NUKILAN.id | Jakarta – Wacana pembatasan masa jabatan anggota legislatif hingga dua periode kini mengemuka dan mengundang perhatian publik. Sebelumnya, mantan caleg DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Zainul Arifin, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Gugatan ini menuntut agar masa jabatan anggota legislatif dibatasi maksimal dua periode, sejalan dengan pembatasan serupa yang diterapkan pada jabatan Presiden. Menurutnya, pembatasan masa jabatan ini sangat penting untuk menciptakan kesempatan yang lebih adil bagi caleg baru di parlemen.
Untuk mendapatkan pandangan lebih dalam mengenai topik ini, Nukilan.id menghubungi Nicholas Siagian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, yang memberikan perspektifnya terkait usulan tersebut.
Menurut Nicholas, pembatasan masa jabatan anggota legislatif adalah isu yang penting dan mendesak. Dia menyebutkan bahwa, jika mengacu pada Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur hak untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang, maka setiap Warga Negara Indonesia, termasuk mantan calon legislatif, memiliki hak konstitusional untuk mengajukan judicial review terhadap undang-undang yang dianggap merugikan secara konstitusional.
“Adanya pembatasan ini memang menjadi isu penting, perlu dilakukan pembatasan masa jabatan anggota legislatif. Artinya, seharusnya tidak ada jabatan yang bisa diduduki oleh segelintir orang dalam waktu yang tidak terbatas, sekalipun melalui mekanisme Pemilu,” kata Nicholas kepada Nukilan.id, Kamis (31/10/2024).
Ia juga membandingkan dengan posisi eksekutif, seperti Presiden dan Wakil Presiden, yang dibatasi maksimal dua periode, serta beberapa jabatan yudisial yang juga memiliki batas masa jabatan, seperti di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
“Pembatasan ini diharapkan mampu memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan,” tambahnya.
Menanggapi dasar hukum yang diajukan oleh pemohon dalam gugatan ini, Nicholas, yang merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menilai bahwa pasal yang diujikan di Mahkamah Konstitusi sudah sesuai dengan ketentuan konstitusional. Namun, ia menambahkan, diperlukan keterangan akademik yang memadai guna membuktikan potensi kerugian konstitusional yang dialami pemohon atas berlakunya pasal tersebut.
“Dasar hukum yang diajukan pemohon tentunya memerlukan pembuktian akademis untuk memperkuat klaim kerugian konstitusional mereka,” jelas Nicholas.
Menurutnya, hal ini penting agar permohonan tidak hanya berlandaskan pada kepentingan individu, tetapi juga memenuhi aspek keadilan sosial.
Dengan adanya uji materi ini, Nicholas berharap Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan kebutuhan untuk menciptakan batas masa jabatan legislatif, sebagai upaya mewujudkan sistem yang lebih adil dan terbuka bagi seluruh warga negara yang ingin berkontribusi dalam pemerintahan. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah