Sepenggal Sejarah Peralihan Hindu-Islam di Aceh

Share

Nukilan.id – Aceh tidak saja menyimpan sejarah tentang kejayaan peradaban Islam semasa Kesultanan Aceh saja. Jauh sebelum Islam masuk ke dalam kehidupan masyarakat Aceh, agama Hindu telah terlebih dahulu berkembang di masyarakat. Salah satu saksi bisu masa keemasan kerajaan Hindu di Aceh adalah Benteng Indra Patra yang terletak di Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.

Baca juga: BKSDA Aceh Lepas Liarkan Harimau Sumatra ke Gunung Leuser

Benteng Indra Patra terdiri dari sebuah benteng utama berukuran 4900 meter persegi dan tiga benteng lain yang dua diantaranya telah hancur. Situs arkeologi ini didirikan sekitar tahun 604 M oleh Putra Raja Harsya yang berkuasa di India, yang melarikan diri dari kejaran Bangsa Huna.

Keberadaan benteng ini menjadi peninggalan sejarah mengenai proses masuknya pengaruh Hindu dari India ke Aceh. Diperkirakan pada saat itu, Kerajaan Hindu, Lamuri, mulai berkembang di daerah Pesisir Utara Aceh Besar. Benteng ini merupakan satu dari tiga benteng yang menjadi penanda wilayah segitiga kerajaan Hindu Aceh, yaitu Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purwa.

Pakar arkeologi Repelita Wahyu Oetomo, dari Balai Arkeologi Medan, dalam makalahnya yang berjudul ‘Lamuri Telah Islam Sebelum Pasai’ mengungkapkan, secara arsitektur, beberapa bagian benteng memang masih memiliki motif bangunan berciri Pra-Islam.

Baca juga: Tahapan Pemilu 2024 Dimulai Pertengahan 2022

Hal ini terlihat antara lain pada dua sumur di area benteng utama yang berbentuk menyerupai stupa. Dalam aspek fungsionalitas, benteng ini mengalami perkembangan sehingga masih dipergunakan hingga masa Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh.

Semasa Kesultanan Aceh, benteng ini berperan besar sebagai salah satu garis pertahanan dalam menghadapi Portugis. Benteng ini direbut dari Portugis oleh Darmawangsa Tun Pangkat (Iskandar Muda).

Semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) benteng ini, bersama Benteng Inong Balee, Benteng Kuta Lubok dan beberapa benteng lainnya menjadi pusat pertahanan Aceh terutama dalam menghadang serangan dari arah laut.

Posisi benteng yang berhadapan dengan Benteng Inong Balee di seberang timur Teluk Krueng Raya berperan strategis dalam mencegah armada Portugis memasuki Aceh melalui teluk ini.

Baca juga: 2020, Baitul Mal Aceh Kumpulkan Zakat Rp 287 miliar

Salah satu keunikan yang dimiliki benteng ini terletak pada susunan konstruksinya yang kokoh. Kekokohan benteng ini terbentuk oleh struktur penyusunnya yang terbuat dari bongkahan batu gunung yang saling merekat kuat satu sama lain. Rahasianya terletak pada adonan yang merekatkan bongkahan-bongkahan batu gunung tersebut.

Adonan tersebut dibuat dari campuran kapur, tumbukan kulit kerang, tanah liat dan putih telur. Penggunaan putih telur sebagai perekat bangunan seperti ini juga dapat kita temukan di beberapa bangunan kuno lain di Nusantara seperti Candi Borobudur dan Prambanan.[Ardee/IndonesiaKaya]

Benteng Indra Patra terdiri dari Benteng Utama dan 3 benteng lainnya
Satu diantara dua sumur yang terdapat didalam kompleks benteng utama
Keunikan benteng ini adalah tersusun dari batu gunung yang direkat dengan campuran batu kapur, kerang dan putih telur
Pemandangan laut lepas dari salah satu lorong pengintai di Benteng Indra Pantra
Sumur dengan atap berbentuk stupa
Kubah sumur di benteng utama yang menyerupai stupa menandakan peralihan pengaruh Hindu dan Islam
Benteng ini telah ada sejak 604 M dan masih tetap digunakan hingga masa Sultan Iskandar Muda
Benteng Indra Patra adalah salah satu penanda segitiga kerajaan Hindu Aceh
Lorong pengintaian di salah satu benteng yang masih utuh
Dahulu Benteng ini pernah diduduki Portugi
Salah satu sisa bunker Jepang di dekat Komplek Benteng Indra Patra

Sumber: indonesiakaya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News