Usulan DOB Menggunung, Pengamat Pertanyakan Strategi Pemerintah

Share

NUKILAN.id | JAKARTA – Usulan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) terus membanjiri meja Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hingga April 2025, tercatat sebanyak 341 usulan telah masuk, mencakup pembentukan 42 provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, 6 daerah istimewa, dan 5 daerah khusus.

Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI pada Kamis, 24 April 2025 lalu.

Menanggapi derasnya arus usulan pemekaran wilayah tersebut, pengamat kebijakan publik Indonesia, Nicholas Martua Siagian, mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menyikapi fenomena ini.

“Tidak salah jika setiap daerah mengajukan pemekaran wilayah, bahkan mengusulkan status daerah khusus atau istimewa,” ungkapnya kepada Nukilan.id pada Minggu (4/5/2025) .

Menurutnya, semangat pemekaran wilayah seharusnya dibarengi dengan kerangka besar perencanaan nasional yang matang. Tanpa hal itu, kata dia, usulan DOB justru berisiko memperburuk persoalan tata kelola pemerintahan.

“Namun, tanpa strategi dan grand design nasional yang jelas, usulan ini justru berpotensi menjadi persoalan kronis baru yang menjauhkan kita dari semangat reformasi birokrasi dan desentralisasi,” sambungnya.

Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia ini juga menyoroti kondisi keuangan daerah yang pada umumnya masih bergantung pada dana transfer pusat. Dalam kondisi ini, ia mempertanyakan urgensi pemekaran wilayah yang justru dapat membebani anggaran.

“Bagaimana mungkin ketika korupsi di lingkup pemerintahan daerah makin tak terbendung, narasi DOB justru diangkat di forum resmi?” cetus Nicholas.

Menurutnya, pemerintah seharusnya mengalihkan fokus pada penguatan tata kelola daerah yang sudah ada sebelum menambah beban dengan DOB baru.

“Harusnya lebih bijak bila pemerintah mengoptimalkan daerah yang sudah ada, memberikan ‘vaksin teknokratisme’, dan menumbuhkan kemandirian fiskal terlebih dahulu sebelum bicara pemekaran,” ujarnya.

Ia pun mengingatkan, sejarah panjang pemekaran daerah di Indonesia belum banyak menunjukkan hasil yang memuaskan, terutama dari sisi peningkatan kualitas layanan publik dan kapasitas daerah.

“Faktanya, setelah beberapa gelombang pemekaran terdahulu, banyak daerah hanya mekar secara administratif tapi tidak kekar secara kapasitas dan pelayanan publik,” pungkasnya.

Hingga kini, pemerintah pusat belum memberikan sinyal kuat soal kelanjutan moratorium pemekaran yang telah diberlakukan sejak 2014. Sementara itu, deretan usulan terus menumpuk—menjadi pekerjaan rumah besar yang tak kunjung memiliki peta jalan yang pasti. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News