Nukilan.id – Pengamat Politik dan Ekonomi Taufik Abdur Rahim menilai, perjalanan Dinas dengan alasan undangan The Rhode Island University Amerika Serikat (AS) sebagai cara atau modus baru para pejabat Aceh berfoya-foya ke Luar Negeri dengan rombongan sebanyak 13 orang yang dipimpin oleh Gubernur Aceh.
Ini dilakukan dengan alasan mengantar 10 mahasiswa “double degree” yang diterima di Universitas tersebut. Alasan yang tidak penting dan mengada-ngada ini sangat tidak ber-Akhlaq dan beretika, baik secara pemerintahan, politik dan sosial kemasyarakatan. Ditengah kondisi kehidupan rakyat Aceh yang sulit dan belum mampu sepenuhnya keluar dari krisis ekonomi. Bahkan Aceh masih termiskin di Sumatera,” kata Taufik Abdurrahim dalam keterangannya kepada Nukilan.id Jum’at (13/5/2022).
“Dengan menggunakan uang APBA untuk nafsu jalan-jalan ke AS, ini Aneh dan tidak tahu malu,” ucap Taufik.
Perjalanan ke AS tersebut, bukanlah sebuah solusi untuk kemajuan pendidikan Aceh, itu hanya Aktivitas berfoya – foya para pemimpin aceh dengan modus kunjungan kerja.
Untuk saat ini, kata Taufik, kondisi Rakyat Aceh sangat memprihatinkan, baik secara kehidupan ekonomi, sosial, kemiskinan dan pengangguran, bahkan orang-orang yang ikut serta kunjungan kerja ke AS sama sekali jauh dari usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di Aceh, dan sangat tidak peka terhadap kesusahan, kesulitan yang sedang dihadapi sebahagian besar rakyat Aceh.
Selama ini, berbagai kunjungan sudah dilakukan ke Luar Negeri, tapi sama sekali tidak memberikan hasil nyata untuk rakyat Aceh. Bahkan berulang kali tidak mampu dipertanggung jawabkan secara keuangan.
Pengalaman dari perjalanan dan kunjungan kerja yang sudah sudah, tidak ada program pembangunan yang di bangun untuk Aceh, Ketidakpastian Investasi dari pihak Asing Untuk Aceh. Sehingga sampai sekarang tidak ada dampak bagi kemajuan dan perubahan kehidupan rakyat Aceh secara signifikan usai perjalanan tersebut. Jelasnya
Oleh karena itu, kunjungan ke Rhode Island University Amerika Serikat, hanya tindakan berfoya-foya dengan uang APBA dan sangat tidak beretika, jika dikaitkan dengan kondisi kehidupan ril rakyat Aceh saat ini.
Ini salah satu bentuk kerakusan kekuasaan para pemimpin Aceh, dan diakhir periode Gubernur Aceh sama sekali tidak membanggakan sehingga tidak memiliki rasa malu sama sekali atas kegagalan dalam kepemimpinan,” tuturnya.