Nukilan.id – Pengamat Ekonomi dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Amri, SE, M.Si berharap, agar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Aceh Syariah (BAS) dapat segera dilaksanakan, sebagai tujuan untuk membangun ekonomi dan mensejahterakan Aceh.
“Semoga RUPS ini segera terlaksana lagi, dan BAS bisa menjadi bank syariah yang dapat membangun ekonomi Aceh dan mensejahterakan Aceh,” kata Dr. Amri kepada Nukilan.id, Minggu (20/6/2021).
Menurutnya, Bank Aceh Syariah merupakan salah satu pondasi penting bagi Aceh,
Karena telah banyak mengukir prestasi yang membanggakan Aceh. Oleh karenanya, RUPS harus disegerakan untuk dapat mencapai titik tujuan dari sebuah perbankan tersebut.
“Tertundanya RUPS ini bisa menjadi penghalang bagi Bank Aceh Syariah sendiri, untuk mencapai tujuan sistem perbankan. Dan juga menjadi hambatan dalam mengukir prestasinya ke depan,” terangnya.
Hal ini, kata Dr. Amri, sudah tertulis pada Pengertian Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
“Aceh ini milik kita bersama, bukan milik individu. Jadi, kalau memang ingin membangun ekonomi dan kesejahteraan Aceh, maka segera laksanakan RUPS sesuai peraturan yang berlaku,” ungkap Dr. Amri, pemegang sertifkikat Graduate Research Institute for Policy Studies (GRIPS) Tokyo Jepang itu.
Sementara itu, Dr. Amri juga menyampaikan bahwa, Pemegang saham terbesar adalah pemerintah Aceh dalam hal ini Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Namun, diketahui saat ini Gubernur Aceh sedang dalam kondisi Positif Covid-19 dan masih melakukan isolasi mandiri. Sedangkan RUPS harus segera dilaksanakan sampai batas tanggal 30 Juni 2021.
“Jika telah lewat 6 bulan setelah tahun buku berakhir, maka tidak boleh lagi dibuat RUPS tahunan. Sehingga, laporan pertanggungjawaban, penggunaan kekayaan PT BAS dan lainnya yang telah dilakukan direksi dalam tahun ini, tidak bisa disahkan,” jelasnya.
Mantan Sekretaris Magister Manajemen Program Pasca Sarjana USK ini juga menjelaskan bahwa, sebenarnya yang memiliki saham terbesar harus hadir ketika RUPS dilaksanakan. Namun, ada kondisi tertentu yang bisa membuat pemegang saham terbesar tersebut bisa diwakilkan dengan syarat harus ada surat pendelegasian dari pemegang saham.
Selain itu, Dr. Amri juga menyampaikan bahwa, pelaksanaan RUPS bisa dilaksanakan secara online (daring) maupun offline (tatap muka) dan juga bisa diwakilkan oleh orang lain,
“RUPS ini bisa dilaksanakan dengan dua kondisi, yaitu secara online dan tatap muka. Bahkan bisa diwakilkan dengan kondisi tertentu. Jika kita melihat secara struktual pemerintah Aceh, ada yang namanya gubernur, dibawahnya ada wakil gubernur, ada sekda dan seterusnya. Jadi bisa diwakilkan asal ada surat pendelegasian atau surat perwakilan, jadi tetap bisa dilaksanakan,” jelasnya.
Untuk diketahui, Berdasarkan pengertian yang diberikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), RUPS memiliki peran dan kewenangan tersendiri yang diatur berbeda dari Dewan Komisaris maupun Direksi.
Permintaan pelaksanaan RUPS dilakukan oleh Dewan Komisaris atau 1 orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar (AD) menentukan jumlah yang lebih kecil. Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasan mengapa perlu diadakannya RUPS, seperti yang dilansir kontrakhukum.com.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 OJK pada 22 November 2011, kebijakan politik hukum nasional mulai memperkenalkan paradigma baru dalam menerapkan model pengaturan dan pengawasan terhadap industri keuangan Indonesia. Terhitung sejak 31 Desember 2013, pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan menjadi kewenangan OJK.
Sebagaimana lembaga independen yang baru di Indonesia, OJK diharapkan dapat melaksanakan salah satu tugas Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan sektor perbankan di Indonesia, terutama di Aceh yang saat ini juga memiliki Bank Aceh Syariah (BAS).
Otoritas Jasa Keungan (OJK) dalam pengawasan operasional bank syariah adalah berwenang menilai dan memastikan bahwa bank syariah melaksanakan kegiatan operasional berdasarkan prinsip-prinsip syariah melalui pengawasan off site dengan analisis laporan yang disampaikan DPS, maupun melalui pengawasan on site atau hasil audit OJK secara langsung.[AW]