Nukilan.id – Deputi Dukungan Bisnis Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) Afrul Wahyuni mengatakan, ada beberapa regulasi yang sekarang belum singkron dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak Dan Gas Bumi di Aceh.
“Ada 40 Permen yang belum singkron dengan PP, Padahal Peraturan Pemerintah lebih tinggi dari Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri,” Kata Afrul saat BPMA menjamu kedatangan Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD RI Asal Aceh M Nasir Djamil dan Illiza Sa’duddin Djamal, di Kantor BPMA, Banda Aceh, Jum’at (27/2/2021) kemarin.
Afrul berharap kehadiran anggota forbes DPR-RI dapat menindaklanjuti untuk dibicarakan dan disesuaikan di tingkat pusat.
“Masalah migas ini kan isu yang sangat central di Aceh. Sehingga kita harus memaparkan cadangan apa yang kita punya, produksi apa yang saat ini sedang kita lakukan dan proyeksi ke depan seperti apa, artinya ini yang kita lihat roadmap seperti apa yang akan dilakukan BPMA terhadap skenario Migas di Aceh,” Jelas Afrul Wahyuni.
Dijelaskan juga, Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) adalah sebuah badan teknis yang membutuhkan dukungan secara politis sehingga regulasi-regulasi yang menjadi hambatan dan kendala selama ini bisa tersinkronkan di pemerintah pusat.
“Kita ingin menyampaikan bahwa ada berapa propek yang sedang dilakukan. Namun terkendala dengan beberapa aturan atau regulasi dan juga sistem budgeting,” lanjutnya.
Dijelaskan, seperti harapan, Aceh dapat menguasai lapangan minyak di Rantau Kuala Simpang, Aceh Tamiang. Secara peraturan pemerintah itu masuk kedalam 12 mil darat dan 12 mil laut Aceh, namun secara pengelolaan sampai hari ini masih dibawah pemerintah pusat.
“Kenapa bisa begitu, karena kontrak lapangan minyak itu sekarang milik Pertamina, wilayah kerja pertamina itu tergabung di seluruh indonesia dengan satu kontrak, dan kontrak tersebut dalam bentuk Keputusan Menteri. Sedangkan kita hanya berpegang kepada Peraturan Pemerintah. sehingga optimasi potensi-potensi migas di Kuala Simpang tidak bisa dikembangkan. karena pengelolaan bukan Aceh.
Menurut Afrul Wahyuni, Aceh butuh dukungan singkronisasi regulasi-regulasi di tingkat pusat. Jangan sampai BPMA hanya menjadi badan pelengkap saja, karena hari ini, kita berkerja untuk menciptakan lapangan kerja baru, investasi baru, menjadikan jaminan kepada para kontaktor-kontraktor migas, untuk bisa masuk ke Aceh, agar para kontraktor lebih nyaman masuk ke Aceh di bandingkan daerah-daerah lain.
Dalam pertemuan dengan Forbes tersebut, BPMA juga membahas tentang proyeksi 5 tahun dan 10 tahun kedepan untuk membicarakan masalah cadangan migas, produksi dan rencana peningkatan produksi agar hasil pendapatan untuk Aceh lebih tinggi.[]
Reporter: Akhi Wanda