Nukilan.id – Petani sawit tak mempermasalahkan langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang sementara ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng berupa minyak sawit mentah (CPO). Kebijakan itu berlaku per Kamis (28/4/2022).
Namun, kaum petani sawit meminta Jokowi untuk lebih memperhatikan sisi hulu industri sawit. Sebab, harga tandan buah segar (TBS) sawit kini disebut masih ambruk di level 70 persen lebih rendah.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, memohon kepada Jokowi agar bisa melindungi petani sawit.
Itu bisa dilakukan dengan mengikuti Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01/PERMENTAN/KB.120/1/2018 tentang pedoman penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit produksi pekebun.
“Kami meminta momennya pada negara, supaya petani sawit dilindungi melalui Permentan 01/2018. Selama ini kan suka-suka. Ini momen kami juga, meminta Presiden ketegasannya tentang Permentan itu, supaya petani sawit terlindungi,” ungkapnya kepada Liputan6.com, Kamis (28/4/2022).
Gulat tak mempermasalahkan larangan ekspor CPO, yang tidak terlalu berdampak terhadap pemasukan petani sawit. Yang terpenting, negara mau mengawasi gerak-gerik pabrik kelapa sawit dalam menentukan harga TBS secara sepihak.
“Ujungnya diketatkan, pangkalnya ditegaskan. Kalau hanya ujungnya yang diketatkan, pangkalnya enggak ditegaskan, jebol harga TBS petani. Disbun (Dinas Perkebunan) umumkan minggu lalu, harga TBS petani Rp 3.600 per kg. Yang dibayar cuman Rp 1.200,” keluhnya.
Lebih Rendah
Pasca larangan ekspor minyak goreng dan CPO diterapkan Kamis ini, harga TBS petani yang dipergunakan masing-masing pabrik kelapa sawit nyatanya belum berubah, masih di kisaran Rp 1.200-1.600 per kg.
“Pabrik tetap membeli TBS petani 40-70 persen lebih rendah dari yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota,” ujar Gulat.
Menurut dia, selama tidak ada ketegasan dari Jokowi, harga TBS petani sawit akan terus terombang-ambing, meski kecukupan stok minyak goreng di pasaran sudah terpenuhi.
“Sepanjang Presiden tegas sampai ke penetapan harga, clear itu. Pak Jokowi kalau tegas mengatakan, pabrik-pabrik yang membeli TBS petani wajib mengikuti harga penetapan Disbun. Kalau tidak saya cabut izinnya. Langsung pada hari itu berubah itu,” tandasnya.
Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng Tak Ganggu Konsumsi Kelapa Sawit
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung memastikan, larangan ekspor RBD Palm Olein untuk bahan baku minyak goreng tak akan mengganggu konsumsi tandan buah segar (TBS) petani.
Sebab, ia menilai, TBS dapat dikonversi untuk bahan baku produk kelapa sawit lainnya. Semisal oleokimia, biodiesel, Redined palm kernel oil (PKO), crude PKO, hingga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
“Ya enggak lah, sama sekali enggak ada. Ibaratnya kalau kanal, kanalnya banyak alirannya. Kalau tertutup aliran satu, ga numpang ke aliran dua, aliran tiga. Kan enggak masalah,” ujar Gulat kepada Liputan6.com, Rabu (27/4/2022).
“Bisa aja ekspor dalam bentuk CPO, tidak usah kita buat turunannya. Atau dibuat turunannya dalam bentuk oleokimia,” terang dia.
Ekspor Kecil
Gulat mengatakan, ekspor RBD Palm Olein tergolong kecil dibanding turunan produk sawit lainnya. Menurut data 2021, ekspor RBS Palm Olein sebesar 14,1 juta kiloliter. Jumlah itu setara 63 persen dari tota produksi RBD Palm Olein yang sebesar 22,4 juta kiloliter.
“Kalau kita lihat dari presentasenya, itu kan dari semua total ekspor berbahan baku sawit, minyak goreng atau Olein itu sebesar 63 persen dari total produksi Olein Indonesia. Yang 37 persen itu kan dikonsumsi dalam negeri,” paparnya.
Sementara jika dibandingkan dengan total ekspor komoditas turunan sawit secara keseluruhan, pengiriman RBD Palm Olein ke pasar internasional hanya sekitar 7,5 persen.
Mengacu data ini, Gulat menjamin serapan TBS petani seharusnya tidak terganggu.
“Artinya, pelarangan ekspor yang terbebani kan hanya 14 juta kiloliter.itu bisa dialihkan bahan baku TBS-nya menjadi produk lain, misalnya Olein,” ungkap dia. [liputan6]