Nukilan.id – Konflik yang terjadi antara Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki dan Sekda Aceh Bustami Hamzah mulai kuat mengemuka di publik. Beberapa kali, Pj Gubernur terang terangan menunjukkan ketidakharmonisan mereka berdua. Hal ini tentulah mempertontonkan ketidakdewasaan Pj Gubernur dalam memimpin Aceh pada kali kedua ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Kebijakan Publik Nasrul Zaman dalam keterangan tertulisnya yang diterima Nukilan, Jum’at (25/8/2023).
Menurutnya, persaingan yang terjadi dalam merebut jabatan Pj Gubernur bersama Sekda beberapa waktu lalu harus dianggap sebagai hal yang biasa. Persaingan tersebut semestinya berakhir setelah SK Pj Gubernur ditandatangani oleh Presiden.
“Memperlihatkan konflik kedua pejabat ke publik ini membuktikan bahwa rekomendasi DPRA yang tidak diberikan pada Ahmad Marzuki adalah pantas dan benar,” ujarnya.
Nasrul Zaman mengingatkan, masyarakat Aceh tidak suka dengan kepemimpinan militer sejak dahulu. Bahkan jika ada pemimpin dari latar belakang militer, pendekatan yang terlalu militeristik tidak diterima dengan baik oleh masyarakat Aceh.
Karena itu, Pj Gubernur seharusnya menyingkirkan ego dan dengan tulus mengajak semua elemen di Aceh untuk bersatu demi membangun daerah tersebut. Kolaborasi dengan Sekda Aceh juga harus berjalan sejalan dan kompak.
Namun, yang terjadi adalah Pj Gubernur malah membentuk aliansi dengan sekelompok akademisi, ulama, dan tokoh Aceh. Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan dukungan politik praktis, seperti yang terlihat dalam penerbitan Surat Edaran terbaru beberapa waktu lalu.
“Islah dan rekonsiliasi harusnya tanpa diminta harus segera bisa dilakukan. Disharmony ini sangat tidak baik dan menunjukkan kekanak kanakan sehingga Aceh yang memiliki Wali Nanggroe dapat segera turun tangan dan jika Pj Gubernur atau Sekda menolaknya maka Wali Nanggroe layak untuk mengumumkan ke masyarakat Aceh tentang penolakan itu sehingga Wali Nanggroe tidak dipersalahkan nantinya,” harapnya.
Dalam konteks konflik ini, DPRA tidak bisa dituding sebagai pihak yang bersalah. Mereka hanya merekomendasikan satu kandidat untuk menjadi Pj Gubernur, berdasarkan penilaian mereka terhadap kinerja Ahmad Marzuki selama setahun terakhir.
“Oleh karena itu, keputusan DPRA menolak Ahmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh seharusnya dianggap tepat,” pungkasnya. [Rf]