Nukilan.id – Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK dalam peralihan status menjadi aparatur sipil negara (ASN) masih belum tuntas. Terkini, muncul soal Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tidak bisa menjawab soal TWK ide siapa.
Ghufron merupakan pimpinan KPK yang diperiksa oleh Komnas HAM terkait polemik TWK pada Kamis (17/6/2021). Namun, Ghufron menepis jika disebut tak bisa menjawab pertanyaan soal TWK ide siapa.
Seperti apa duduk perkaranya?
Sebelum masuk ke duduk perkara, perlu diingat bahwa pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial. Jadi seluruh pimpinan pasti memiliki andil dan mempunyai peran masing-masing dalam setiap pengambilan kebijakan.
Nah, dalam pemeriksaan Ghufron, ada pertanyaan sifatnya kontribusi masing-masing pimpinan dalam proses alih status pegawai KPK, khususnya TWK.
“Tapi memang ada beberapa konstruksi pertanyaan yang bukan wilayah kolektif kolegial, tapi wilayah yang sifatnya kontribusi para pimpinan per individu. Sehingga tadi ada beberapa pertanyaan yang juga tidak bisa dijawab oleh Pak Ghufron karena itu adalah pimpinan yang lain,” kata Choirul Anam usai pemeriksaan Ghufron, di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (17/6/2021).
“Oleh karenanya, kami memberikan kesempatan kepada pimpinan yang lain agar mau datang ke Komnas HAM untuk memberikan klarifikasi,” imbuhnya.
Lalu seperti apa pertanyaan yang sifatnya kontribusi masing-masing pimpinan, hingga membuat Ghufron tak bisa menjawab? Anam mengungkapkannya.
“Siapa yang keluarkan ide ini (TWK) dan sebagainya, ini inisiatif siapa dan sebagainya,” ungkap Anam.
“Ya karena bukan beliau (Ghufron) ya, beliau tidak bisa menjawab ya,” imbuhnya.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membantah jika disebut tidak bisa menjawab pertanyaan TWK ide siapa. Ghufron menyebut pernyataan Anam tidak tepat.
“Perlu saya klarifikasi bahwa tidak benar pernyataan komisioner Komnas HAM Choirul Anam, yang menyatakan saya tidak tahu siapa yang menggagas ide TWK,” kata Ghufron, Jumat (18/6/2021).
Lantas dari siapa ide TWK? Menurut Ghufron, TWK KPK merupakan hasil diskusi pihak-pihak terkait di KPK. Di mana kesemua pihak sepakat bahwa TWK adalah tes yang dipakai dalam proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.
“Pada saat itu sudah dipertanyakan apakah cukup dengan penandatangan pakta integritas kesetiaan terhadap NKRI. Dari diskusi tersebut terus berkembang dan bersepakat mengacu pada peraturan yang berlaku, yaitu, untuk menjadi ASN, ada tes kompetensi dasar dan tes kompetensi bidang. Dalam tes kompetensi dasar ada tiga aspek, tes inteligensi umum (TIU), tes karakteristik pribadi, dan tes wawasan kebangsaan (TWK),” papar Ghufron.
Penjelasan Ghufron memang berbau akademis. Maklum, sebelum menjadi pimpinan KPK, Ghufron merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember.
Kembali ke soal ide TWK. Menurut Ghufron, dalam proses peralihan status pegawainya menjadi ASN, KPK memang hanya menggunakan instrumen TWK. Dan dia mengklaim keberadaan TWK sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Peralihan Status Pegawai KPK Menjadi ASN.
“Sekali lagi itu semua untuk memenuhi syarat yang ditetapkan dalam PP 41/2020 tentang Pengalihan Status Pegawai KPK Menjadi ASN, yaitu (1) setia dan taat pada PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintahan yang sah, (2) tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang, (3) memiliki integritas dan moralitas yang baik,” terangnya.
“Syarat dalam PP 41/2020 ini sama dengan syarat menjadi ASN dalam UU 5/2014 tentang ASN Pasal 3, 4, 5, dan 66. Di samping UU ASN Pasal 62 ayat (2) dan juga dimandatkan dalam PP 11 Tahun 2017 Pasal 26 ayat (4) tentang TWK,” sambung Ghufron.[detikcom]