Nukilan.id – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut Ombudsman RI berhasil membongkar dugaan skenario dalam penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan m (TWK) yang dijalani para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, ada skenario intelektual dalam penyelenggaraan TWK yang secara hukum tidak layak dilakukan.
“Ombudsman berhasil membongkar bahwa proses TWK ini menunjukan adanya skenario. Skenario yang menurut kami jahat ya, yang sejak awal ditargetkan untuk menyingkirkan 75 orang ini,” sebut Isnur dalam diskusi virtual yang diadakan oleh Transparency International Indonesia, Jumat (30/7/2021).
Temuan Ombudsman terkait penyelengaraan TWK, lanjut Isnur, tidak hanya terkait dengan pelanggaran administrasi tapi juga berpotensi melanggar ketentuan pidana.
Potensi pidana yang dimaksud yaitu penandatanganan bertanggal mundur atau backdate.
Dalam temuan Ombudsman, terjadi penandatanganan backdate untuk nota kesepahaman dan kontrak swakelola dalam pelaksanaan TWK antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN.
“Kalau backdate itu kan berarti dia bukan sekedar (pelanggaran) administrasi, dia ada pemalsuan keterangan, seharusnya pelaku-pelaku ini bukan sekedar korektif ya,” ucap Isnur.
“Tapi ketika dia backdate apalagi dalam tindak pidana korupsi itu harus dihubungkan dengan dugaan kuat ini adalah upaya menghalangi penyidikan,” jelasnya.
Isnur berpandangan bahwa tindakan melakukan backdate mestinya dapat dilaporkan dengan pasal pidana korupsi yaitu obstruction of justice.
“Patut diduga kuat bahwa ini bagian dari penghalangan tindak pidana korupsi, maka seharusnya mereka dikenalan pasal pidana korupsi, dengan penghalangan penyidikan atau obstruction of justice,” paparnya.
Diketahui Ombudsman RI, Rabu (21/7/2021), menyampaikan hasil laporannya terkait dengan penyelenggaraan TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam laporan itu Ombudsman mengatakan ditemukan adanya malaadministrasi dalam pelaksanaan tes asesmen itu.
Tindakan malaadministrasi tersebut antara lain pembuatan kontrak back date yang dilakukan KPK dan BKN, ketidakpatuhan lima lembaga pada instruksi Presiden dan putusan Mahkamah Konstitusi, serta BKN yang disebut tidak berkompeten sebagai penyelenggara TWK.[kompas.com]