Nukilan.id – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Aceh (YLBHA) mengapresiasi putusan Majelis Hakim atas putusannya dan menyayangkan sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada perkara Jinayat di Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
“Sebagai tim kuasa hukum dari Anak terdakwa (RA) menghormati dan mengapresiasi Putusan Majelis Hakim MS Blangpidie dengan Register Perkara Nomor: 1/Pen.JN/2022/MS-Bpd pada (25/7/2022). Dengan segala keterbatasan baik aturan hukum di Qanun serta minim Pengalaman Hakim dalam mengadili Perkara Jinayat, namun Majelis Hakim dapat menegakkan Kebenaran, mewujudkan Keadilan, kepastian dan kemanfaatan,” kata Direktur Eksekutif YLBHA Tarmizi Yakub, MH dalam keterangan tertulis kepada Nukilan.id Jum’at (29/7/2022).
Ia juga menyayangkan sikap JPU yang begitu serampangan menerima berkas perkara dan menyatakan berkas lengkap atau P 21. Padahal perkara anak terdakwa tidak terpenuhi minimal dua alat bukti.
Ini terkesan dipaksakan, mestinya JPU sesuai hukum sesuai fakta persidangan anak Terdakwa harus di tuntut bebas dari segala tuntutan hukum karena perbuatan yang dituduhkan dalam surat dakwaan JPU terhadap diri Terdakwa sama sekali tidak terbukti dipersidangan.
Menurutnya, JPU tidak bisa menyatakan perkara ini lengkap dan tidak bisa melimpahkan kepersidangan, karena selain Terdakwa dan saksi fakta kakak dan nenek Terdakwa membantah tuduhan tersebut. Sementara saksi fakta yang lain bersama Terdakwa yaitu teman-teman terdakwa juga tidak diperiksa sebagai saksi fakta atau saksi yang meringankan untuk Terdakwa, karena mengingat perbuatan, locus dan tempus yang dituduhkan kepada diri Terdakwa adalah fitnah belaka dan teman teman anak Terdakaw bersama anak Terdakwa dari pagi sampai dengan sore bersama dan tidak ada Perbuatan Tersebut.
Lanjutnya, dakwaan JPU sangat dipaksakan, hal tersebut tergambar dengan dengan jelas sesuai fakta persidangan dimana peristiwa yang dituduhkan tanggal 17 Desember 2021 namun BAP anak korban dan ibunya tanggal 11 januari 2022, atau setelah 25 hari peristiwa yang dituduhkan kepada terdakwa serta hasil visum yang telah dilakuan tanggal 17 Desember 2021 oleh dokter Elfi. dan kembali divisum yang kedua kalinya tanggal 4 januari 2022 oleh dokter Iqbal, dan hasil pemeriksaan sikolog yang dilakukan oleh seorang sikolog yang tidak berkompeten dibidangnya dengan waktu hanya selama 1 (satu) jam dengan metode gambar, Sikolog yang dihadirkan dalam perkara anak terdakwa juga tidak berkompeten sebagai ahli baik dari segi pendidikan dan keilmuan, kwalifikasi sikolog juga tidak terpenuhi karena bukan dari sikolog forensik, kemandirian dari segi ilmu sangat kurang, anak Terdakwa hanya diperiksa satu jam, Sikolog tidak bisa membedakan Terlapor, Tersangka, Terdakwa dan Pelaku, dan sikolog tersebut juga sangat emosional dengan ngotot mengatakan anak Terdakwa sebagai pelaku padahal proses hukum sedang berjalan dan ada konflik kepentingan dengan tempat dia magang atau kontrak;
Oleh karena itu, kami menyampaikan keberatan terhadap JPU dan yang mengatasnamakan Kuasa Hukum Korban yang memfreming di media seakan akan Hakim telah salah dalam memberi Putusan. Padahal putusan tersebut belum dibaca bahkan Proses poersidangan tidak di ikuti,” tuturnya.