkan forum kolaboratif yang sudah ada di tingkat kabupaten.

Pertemuan ditutup dengan komitmen bersama seluruh peserta untuk terlibat aktif dalam penyusunan dan pelaksanaan Strada PPA. Kolaborasi lintas sektor dinilai penting agar strategi ini benar-benar dapat diimplementasikan dan tidak berhenti sebatas dokumen.

Editor: AKil

spot_img
spot_img

Read more

Local News