Nukilan.id – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Aceh jika dilihat secara sistem, maka harusnya tetap merujuk pada Undang-Undang nasional, bukan Ketentuan dari Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), sebab pilkada bukan bagian dari kekhususan Aceh.
“Bila merujuk pada UUPA maka setiap sengketa yang terjadi penyelesaiannya di Mahkamah Agung, bukan di Mahkamah Konstitusi (MK),” Kata Zahlul Pasha, MH saat menjadi pembicara inti pada Focus Group Discussin (FGD) Kajian Pendidikan Perdamaian Aceh Angkatan II di Aula Kesbangpol Aceh, Banda Aceh, Sabtu (10/7/2021).
Menurut Zahlul Pasha, hingga kini perselisihan pilkada yang dilakukan di MA belum ada yang mencabut itu di UUPA, sedangkan undang-undang penyelesaian perselihan di MA sudah dirubah ke Mahkamah (MK).
“Kalau kita bicara sistem, maka Pilkada Aceh harus mengikuti keputusan pusat tahun 2024,” uajranya.
Selain itu—ujarnya—pilkada dalam UUPA juga bukan satu kekhususan, sehingga perubahan UU pemilu pusat tidak harus melakukan konsultasi dengan Aceh.
“Kekhususan Aceh dibatasi UU No.44/99 dengan 4 kewenangan, yakni Agama, Pendidikan, Isdlam, dan keterlibatan ulama,” ujarnya.
FGD digelar dalam rangka mencari masukan penyelesaian buku “Berebut Wewenang: Tarik Menarik Hukum Pelaksanaan Pilkada di Aceh” yang ditulis Zahlul Pasha
Pada FGD yang digelar Kesbangpol Aceh itu menghadirkan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Prof. Yusny Saby, Ph.D, Dr. Bustami Abubakar, M. Hum., Dr. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, MA dan sejumlah akademisi lainnya.
Acara dibuka Kaban Kesbangpol Aceh Drs Mahdi Efensi melalui Kabid Penanganan Konflik dan Kewaspadaan Nasional Suburhan, SH.[ji]