Darurat Bencana Kekeringan di Aceh Besar

Share

Nukilan.id – Bencana kekeringan yang melanda Aceh Besar dalam lima bulan terakhir membuat warga kesulitan untuk mendapatkan akses air bersih. Krisis air bersih akibat kemarau panjang di Aceh Besar telah meluas ke 29 desa di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Lhoknga dan Peukan Bada, di mana total 19.407 jiwa terdampak akibat krisis ini. Kini warga hanya bisa berharap dari pasokan air bantuan dari pemerintah.

“Kondisi kekeringan tahun ini lebih parah dirasakan dampaknya oleh warga,” ujar Keuchik Lambaro Seubun, Kecamatan Lhoknga, Anum Fuadi dilansir metrotvnews.com, Jumat (9/8/2024). Ribuan warga Lhoknga juga telah melaksanakan salat istisqa untuk meminta hujan.

Selain itu, dampak kekeringan ini juga menyebabkan ratusan hektare sawah di Aceh Besar terancam gagal panen. Dinas Pertanian Aceh Besar mencatat luas lahan yang terdampak kekeringan di daerah tersebut mencapai 538 hektare dari total luas tanam 10.668 hektare.

Dikutip dari antaranews.com, Senin (22/7/2024), Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura pada Dinas Pertanian Aceh Besar, Agus Rizal mengatakan hampir semua wilayah Aceh Besar terdampak kekeringan yang disebabkan faktor el nino, termasuk sawah yang menggunakan irigasi. Untuk mengatasi persoalan ini, kata Agus, pihaknya akan membantu dengan pompanisasi sehingga sawah milik warga dapat teraliri air dengan cukup saat musim tanam.

Dampak dari kekeringan ini mengakibatkan produksi padi di Aceh mengalami penurunan. Pada tahun 2022 produksi padi di Aceh berada di angka 1,5 juta ton, sementara tahun 2023 mengalami penurunan menjadi 1,4 juta ton. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Cut Huzaimah menatakan pihaknya bersama pemangku kebijakan terkait lainnya telah menyusun strategi untuk menghindari darurat pangan. Dia menambahkan walaupun saat ini status Aceh masih surplus pangan, namun tentunya tak ingin melihat Aceh mengalami defisit pangan.

Menanggapi hal ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar, pada Senin (8/7/2024) telah memberlakukan status Siaga Darurat Bencana Kekeringan di Aceh Besar, khususnya di Kecamatan Lhoknga. Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar juga telah mendirikan Posko Siaga Darurat di kantor Camat Lhoknga.

“Kita mau penanganan kekurangan air bersih akibat terdampak kekeringan di Kecamatan Lhoknga dilakukan secara konprehensif, baik penanganan jangka pendek hingga upaya berkelanjutan,” kata Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto, Senin (8/7/2024).

BPBD Aceh Besar juga telah mendistribusikan sekitar tiga juta liter air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Aceh Besar yang dilanda krisis air bersih. Kepala BPBD Aceh Besar, Ridwan Jamil menyebutkan distribusi air bersih ini dibantu oleh tim petugas gabungan terdiri dari BPBD, TNI, Polri, Manggala Agni, Tagana, yang disiagakan di delapan posko tanggap darurat sejak awal Juni lalu. Sumber air yang digunakan berasal dari dua tempat penampungan milik Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Aceh, salah satunya berlokasi di Kecamatan Lebung, Aceh Besar, dan objek wisata kolam Mata Ie di Kecamatan Darul Imarah.

“Syukurnya ketersediaan air dalam jumlah yang cukup aman untuk warga Aceh Besar yang membutuhkan selama masa kekeringan ini,” kata Ridwan dilansir antaranews.com, Rabu (7/8/2024).

Faktor Meteorologi dan Klimatologi

Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Universitas Syiah Kuala (USK) dan peneliti sains atmosfer Pusat Riset Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) USK, Dr YopiIlhamsyab menjelaskan faktor-faktor penyebab kekeringan di Aceh dipengaruhi oleh faktor meteorologi dan klimatologi seperti fenomena el nino dan pola curah hujan di mana sangat kurang menjadi beberapa penyebab terjadinya kekeringan di Aceh Besar saat ini.

El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.

“Selain itu, faktor antropogenik seperti deforestasi dan alih fungsi lahan juga memperparah kondisi ini,” ujar Yopi dikutip dari rri.co.id, Kamis (4/7/2024).

Sementara Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebutkan sebanyak 19 provinsi di Indonesia saat ini telah memasuki musim kemarau, di antaranya, Aceh, Sumatera Utara, Riau, pesisir utara dan selatan Pulau Jawa, Bali bagian Selatan, NTB dan Sebagian NTT. Kondisi kekeringan selama kemarau tersebut diprediksi akan mendominasi hingga September mendatang.

