Nukilan.id – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak secara tegas Pj Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang untuk melakukan evaluasi khusus secara menyeluruh terhadap kinerja Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).
“Kami menilai dewan kawasan sabang tidak memiliki perhatian yang serius, apalagi berdasarkan informasi yang kami dapatkan kepala BPKS yang sekarang jarang berada di tempat, dan tentunya hal tersebut sangat mempegaruhi kinerja manajemen BPKS,” kata Koordinator MaTA Alfian dalam ketereangannya kepada Nukilan, Rabu (7/6/2023).
Menurutnya, hal tersebut menciptakan kesan di kalangan publik bahwa BPKS dikelola oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan dampak positif yang diharapkan terhadap Aceh sejak pembentukannya pada tahun 2000.
“Sementara pembiayaan Negara terhadap keberlangsungan kinerja BPKS sejak dulu sampai sekarang telah mengeluarkan uang yang begitu besar. Sehingga patut menjadi perhatian penuh bagi pihak yang bertangung jawab untuk memastikan BPKS berjalan sesuai dengan harapan publik semua,” ujarnya.
Berdasarkan penelusuran dan analisis MaTA terhadap kinerja BPKS, evaluasi khusus perlu dilakukan dengan alasan-alasan berikut:
Aspek Pengelolaan Aset
Berdasarkan Laporan Kajian Fiskal Regional Provinsi Aceh Tahun 2022 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan-Kementerian Keuangan Republik Indonesia, BPKS Sabang merupakan satker yang menyumbang PNBP terkecil pada satker BLU Pusat.
Pendapatan BPKS Sabang hanya sebesar Rp4,18 miliar, meskipun mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar Rp3,58 miliar. Hal ini disebabkan oleh kurang optimalnya layanan pelabuhan dan kawasan yang disediakan oleh konsorsium swasta, yang masih terkendala oleh regulasi pemanfaatan aset BLU. Regulasi ini seharusnya menjadi perhatian utama oleh pihak manajemen BPKS.
Bandingkan dengan kampus USK yang menjadi penyumbang PNBP terbesar dari satker BLU di Aceh, sebesar Rp261,36 miliar atau 68,90 persen, dan diikuti oleh UIN Ar-Raniry sebesar Rp91,7 miliar.
Dalam pengelolaan aset, BPKS terlihat tidak serius, padahal anggaran yang besar telah digunakan untuk membangun aset tersebut. Oleh karena itu, evaluasi terhadap manajemen komersialisasi dan tata kelola barang milik Negara (BMN) di lingkungan BPKS perlu dilakukan, termasuk memastikan jenis dan nilai BMN yang dimiliki.
Aspek Perizinan Terpadu
Proses pelimpahan kewenangan pengusahaan Kawasan Sabang dari Pemerintah, terutama dalam penerbitan NSPK (norma standar prosedur dan kriteria) serta aturan lainnya, belum tuntas. Potensi tumpang tindihnya aturan pelaksanaan investasi di Kawasan Sabang juga masih menjadi catatan hingga tahun 2023 (atau 23 tahun setelah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang diterbitkan).
Pemerintah Aceh, Pemerintah Kota Sabang, dan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar belum sepenuhnya menyerahkan kuasa perizinannya kepada BPKS. Layanan perizinan dari Pusat Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) masing-masing pemerintah tersebut masih berlangsung secara terpisah.
Masih terdapat berbagai Kementerian/Lembaga yang memiliki tugas dan fungsi penerbitan izin yang juga masih menyelenggarakan aspek perizinannya di Kawasan Sabang. Oleh karena itu, penting untuk adanya harmonisasi dan sinkronisasi bidang perizinan dan non-perizinan di Kawasan Sabang dengan melibatkan pemerintah pusat.
Aspek Kelembagaan Dewan Kawasan Sabang
Dewan Kawasan Sabang (DKS) terdiri dari Gubernur Aceh, Walikota Sabang, dan Bupati Aceh Besar. Kepemimpinan dan periode anggota DKS ditetapkan oleh Presiden, sesuai dengan Undang-Undang Kawasan Sabang.
Berdasarkan penelusuran, ditemukan dua keputusan Presiden yang berkaitan dengan DKS. Keputusan Presiden Nomor 284/M Tahun 2000 tentang Pengangkatan Dewan Kawasan Sabang yang ditetapkan pada 21 September 2000, dan Keputusan Presiden Nomor 2/M Tahun 2001 tentang Pengangkatan Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si sebagai Ketua Dewan Kawasan Sabang yang ditetapkan pada 4 Januari 2001.
Namun, belum ditemukan dokumen legalitas lain terkait penetapan DKS, termasuk penetapan Pj. Gubernur Aceh saat ini, Achmad Marzuki, sebagai Ketua DKS.
Pada masa lalu, administrasi DKS dilaksanakan oleh Sekretariat DKS yang dibentuk melalui Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 193/280/2003 tentang Pembentukan Sekretariat Dewan Kawasan Sabang.
Namun saat ini, melalui Keputusan Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang Nomor 515/500/2018 tentang Pembentukan Sekretariat Dewan Kawasan Sabang, terjadi perubahan nomenklatur.
Oleh karena itu, perlu penguatan terhadap kelembagaan Dewan Kawasan Sabang dan Sekretariatnya, terutama melibatkan Organisasi Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Aspek Kelembagaan BPKS
Secara kelembagaan, BPKS termasuk dalam rumpun Lembaga Pemerintah Nonstruktural (LNS) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2011 tentang Status Kelembagaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
BPKS juga dikelompokkan sebagai Badan Layanan Umum (BLU) Pengelola Kawasan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Pola tata kelola BPKS saat ini mengacu pada Peraturan Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang Nomor 515/19/2016 tentang Penetapan Pola Tata Kelola Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Diperlukan penyesuaian ruang lingkup organisasi, terutama penyesuaian dengan rencana strategis Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat terkait kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Aspek Perencanaan Strategis
Rencana induk pengembangan Kawasan Sabang saat ini mengacu pada Peraturan Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang Nomor 59 Tahun 2014 tentang Review Masterplan Kawasan Sabang Tahun 2007-2021 dan Rencana Strategis Ekonomi dan Bisnis Badan Pengusahaan Kawasan Sabang Tahun 2012-2016.
Dokumen-dokumen tersebut disusun pada tahun 2007 dan telah berakhir pada tahun 2021. Oleh karena itu, perlu penyesuaian arah pengembangan kawasan, terutama penyesuaian dengan rencana strategis pemerintah Aceh maupun pemerintah pusat terkait kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Aspek Pengadaan Barang dan Jasa di BPKS
Dalam sektor pengadaan barang dan jasa, MaTA juga menemukan potensi adanya perusahaan cangkang yang dikendalikan oleh pihak dalam ULP. Hal ini menyebabkan paket pekerjaan dilaksanakan oleh perusahaan tersebut dengan menyamarkan kepemilikan perusahaan bisnis yang sebenarnya. Modus atau gaya ini seharusnya menjadi fokus aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan agar ada kepastian dalam penegakan hukum.
Itulah beberapa alasan mengapa Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Pj Gubernur Aceh sebagai Ketua Dewan Kawasan Sabang untuk melakukan evaluasi khusus terhadap kinerja Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).
Evaluasi ini perlu dilakukan dalam aspek pengelolaan aset, perizinan terpadu, kelembagaan Dewan Kawasan Sabang, kelembagaan BPKS, perencanaan strategis, dan pengadaan barang dan jasa di BPKS. Evaluasi tersebut diharapkan dapat memperbaiki kinerja BPKS dan memberikan dampak positif yang diharapkan terhadap Aceh. []