Nukilan.id – Akademisi Usman Lamreung menilai pengusulan nama ketua Majelis Adat Aceh (MAA) yang baru oleh Paduka Yang Mulia (PYM) Wali Nanggroe kepada Gubernur Aceh, itu melanggar Qanun Aceh.
“Jelas, ini melanggar Qanun Aceh dan keputusan hasil musyawarah yang sudah dilaksanakan oleh pengurus internal MAA,” kata Usman Lamreung kepada Nukilan.id Sabtu (12/2/2022).
Adapun nama yang diusulkan oleh PYM Wali Nanggroe ialah Tgk Yus Dedi selaku pengurus MAA yang sebelumnya di ketuai oleh Almarhum Prof Dr Farid Wajdi MA dengan usulan untuk ditetapkan sebagai Ketua MAA yang baru oleh Gubernur Aceh,” kata Usman.
Ia mengatakan, kisruh dan polemik di internal Majelis Adat Aceh ini sudah sangat lama, tapi dalam penyelesaiannya tidak dengan cara-cara terhormat, sesuai adat dan budaya Aceh.
Penyelesaian yang dilakukan lebih dominan dengan pendekatan kekuasaan,” ungkap Usman
“Ini sangat kelihatan, ada segelintir pengurus internal yang memamfaatkan Lembaga MAA untuk kepentingan mendapatkan posisi ketua dan pengurus dengan mengahalalkan segala cara, termasuk melanggar ketentuan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2019 tentang Majelis Adat Aceh,” sebutnya.
Usman Lamreung mengatakan, Lebih parah lagi segelintir anggota pengurus menggunakan kedekatan lingkaran kekuasaan dan mengobok-obok kesepakatan musyawarah, dengan cara melobi PYM Wali Nanggroe untuk menerbitkan surat rekomendasi dukungan pada salah satu pengurus MAA yaitu Tgk Yus Dedi kepada Gubernur untuk ditetapkan sebagai Ketua Majelis Adat Aceh yang baru.
Hal ini tercatat dengan surat yang di terbitkan oleh Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe dengan nomor 089/11/I/2022, menggusulkan nama untuk Penetetapan Ketua Majelis Adat Aceh, agar gubernur mempertimbangkan untuk segera menetapkan saudara Tgk Yus Dedi sebagai Ketua definitif.
Menurutnya, rekomendasi yang dikeluarkan oleh PYM Wali Nanggroe sudah melanggar Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Qanun Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Lembaga Wali Nanggroe pada pasal 2 menyebutkan ayat a. Wali Nanggroe sebagai pemersatu yang indenpenden dan berwibawa serta bermatabat, Pembina dan pengawal perdamaian, b. Pembina keagungan dinul Islam, kemakmuran rakyat dan keadilan, c. Pembina kehormatan, adat, tradisi sejarah dan tamadun Aceh dan d. Pembina, pengawal dan penyantun pemerintahan rakyat Aceh.
Dari penjelasan qanun tersebut Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe jelas-jelas sudah melanggar qanun tersebut, artinya Paduka Yang Mulia seharusnya bersikap netral tidak memihak, membina atau mendamaikan kisruh Lembaga Majelis Adat Aceh dengan cara-cara terhormat, bukan mendukung salah satu, Ini sangat di sayangkan,” sebut Usman.
PYM Wali Nanggroe juga melanggar qanun Majelis Adat Aceh, di dalam qanun tersebut sudah diatur mekanisme pergantian ketua dan pengurus. Jelasnya
Maka dari itu, kata Usman Lamreung, sudah sepatutnya Gubernur segera menetapkan Ketua MAA yang baru untuk penganti Almarhum Prof Dr Farid Wajdi MA, agar konflik MAA terselesaikan dengan terhormat.
“Tentu bapak Gubernur dalam memutuskan dan menetapkan benar-benar obyektif sesuai prosedur hukum yang sudah ditetapkan. Juga harus mempertimbangkan keputusan Makamah Agung terkait perintah menetapkan dan melantik Kepengurusan MAA Bapak Badrulzaman Ismail hasil mubes 2018,” tuturnya.