Dwikorita menyarankan agar pemerintah daerah selalu memastikan koneksitas jaringan irigasi dari waduk ke kawasan yang terdampak kekeringan benar-benar memadai agar upaya modifikasi cuaca dapat terlaksana dengan efektif dan efisien dalam memitigasi potensi bencana kekeringan.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh sejak 2023 telah mewanti-wanti dampak dari el nino yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan krisis air di Aceh. Direktur Walhi Aceh, Ahmad Salihin mengingatkan bila pemerintah Aceh lengah dan tidak memiliki strategi yang terintegrasi dalam mengatasi hal ini, maka dikhawatirkan akan berdampak pada kekeringan hingga krisis air, baik untuk dikonsumsi maupun untuk keperluan lahan pertanian dan perkebunan.

“Ini ancaman nyata, pemerintah Aceh tidak boleh lengah karena bukan hanya karhutla saja. Kekeringan hingga krisis air dan juga banjir akibat anomali cuaca perlu diwaspadai,” kata Ahmad Shalihin dalam keterangannya, Rabu (26/7/2023).

Bila ini terjadi, sebutnya, akan berdampak pada produktivitas pangan atau ketahanan pangan dalam jangka panjang. Potensi gagal panen karena krisis air atau kekeringan dampak dari el nino tersebut tak terhindarkan lagi. Selain itu, fenomena ini juga bisa menyebabkan dampak kelaparan jika tidak ditangani dengan baik dan karena itu harus segera dicarikan solusinya.

Kerusakan Karst

Deputi Walhi Aceh, Muhammad Nasir pada 27 Oktober 2023 lalu mengatakan krisis air bersih yang terjadi di Aceh Besar disebabkan oleh terganggunya sistem karst di wilayah tersebut. Dia menambahkan, struktur lahan berupa gunung di Aceh Besar yang di dalamnya terdapat kawasan karst yang terhubung satu sama lain. Ketika kesatuan karst ini terdampak maka akan mempengaruhi kesatuan lainnya.

Penambangan batu gamping yang dilakukan oleh PT Solusi Bangun Andalas (SBA), kata Nasir adalah salah satu faktor yang mengganggu keseimbangan lingkungan di Aceh Besar. Laporan yang diterima Walhi Aceh, warga yang berada sekitar pabrik semen sering mengeluh krisis air yang tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Airnya pun jadi berwarna kuning dan bercampuk minyak hasil dari limbah pabrik. Pihak perusahaan, sebut Nasir, harus bertanggung jawab atas kerusakan tersebut dan bersama dengan pemerintah mencarikan solusi untuk pemulihan lingkungan.

“Warga di Gampong Naga Umbang dan sekitarnya mengeluh kualitas air di sana berwarna kuning dan berminyak,” ujar Nasir dikutip dari inews.id, Jumat, 27 Oktober 2023.

Walhi Aceh dalam Kertas Kebijakan Usulan Masyarakat Sipil terhadap Revisi Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRW) Tahun 2013-2033 menyebutkan Kawasan bergambut, gunung karst, dan hutan mangrove belum mendapatkan perhatian serius dalam Qanun RTRW sehingga terancam hilang akibat laju investasi. Padahal gunung karst merupakan ekosistem yang unik, sehingga penting diselamatkan dan secara tata ruang ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi.

Beberapa di antaranya adalah gunung karst di Kaloy, Aceh Tamiang yang terancam rusak atau hilang akibat aktivitas PT Tripa Semen Aceh, gunung karst Guha Tujoh di Pidie terancam oleh aktivitas PT Semen Indonesia, dan gunung karst di Aceh Besar yang terancam hilang oleh aktivitas PT Solusi Bangun Andalas yang telah mengakibatkan krisis air bersih di Lhoknga dan sekitarnya.

Hal senada disampaikan dosen teknik lingkungan Universitas Serambi Mekkah (USM) Aceh, TM Zulfikar. Dia mengatakan Pemkab Aceh Besar perlu memperbaiki wilayah karst di kawasan Lhoknga untuk mencegah kekeringan yang terus berulang. Diperlukan langkah jangka panjang untuk mengatasi persoalan ini karena kasus kekeringan berulang hampir setiap tahun.

Beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah, kata TM Zulfikar di antaranya perencanaan program seperti perlindungan sumber air di wilayah sungai yang mengalir ke Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar Lhoknga melalui upaya konservasi sumber daya air.

“Perlu perbaikan wilayah karst yang sudah mulai rusak dan tidak lagi mampu menyimpan air,” ujar TM Zulfikar dinukil antaranews.com, Rabu (10/7/2024). ***

Reporter: Sammy

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News